MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 3 Part 45]

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 3 Part 45]">

MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 3 Part 45]

Cerbung (Cerita Bersambung) Horor, Humor, Komedi, Lucu, untuk hiburan para Sahabat

WAITING FOR GAMA
LANJUTAN CERBUNG KUNCEN


[Chapter 3 Part 45]

BLACK LIST

FORTUNA MEDIA - Pohon Bungur itu sudah tua dan rapuh. Body-nya yang bungkuk dan condong ke arah bangunan PS membuat para karoawan (pinjam kalimat Pak Jeglek) ketir-ketir.

"Kenek angine Pak Bas liwat ae wis kudu rubuh," kata Sugeng.

"Ojok ngono apa-a, Geng. Aku memang gemuk, tapi gak sampek ngrubuhne wit!" protes Pak Bas.

Sugeng terkekeh. "Sepuntene, Pak. Soale kalau sampai rubuh, saya yang kena duluan. Letaknya persis di atas kepala saya," keluh Sugeng.

"Gak apa-apa, Geng! Mati di tempat kerja termasuk syahid. Hitung-hitung buat pengalaman!" celetuk Silikon.

"Untumu-a. Kalau gitu kamu saja yang kerubuhan, mau?" semprot Sugeng sewot.

"Sik, Geng.. aku meh skripsi sik, he he..." kata Silikon menirukan Timbul Srimulat sambil buru-buru menghindar.

Kerana ramai diprotes karyawan, akhirnya Pak Ali berinisiatif mendatangkan tukang tebang pohon dari Turen, Kota Malang.

"Tak kurang jauh toh, Pak? Yak apa kalau mendatangkan penebang dari Timor Timur?" canda Pak Mochtar.

"Sttt.. ojok rame-rame! Iki wite bungur gak sembarang bungur. Wingit! Maka yang nebang juga harus khusus," terang Pak Ali.

Woohh...😅

  READ MORE,
Smartphone iPhone SE 3 Mungkin Akan Dijual Dengan Harga Sale Cheap

Pohon Bungur itu memang dikeramatkan oleh warga Bubutan dan sekitarnya, kerana dianggap menjadi sarang makhluk halus. Awalnya ada dua pohon, tapi setelah yang satu rubuh kena puting beliung pada tahun 1968, brekasakannya konon ngumpul jadi satu pohon. Ya, pohon yang di atas PS itu!

"Pada tahun 78 pohon itu pernah ditebang, tapi gagal. Yang nebang kesurupan, menari-nari sampai pingsan!" tutur Pak Ali.

"Wah, kok kayak cerita Alaming Lelembut saja," komentarku.

"Memang. Maka biar aman, saya datangkan penebang khusus dari Malang. Dia biasa menangani pohon-pohon wingit," sambung Pak Ali.

Weh, ternyata ada ya profesi yang sangat khusus begitu: spesialis penebang pohon wingit. Jiaaan.. Indonesia memang kaya dengan profesi unik. Besok barangkali ada ya, dokter gigi spesialis gigi kanan-bawah, he he he..😁

Siang itu, pekerjaan warga PS terpaksa di-pause sejenak. Semua diminta keluar ke tempat yang aman. Nanti kalau menebang pohonnya kelar, pekerjaannya di-play lagi. Tapi dasar ndableg, karyawan bukannya pada ngungsi tapi malah sibuk nonton si tukang tebang beraksi. 

Saya sendiri memilih menyaksikan live show itu dari Warsal. Habis tempatnya strategis dan sudut pandangannya bagus. Ikut nobar di situ di antaranya Cak Iryan, Sugeng, Cak Bam, dan Pak Jeglek.

"Waduh, saya kengerian. Takut lelembutnya kemarahan dan kita semua kengamukan!" celetuk Pak Jeglek, yang seperti biasa disambut tawa berkepanjangan dari para pendengar.

"Tenang, Pak. Lelembut tidak bisa ngganggu orang yang lucu. Gimana mau ngganggu, mendengar bahasa sampean saja mereka pasti ketawa terkencing-kencing!" ujar Cak Ir.

Pak Jeglek geleng-geleng kepala, tak sedikitpun merasa lucu. Tapi justru ekspresinya membuat tawa yang sedang cangkrukan kembali meledak.

Wah, ternyata warga Bubutan banyak juga yang ikut nonton acara tebang pohon itu. Mungkin mereka ingin membuktikan, apakah penebangnya semaput lagi seperti dulu atau tidak. Rasa penasaran membuat warga menyemut.

Lumayan tegang juga melihat prosesi tebang bungur itu. Pertama Pak Tebang menyulut dupa di bawah pohon, lalu berdoa khusuk. Setelah itu memutari pohon sambil menyebar kembang tujuh rupa. Terakhir, ia memanjat dengan hati-hati sambil bawa kapak dan.. sarung!

Eh, ternyata sarung itu buat menampung dan mengangkut turun dahan dan ranting yang sudah dipotong agar tidak menjatuhi genting. Pinter juga ya Pak Tebang mendiversifikasi fungsi sarung!

Satu setengah jam kemudian, seluruh cabang dan ranting sudah gundul. Tinggal prosesi terakhir yang ditunggu-tunggu, menebang batangnya. Semua menunggu dengan harap-harap cemas.

Nyatanya lancar saja. Tak sampai setengah jam, batang bungur itu sudah berdebum mencium bumi. Para penonton pun sorak-sorai seperti baru memenangkan pertandingan.

"Setane kalah! Setane KO!" kata mereka membata rubuh.

Bwa ha ha.. setan KO? Memange pertandingan tinju?


Saat sedang bersukacita itulah, tiba-tiba Bu Salam yang sedang bikin kopi ambruk kesurupan. Ia mengerang-ngerang. Suaranya besar dan berat seperti lelaki! 

Kontan saja seisi warung geger. Spontan saya bereaksi. Saat saya bentak dan saya tanyai namanya, jawabnya hanya hah huh hah huh.😠 

Wah, mati kutu saya. Biasanya saya mengatasi lelembut yang merasuki tubuh dengan cara saya ajak bertengkar. Lhah ini malah ketemu lelembut bisu! Repot, ndes!!

Bu Salam belum sadar, eh.. tiba-tiba anak-anak yang merubung Warsal pada bergelimpangan kesurupan. Awalnya hanya satu orang, tapi lama-lama menular ke sebelah-sebelahnya hingga enam anak. Semua nggeblak sambil meracau!

Wadooo.. perlu trik khusus inih! Segera saya suruh Teduh sopir untuk mengeluarkan mobil box PS. "Keluarkan mobilnya dari garasi sekarang. Arahkan ke kerumunan orang. Bunyikan klakson  terus-menerus!" perintahku.

Meski agak bengong, Teduh melaksanakan perintahku. Saat mobil box meluncur dari garasi PS ke kerumunan sambil membunyikan klakson, orang-orang berteriak, "Awass, ketabrak!! Minggirr!!"

Beberapa anak yang kesurupan spontan bangun dan berlari menjauh. Satu dua yang masih ambruk saya pencet bagian tengah cuping hidungnya keras-keras sambil saya bacakan ayat Kursyi. Langsung njondil dan lari menyusul teman-temannya.

"Weh, entuk-punya metode penyembuhan seka endi sampean?" tanya Cak Bambang heran.

Saya cuma senyum, sambil memberi isyarat agar Teduh kembali memasukkan mobil ke garasi.

"Tinggal Bu Salam. Gimana tuh?" tanya Cak Bam.

"Sebenarnya ada trik yang cukup mujarab, tapi saya tak berani ngomongnya ke Pak Salam," ujar Cak Ir.

"Apa itu?"

Cak Ir membisikkan satu kalimat ke telinga Cak Bam. Cak Bam ngikik sambil menutup bibir. "Ha ha ha.. Biar nanti saya yang ngomong!" ujarnya pendek.

Segera Cak Bam memanggil Pak Salam, lalu bisik-bisik di telinganya.

"Ah, temen tah iku?" tanya Pak Salam ragu.

"Peno cobak ae. Sing penting Bu Salam waras kan?" tegas Cak Bam.

Pak Salam manggut. Dengan ragu-ragu ia mendekati Bu Salam yang masih meracau, lalu membisikkan kalimat yang diajarkan Cak Bam.

Tiba-tiba tubuh Bu Salam tersentak. Melek, bangkit, uceg-uceg mata, kemudian mengambil uleg-uleg dan mengacungkan ke Suaminya.

"Kurangajar! Wani temen, tak uleg sampek lembut koen!"


Cak Bam, Sugeng dan Cak Ir tertawa sambil semburat lari menyusul Pak Salam yang sudah nggendring duluan!

Tinggal saya yang diam terlongong-longong ketumpahan sumpah serapah Bu Salam. "Gaplek pringkilan, tuwek-tuwek pethakilan!" semburnya keras.

Waaa.. gaswat kiye, ndes! Tapi biarlah. Yang penting bu Salam sudah waras. Tandanya sudah bisa ngecepret lagi!

Sorenya, Cak Bam nanya lagi soal penyembuhan kesurupan dengan "tabrak mobil". Saya jelaskan saja, memang benar saat itu ada satu-dua yang kesurupan. Tapi yang lain sebenarnya hanya ketularan. 

"Semacam histeria massa kerana ketakutan atau kaget gitu lah. Maka kalau dikageti atau ditakuti lagi dengan yang lebih hebat, biasanya akan sadar," jelasku angas, agak ngawur sedikit. Tapi efektif, kan? He he..😂

"Ngomong-ngomong, apa yang sampean bisikkan ke Pak Salam, kok saat diteruskan ke Bu Salam langsung bikin sadar dan ngamuk?" tanyaku kepo.

"Salam saya suruh ngomong, 'aku mau kawin lagi' Ternyata manjur betul, Bu Salam langsung njenggelek!"

"Bwa ha ha ha! Tapi Bu Salam kan sedang kesurupan, kok dia dengar ya?"


"Sedang sehat, sedang kesurupan, sedang sakit keras, atau sedang sakaratul maut sekalipun, kalau dengar mau dimadu, perempuan pasti akan bereaksi!"

Wooh, begitu ya?


Tapi buntut kalimat itu sungguh dahsyat. Hingga berhari-hari, Cak Bam dan Cak Ir tak berani ngopi di Warsal. Mereka kena black list!

"Takut juga ngadepi pasangan galak campuran itu," kata Cak Ir.

"Satunya ngancam mau nylurit, satunya mau nguleg-uleg. Bisa jadi perkedel kita!" sambung Cak Bam.

Ha ha ha! Makanya hati-hati dengan lisan! 
[hsz] 

To be Continued...

Untuk Anda yang belum baca siri cerbung yang sebelumnya,
Anda boleh lihat disini linknya;
  Misteri Nusantara  

Courtesy and Adaptation of Novels by, Nursodik Gunarjo
Kredit Ilustrasi Image; Doc, Romy Mantovani 

#indonesia, #kuncen, #misteri#misteri

VIDEO: 

MISTERI RUMAH HANTU TEPI JALAN HIGHWAY WUJUD SELEPAS TENGAH MALAM 👹


No comments