MISTERI KUNCEN, Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter I Part 7]
MISTERI KUNCEN, Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter I Part 7]
WAITING FOR GAMA
Saya lihat gerombolan si Berat makannya sangat lahap. Sementara saya menyuap tertahan-tahan.Membayangkan wang yang harus keluar, nasi tiba-tiba serasa sekam, daging ayam serasa potongan sandal.
Susah ditelan terdampak galau. Gimana tak galau. Kalau saya semua yang bayar, alamat saya tak bisa bayar ongkos sampai rumah!
Masak mau patungan-share lagi? Tak mungkin. Mereka pasti menolak.
Hampir setengah jam, gudeg saya baru habis.
Kawan-kawan sudah ribut takut ketinggal bas. Saya pun mengambil dompet sambil meringis. Apa boleh buat, Saya terpaksa menghampiri Bu Sri yang masih juga tersenyum manis.
"Pinten, (How much), Bu?"
"Apanya sing pinten?"
"Lha gudeg-e Saya dan sekawan..."
"Halah... Masak. Untuk Pak Ustaz takkan pakai membayar. Njenengan(Saudara) saja ngajari anak saya mengaji tak pakai bayar pun."
"Lho... jadi ini gratis??"
"Tis... tis!"
"Subhanallah... matur nuwun (thanks you), Bu. Moga-moga pinaringan rezeki berlimpah ruah," doa Aaya."Aamiin!"
Meninggalkan warung langkahku terasa sangat ringan. Kami berjalan sambil bersiul-siul. Indahnya pagi ini... Sambil mencegat Kopata Saya mencecar Tarso.
"So, memang kamu tahu anaknya Bu Sri yang namanya Rizal?"
"Enggak!"
"Kok kamu bilang, sing larene (yang suaranya) bagus?"
"Cah, kalau tak tau makan ilmu glembuk ya gini ini!
"Emak-emak ki bakal klepek-klepek saja disanjung anak-e bagus. Buktine ya Bu Sri mau. Senyum terus, tak?"
"Trus untungnya apa?"
"Lha, nasi gudegmu tak membayar kan kerana itu, Ndesss!"
"Woooo... dasar lelaki penuh tipu daya!!!"
READ MORE
MISTERI KUNCEN, Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading
MISTERY BALAN-BALAN, SILUMAN PEMAKAN MAYAT
SEASON FINALE
Malam itu Saya menginap di rumah Pakdhe di kota Wonosobo. Alasannya sederhana: Besok pengumuman Sipenmaru! (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru, University)Lho, jadi apa hubunganya Sipermaru dengan menginap?
Begiini lho sodara-sodari yang sok milenial, Saya tinggal di kecamatan terjauh dari ibukota kabupaten Wonosobo. Meski masih termasuk Indonesia....tapi Indonesia bagian kemringet.
Deskripsi kampung saya menurut BPS adalah: "Adoh ratu cedhak watu. Adoh lonceng cedhak celeng. Adoh pupur cedhak kapur." ("The queen is near the stone. The bell is near her head"). Tapi yang paling kritis adalah... " Adoh koran cedhak doran" (away the newspaper near the fireplace (gagang pacul).
Ya, gara-gara tidak ada koran (the newspaper) itulah, Saya bela-belain mengungsi ke kota. Maklum the one and only media pengumuman Sipenmaru saat itu, Ya, cuma koran. Mau pakai radio atau tivi, tidak mungkin lah, kerana pasti penyiarnya bicaranya berbusa-berbuih kayak deterjen B-29 jika harus baca nama yang diterima satu per satu. Hehe..
Pagi sepagi-paginya Saya sudah sampai ke Toko Buku Sukirman Jalan. Sudagaran, Wonosobo. Eh, gerombolan si Berat ternyata sudah ada di sana.
"Aku lepas sahur langsung ke sini!" kata Aris.
"Aku sejak tengah malam," ujar Unang tak mau kalah.
"Lha kamu, So?" tanya Saya ke Tarso.
"Sejak zaman penjajahan Aku sudah di sini!" ujarnya ketus.
Kami pun mrenges bersama. Sudah lama kami rindu peringisan-gurauan begini.
Konon menurut sas-sus, toko Sukirman adalah agen koran Suara Merdeka dan Kedaulatan Rakyat yang bukanya paling pagi di dunia. Tapi ternyata khabar itu bohong belaka.
Buktinya sampai jam 07.07 belum buka juga tokonya Mbah Kirman.
"Untuk edisi Sipenmaru ini korannya baru selesai dicetak jam 04.00. Sudah dikirim tapi belum sampai sini," kata penjaga toko dari balik jendela.
Wadooww..padahal yang ngantri sudah berjejal-jejal. Ada seratus orang lebih. Majoriti orang tua-tua (bapak'e, ibuk'e, lik'e, pakdhe', kakak, tetangganya si calon mahasiswa).
Dan.. Saya yakin, semua belum sarapan!
Jam 09.21 koran Suara Merdeka baru datang. Tapi ya amplop, cuma dikirim 10 eksemplar! Itu pun harga per-eksemplarnya Rp1000.
Wah, mahal bingit! Padahal biasanya maksimal Rp50.
Sementara khabar terakhir, Kedaulatan Rakyat sudah habis diborong orang Yogya begitu keluar dari regol percetakan. Yang luar kota dipersilahkan ngemut jari.!
Kakek'ane tenan (betul)! Hanya perlu 10 detik, koran edisi khusus itu sudah habis dibeli oleh barisan antri terdepan.
Yang kesalnya lagi, mereka tidak sudi memperlihatkan sedikit pun koran itu pada yang lain. Malah seorang ibu yang dapat duluan, langsung memasukkan kertas berharga itu ke balik kutangnya. Yaahh...siapa yang berani menjarah kalau sudah masuk ke safe deposit yang itu? Tak pelak kami pun bercericit tak puas.
Untunglah si empunya toko berbaik hati menempelkan satu eksemplar (koran jatah Mbah Kirman sendiri) di pintu toko.
Tapi kerana lembaran pengumuman Sipenmaru formatnya bolak-balik dan yang baca berebutan, walhasil dalam waktu singkat koran itu pun sukses tercabik-cabik.
Duh, Saya pun terpaksa pulang dengan tangan hampa. Mau tahu nasib aja sulitnya begini. Bingung juga, mau lihat di mana lagi nih pengumuman? Saat sedang termangu di perempatan jalan, tiba-tiba seorang anak seumuran SMP nyamperin Saya. "Sipenmaru, Mas!" katanya sambil menyodorkan koran yang tebalnya minta ampun.
Wah, pucuk dicinta ulam disayang. Kok dia bisa punya?
"Berapa, Dik?" tanya saya cepat.
"Rp2.500, Mas."
"Wuiikk... mahalnya!"
"Santai Mas..Tak beli juga tidak apa-apa, kok Mas," ujarnya sambil ngeloyor pergi.
Eiitt! Terpaksalah saya rebut, bayar jreng, tak pakai patungan (kongsi-share)."Weh, bakat bisnis juga ini anak, atau tepatnya bakat makelar".
Sampai di rumah Pakdhe', koran Saya beber di lantai.
Mata langsung action cari nama Saya. Tentu yang pertama Saya cari adalah PUML 45 (UGM) Jurusan Teknologi Industri Pertanian.
Ada 60 orang yang diterima, dan nama Saya... tidak ada!
Saya scroll berulang-kali, tetap saja nama Saya nihil.
Ah, masak sih, Saya tak diterima di UGM? Lalu apa gunanya Saya melucu-melawak selama ini? Terus ngapain si Mbah yang di sumur Kuncen membisiki Saya, "lulus.. lulus".
Pasti dia khilaf! Nyatanya Saya dapat predikat yang biasa nongol di undian permen (gula-gula) ndhog cecak: "Anda belum beruntung!". Jadi pilihan pertama gagal!!!.
Tak sabar mata langsung pindah ke PUML 43 (UNDIP) Jurusan Teknik Mesin.
Ada 55 yang diterima...Tapi lagi-lagi nama Saya absen!
Ada nama Gunarto di sana. Selisih sedikit dengan nama Saya. Tapi jelas bukan salah ketik kerana nama depannya Seto. Jadi pilihan ke dua gagal juga.
Sambil deg-deg plus, Saya buka PUML 44 (UNS) Jurusan Komunikasi.
Ada 80 yang diterima..Dan nama Saya bertengger di angka 50.
Saudara-saudara Saya sudah ribut kasih selamat.
Tapi Saya masih mbidheg seperti tiang letrik.
Bukannya tidak senang diterima di UNS Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret), tapi sedih kerana Saya tidak bisa membobol pintu UGM (University Gadjah Mada)
"Yah, tak apa-apa. Kali ini dikau lepas dari genggamanku.
Tapi kapan-kapan, Aku pasti berlabuh di persadamu.."
Hai, UGM! lain kalilah tunggu kedatanganku" tekad hati Saya.
Malamnya, Saya baru tahu bahwa cuma Aris yang berhasil masuk UGM (MIPA). Unang, ter-eksitasi ke Unpad (University Padjadjaran), dan Tarso singgah di UNSOED (University Jenderal Soedirman)
Cocok dengan mimpi Saya. "Lulus„" tiba-tiba bisik lirih itu terdengar lagi. Saya hafal betul, itu suara si Embah yang di sumur Kuncen!..Dia ngledek Saya..Tapi, kok dia ada di sini?..kangen (rindu) kali!!!.
Cerita Nursodik di KUNCEN Yogyakarta selesai, selanjutnya di siri ke-8 dan seterusnya, tentang kisahnya di UGM SOLO, dengan judul "W 4 G" singkatan "WAITING FOR GAMA. To be Continued...
Courtesy to (Karya; Nursodik Gunarjo)
Adaptasi dari judul asal 'KUNCEN Kisah Perjalanan Menembus Gadjah Mada'
Editor; HSZ/FortunaNetworks.Com
Kredit Ilustrasi Image; pinterest.com.
Kredit Ilustrasi Image; pinterest.com.
No comments
Post a Comment