MISTERI KUNCEN, Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading

<img src="fazryan87.blogspot.com.jpg" alt="MISTERI KUNCEN, Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading">

MISTERI KUNCEN, Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading

Cerita Bersambung (Cerbung) @ Horor, Humor & Komedi,
Untuk Hiburan Para Sahabat saat 'Dirumah Aja', #Lockdown


Kata Pengantar,

Untuk Sahabat yang minat/doyan cerita horror. Maaf sebelumnya pada kisah ini bahasa dalam karangan ini seperti bahasa rojak @ sekerat belut, sekerat ular (Bahasa Minangkabau "sapotong baluik sapotong ula" hehe)..tapi bisa juga difahami akhirnya..Bacalah mudah"an Asyik.

Ada beberapa kalimat pada thread ini, sengaja masih ditulis dengan kalimat bahasa asal penulisnya (bahasa-loghat Jawa) Namun, jika ada kalimat yang tidak difahami silahkan tulis diruang komen pertanyaannya,Terima Kasih.

Agar diketahui, thread ini di publish, hanya untuk berbagi kisah, tidak untuk merugikan pihak-pihak terkait, cerita gamblang tanpa sensor untuk menghadirkan suasana yang memang real.

Tajuk thread ini 'Kuncen' bermaksud, kawasan pemakaman-kuburan, yang ada di kawasan-daerah, Kota J
ogjakarta (Jogja-Yogya) Provinsi Jawa Tengah. Indonesia.


Bagi Anda, yang pernah kuliah di University, misalnya Universitas 
Gadjah Mada (UGM) Kota Jogja pasti tahu Daerah Kuncen, yang mengisahkan banyak kisah misteri.


Di bumi ini, manusia tidak hidup sendiri. Ada entiti lain yang hidup berdampingan dengan kita tanpa kita sadari. Entiti itu ialah mahkluk astral atau lumrahnya sering disebut hantu. Nah, berhubungan dengan hal itu, pada artikel kali ini Blog Fortuna Media akan mengisahkan thread tentang tempat angker yang berkaitan dengan hantu-hantu tersebut 


Tentunya, untuk Anda yang suka/minat dengan dunia mistik, paranormal, misteri akan suka membacanya. Yups, kita baca sama-sama ya, guys.!


Chapter I Part 1, KUNCEN

Waktu mahu Sipenmaru tahun 1987, orangtua saya sedang lagi miskin-miskinnya. Jangankan ikut bimbel (bimbingan belajar/Tuition), sekadar beli formulir saja tak punya duit. Kerana nekad, saya hutang 25 ribu rupiah ke bulik-makcik saya untuk beli formulir.  

Test Sipenmaru dapat di PUML 45 (UGM) tepatnya di gedung Sekip
(sekarang MAP).   


Biar ngirit-jimat, selama persiapan Sipenmaru saya numpang tidur di rumah milik kakak teman saya di Kuncen, Wirobrajan, Jogjakarta, Jawa Tengah yang sehari-hari di fungsikan sebagai tempat mengaji.
"Tak usah bayar, asal mau bantu ngajari mengaji anak-anak kampung,"
ujar kakak teman saya.  


Okelah...Hanya saja, rumahnya pas di tepi kuburan. Dindingnya sudah pada growong-bolong. Hawanya singup dan agak bikin bergidik.  

Kata si empunya, dulu rumah itu tempat tinggal Embahnya yang profesinya  Kuncen (penjaga makam-kuburan).  

Suatu malam, antara tidur dan bangun, tiba-tiba tempat tidur saya terasa  berderak. Ada bunyi dengung yang aneh. Penasaran, saya tengok bawah ranjang. Astaghfirullah..ternyata ada batu nisan! 'Wuungg...kontan kepala saya serasa membesar dan bulu kuduk-tengkuk saya meremang'.  

Belum hilang takut saya, tiba-tiba teman saya nongol-muncul dari samping bilik sambil mecucu-meluru setengah misuh,

"Jindul, Ki jik malam Khamis, Ndesss!!!!"        


RUMAH ANEH

Dari awal saya sudah ada feeling kalau rumah itu aneh. Bukan hanya batu nisan di  bawah tempat tidur yang bikin ganjil, tapi juga kerana letaknya yang menjorok masuk ke kuburan. Iki sakjannya rumah apa cungkup, sih?  Begitu pertanyaan batin saya. 

Jujur, jika disuruh milih, sebenarnya saya tak sanggup tinggal di situ kerana singup. Tapi mau dimana lagi?  Ngekos jelas tak punya duit. Ya wis, bismillah  saja ... 

Hari  pertama tinggal  di  rumah Kuncen itu, teman-teman sesama "bokeker" kata lain dari "have no money at all" dari Wonosobo, Jawa Tengah (Saya, Aris, FX Sutarso, Unang) sudah punya cerita masing-masing tentang keganjilan rumah itu.

"Semalam aku ditabrak sesuatu. Tapi tak jelas apa,"  ujar Aris. 

"Aku tidur seperti dibekap,  nih leherku sampai merah," kata Tarso sambil  menunjukkan bercak seperti bekas dicupang, yang membuat kami terkikik-ketawa, tapi ya itu, bulu leher tetap saja njegrak (tegak meriding)


"Bangku ngaji pada bergerak sendiri. Pagi-pagi saya harus merapikan lagi,  padahal jelas sorenya sudah ditata anak-anak yang piket," lapor Unang. 


Saya pun tak ketinggalan langsung plodrah tentang tempat tidur yang berderak  dan suara dengung aneh itu. 

Untungnya, kami berempat bukan tergolong bocah yang sangat penakut. Jadi,  ya...sepakat dihadapi saja.  


Dengan prindang-prinding tentu saja."Ra enek critane setan mangan uwong,"  (Tidak ada ceritanya syaitan makan orang) kata Tarso.   
Bener juga, ya...Wong yen kepepet ki jebul isa kendel tenan. 

Hari kedua sehabis mengajari Juz 'amma dan anak-anak ngaji sudah pulang,  saya kebelet pipis (sesak buang air keci). Kamar mandi ada di luar rumah,  bersebelahan dengan sumur senggot, sumur yang timbanya pakai bandulan  batang bambu yang diberi pemberat (Maaf, yang  merasa millenial googling  saja ya, apa itu senggot).


Sakjannya saya merasa horor juga bebersih pakai air sumur itu. "Lha piye, kan  letaknya di kuburan. Kalau ada yang meninggal, dikubur, njuk mulai rontok  jasadnya, kalau hujan kan sari patinya meresap ke air tanah"..."Ya, apa tidak? Apa ya tak mrembes ke sumur juga"?

Tapi kerana si empunya rumah meyakinkan bahwa sudah luamaaaa banget, sejak zaman jahiliyah, tidak ada orang dikubur di situ, ya akhirnya saya  dan kawan-kawan pakai air sumur itu juga. Hehe  ...

Keluar pintu dapur yang mengarah ke kamar mandi, saya mak jegagik, kerana  senggot timba ujug-ujug bergerak naik sendiri. Saya hanya njuwowos.   

Ketika saya periksa, saya pegang, ada airnya! Banyu tenan iki, Ndess!


"Alhamdulillah, matur nuwun Mbah, sudah diambilkan air," ujar saya takzim. Tapi sumpah...saat itu juga rasa kebelet pipis saya hilang. Tak tahu itu isi kemih (kencing) pada merembes ke mana ?
  

WEDI (TAKUT)

Malamnya saya kelop-kelop, tak bisa segera tidur. Kebayang-bayang, kok bisa-bisany timba senggot munggah dhewe (naik sendiri). Logika fisikanya sih, masuk Pak...,kerana senggot beratnya memang pas menurunkan. Naiknya enteng kerana pengaruh beban di ujung bambu. Bisa saja tadi sore ada anak mengaji yang nurunin timba tapi "lupa" menaikan. Gitu aja dah mikirnya,  biar tenang ... 

Tapi mata ini tetap saja tak mau tidur. Agak senewen(gila) juga kalau nanti tiba-tiba ranjang saya berderak lagi seperti semalam.  


Tapi saya tunggu-tunggu kok tak goyang juga, ya? Mungkinkah yang hobi  mengguncang lagi malas malam ini? 


Iseng-iseng saya melongok ke bawah ranjang. Ya, memang betul ada batu  nisan di situ. Nisan tenan (betul), Ndes, bukan Nisan Diesel. 


Tampak sudah sangat kuno, dan sebagian tertutup tanah. Nalar (Reason-point) saya kembali berputar. Bisa saja itu nisan cadangan yang disiapkan jika ada yang meninggal. 


Toh, Mbah yang punya rumah ini dulunya juru kunci makam. Apa salahnya menyiapkan nisan cadangan buat yang suka mati mendadak? Lagi, kalau memang di bawah nisan itu ada orang mati sungguhan, Ya, kenapa? Wong mati kau fikir, siksa kubur wae wis mumet, kok kurang kerjaan menggoyag-goyag ranjang -katil orang! 


Gotcha...ketemu sudah misterinya. So, sejatinya tak ada yang tak logik di  rumah ini. "Yang bikin takut itu ya fikiranmu dhewe-sendiri,"  begitulah kata-kata bagus yang saya pinjam dari FX Sutarso, karib saya sang jagoan neon dari  Sumberan Wonosobo. Lesss...Tak sadar saya tertidur. Sangat lelap.  


Sampai tengah malam tiba-tiba ada yang mendesak tubuh saya dari samping dengan sangat keras, sesosok tubuh berselimut kamli (selimut warna loreng zebra) lawas-(lama). Tentu saya kaget setengah mati, ¾ mati malah!  Saat saya buka selimutnya...ternyata...Lhadalaah...  jebul Tarso! Nafas Si Gondrong itu tampak tersengal dan wajahnya pucat pasi koyak pucuk jenthik-telunjuk ditali karet-getah. 


"Mengapa, Nda?!" tanya saya kepo.
"Aku disikep (dipeluk erat) meneh! Aku disikep meneh-lagi!" ujarnya gagap. 


"Siapa yang nyikep, lelaki apa perempuan ?" 


"Mbuh-(Entah). Gedhe,Dhuwur (Besar Tinggi). Tapi tak tampak mukanya. Trus hilang!"


"Ah, mimpi kau mungkin!" 


"Mimpi apa, ini lho, tengok!"  ujarnya sambil memperlihatkan lehernya. Wow ...ada bekas parut merah memanjang, seperti bekas kecupan di sana.


"Herpes kuwi," celetuk saya sok tahu. 


"Herpes Mbahmu salto!  Kemarin juga kejadiannya seperti ini. Disikep terus muncul tanda di leher,"  katanya. 


Saya meringis. "Tak mungkin makhluk halus segitunya kalau suka pada seseorang"?  Dua malam dua kali cup-cup. Lumayan juga...Ndess, bagi jomblo (bujangan-single) ... 


"Sudah tak usah takut, So. Yang  bikin takut fikiranmu sendiri, kan?" ujar saya  menasihati. Tarso mungsret sambil bibirnya njegadhul sak kemenge, kena skak  mat-(checkmate) kata-katanya sendiri.


“Duuhh... takut betul Aku, Nda. Bulu makhluk yang memeluk saya dhiwut-dhiwut. Hii hii...  Baunya apak. Pelukannya kuat banget. Untung saya bisa lepas,"  tuturnya dengan mata melirik kanan-kiri. 


Semprul. Jadi ikut takut juga aku ini. "Kulitnya kasar-kasar gimana, gitu." "Ya sudah, tak usah dibahas neh," protes saya.


"Rambutnya..." "Stooop!! Cerita yang lain aja!!" bentak saya sewot. Sudah ketakutan, malah diterus-teruskan.  


Jindul tenan OWG! Walhasil, malam itu Tarso tidur seranjang dengan saya. Tepatnya tak tidur sih, lha wong sesak je, ranjangnya. Apa lagi 
Tarso, terus-terusan berusaha memeluk saya kerana takut.


 Jiah... gilo tenan! Malam  itu malah jadi horor yang super horor buat saya,  Ndesss!!!
 

GUDEG  BASI

Sejak kejadian Tarso dipeluk "Mak Dhiwut", selama tiga hari berikutnya tak ada kejadian aneh. 

Mengherankan juga. Mungkin Lelembut ada cuti atau tanggal merah juga, ya?  


Tapi hari kelima malam Khamis, eh, sore guys, kerana kejadiannya masih sekitar jam 18.00, atraksi horor mulai lagi. 


Saat itu Aris sedang kena piket-(tugas) menyiapkan buka puasa (kami biasa puasa Isnin-Khamis). Berhubung tak mau susah, ia usul beli nasi gudeg Bu Sri saja di Pasar Kuncen. Kami semua sepakat. Selain enak, harga gudeg juga terbilang murah. Seporsi nasi gudeg krecek dengan lauk tahu tempe dan telur separoh cuma Rp225. Tambah teh gula batu jadi Rp250.

Sementara Aris beli nasi gudeg, saya, Unang, dan Tarso, menyiapkan bangku dan bebersih tempat untuk ngaji.

Oh ya, gaes...biar pun Tarso itu Katholik-nya kebangeten (saking taatnya), tapi dialah yang paling rajin menyiapkan tempat untuk mengaji. Kalau ada Al Qur'an atau Juz  'Amma berantakan atau  erserakan di lantai, dia yang paling kencang  teriaknya. "Hei..ini isinya wahyunya Allah, Nda. Mbok dihormati dengan baik!"  

Biasanya kami bertiga yang Muslim njawab, "Nggih, Pak Ustaz", dan dia akan  mengacungkan dua jempol sambil nyengir. 


Pas bedhug Magrib, Aris datang membawa bungkusan "mbriyut isi gudeg sak kancanya".


"Cantholke nggon cagak sik,(Gantungkan disana dahulu) Nda. Jamaah Maghrib dulu" ujar Unang. Kami pun berbuka puasa dengan air putih, lalu sholat bersama, minus "Ustaz" Tarso, tentu saja. Hehe... 


Rampung Sholat Maghrib, kami duduk melingkar layaknya kenduri. Sido makan besar ini, Dab! Saat membuka bungkusan nasi, tiba-tiba Aris  menggumam lirih,   "Astaghfirullah..segane (sesaat) sayup, basi!"
"Hah...kok bisa, kan tadi masih panas?"


Stop dulu!!!...kok bisa nasi masih hangat kok basi, kenapa gerangan ya? Baca di siri berikutnya ya, To be Continued..
_____________

Dictionary ;
-Sipenmaru; Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru,University
-Bimbel ; Bimbingan Belajar.

Courtesy to (Karya; Nursodik  Gunarjo)
Adaptasi dari judul asal '
KUNCEN Kisah Perjalanan Menembus Gadjah Mada'  

Editor; HSZ/FortunaNetworks.Com
Kredit Ilustrasi Image; 
pinterest.com.

No comments