MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 36]
MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 36]
Cerbung (Cerita Bersambung) Horor, Humor, Komedi, Lucu, untuk hiburan para SahabatWAITING FOR GAMA
LANJUTAN CERBUNG KUNCEN
BELUM SELESAI...
FORTUNA MEDIA - Laporan KKN Dawungan tebalnya sak alaihim: dua buku kuarto sampul batik cap Gelatik penuh. Tulisan tangan, ndes! Meski dikeroyok berlima, sumpah, nulisnya sampai ciker sak Casilas-e!
Sesungguhnya, menurut pedoman KKN, laporan mesti diketik pakai komputer. Tapi berhubung WS, CW dan Lotus belum beredar sampai WBK--Wonogiri Bagian Kemringet, ya terpaksa di-hawe alias hand writing.
Ada satu rental komputer di dekat kantor kecamatan Jatiroto, tapi saat saya datangi sedang setengah tutup. "Tombol enter di keyboard-nya hilang, Mas!" ujar penjaganya.
Kok bisa-bisanya tombol enter hilang? Komputer DOS tanpa enter ya percum tak berguna. Sama saja bohong. Tak beda dengan mas-mbak KKN yang jomblo absolut tapi mengaku kehilangan kekasih!
Hebatnya, laporan setebal itu cuma memuat kegiatan utama. Semua ada 25 projek skala besar dan kecil. Ada perbaikan jalan dan jembatan, pembangunan Mushola, tugu batas Desa, renovasi kantor Desa, pembuatan bak air bersih, jambanisasi. Stop... yen(bila) disebut kabeh (semua) malah ngebak-ngebaki W4G...
Sedangkan kisah tentang lelembut, Kyaine, gak bisa mandi, dientup tawon (lebah), ngocor bareng(bersama) sapi(lembu), rebutan pentol, dan ratusan kisah tragik-komik-romantik lainnya, cukup ditulis di lobus frontalis otak masing-masing. Kerana kata Koes Plus, memori itu, "terlalu indah dilupakan, terlalu sedih dikenangkan" he he...
Jangan salah, keberhasilan tidak melulu berupa membangun sarana fisik, namun juga yang non-fisik. Misalnya, berkat KKN, warga menjadi lebih sering mandi kerana tak lagi takut menggunakan sumur Koh Swie. Ini cocok dengan program memasyarakatkan mandi dan memandikan masyarakat.
Keberhasilan Juni dan Setyo mengubah baris-berbaris Hansip menjadi tidak "mBagong" juga pantas dicatat sebagai prestasi. Maklum selama ini Hansip Dawungan terkenal kerana langkah tegapnya yang paling nyeleneh sak jagat raya.
Keberhasilan lain adalah Duo R yang mampu menggerakkan ibu-ibu untuk mengolah buah jambu mete menjadi sirap. Catat ya.. sirup. Sekali lagi sirup! Bukan anggur yang bikin Polo dan Mbahe ndleming, serta sapi teler berat, ha ha ha..😂
Tapi yang paling fenomena adalah keberhasilan menghidupkan kembali kesenian Kethoprak yang mati suri. Sebenarnya peranan para gondes KKN hanya mengompori warga agar kembali berlatih, sambil tentu saja terlibat menjadi pemain. Ternyata itu saja cukup untuk menyulut antusiasme warga dan para Pamong Desa. Apalagi ada Retno yang selalu bersedia berperan sebagai ratu, uhuii...
"Sepanjang hidup saya sebagai Polo, KKN ini adalah yang terbaik!" puji Polo sesaat setelah latihan Kethoprak di balai Desa.
"Ah, yang benar, apa alasannya?" kejar Retno penasaran.
"Kerana pada KKN sebelumnya, saya belum menjadi Polo!"
Woo.. rung tau disemprot Maido wong iki, batin saya.
"Tapi benar, kok. Baru pada KKN kali ini saya merasakan nikmatnya 'terbang' naik jambu mete," seloroh Polo.
"Itu kecelakaan, pak. Jangan diulang-ulang. Bikin saya sedih, hiks..," jawab Ranti sambil meringis.
"Dan baru pada KKN ini pula saya bebas dari kemarahan Bupati," imbuh Polo.
"Nah, asyik inih... Gimana ceritanya, kok bisa begitu?" desak Widi tak sabar.
"Siang itu saya dan Kades (Ketua Desa) seluruh Jatiroto yang Desanya belum lunas PBB-nya dipanggil Bupati. Semua diminta menghadap satu-persatu, dimarahi habis-habisan Tapi saat giliran saya, Pak Bupati kaget, malah nyangoni saya, dan menyuruh saya pulang."
"Kok bisa?" tanya kami makin keheranan.
"Beliau kasihan melihat wajah saya yang bengkak, kerana dientup tawon wit Trembesi yang saya unduh bersama Mas Gun itu..."
Bwa ha ha ha..!
Di balik bencana selalu ada hikmah. Di balik entup ternyata ada wang saku menanti. Apik tenan nasibmu, Lho! Yuk, mari.. ramai-ramai me-masyarakatkan entup dan mengentupkan masyarakat!
Cuma satu yang masih membuat hati gondes KKN masygul: judi masih belum bisa dihapuskan dari bumi Dawungan. Meski sudah diimbau melalui rapat dusun dan rapat desa agar mengurangi judi, imbauan itu hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.
"Sudah menjadi tradisi, sulit menghilangkannya," ujar Polo.
"Oke lah, mungkin perlu waktu. Cuma kita minta, di perpisahan besok jangan ada ceki!" kataku.
"Kita lihat saja..." jawab Polo pendek.
Malam itu Balai Desa Dawungan pecah oleh tawa. Pentas kethoprak gabungan perangkat Desa - KKN benar-benar mengocok perut. Desa yang semula gelisah mirip Republik Keluh Kesah kerana dihantam kemarau, malam itu berubah menjadi Republik Dagelan.
Acaranya sih perpisahan KKN, tapi tak ada setitik pun air mata duka tumpah. Justru airmata suka bercucuran, saking banyaknya yang ketawa sampai nangis.
Apalagi Polo yang memerankan abdi dalem, benar-benar bestir kelas wahid. Ada saja celoteh kata-kata tajam nan lucu untuk "menghabisi" para Kadus yang jadi nayakapraja, dan "nggarapi" Jaka Tarub-Nawang Wulan yang diperankan pasangan Juni-Retno.
"Aslinya dia memang dagelan yang kebetulan jadi Polo, bukan Polo yang sedang ndagel!" bisik Ridjan, Kadus Tretes.
Setuju. Kebetulan yang betul betul betul.
Di tangan Polo Sarmin, cerita Jaka Tarub pun habis diplesetkan. Mulai putri yang badannya kecut kerana mau mandi gak ada air, panggilan sayang Jaka Tarub yang diubah menjadi "Jack", dan nyolong selendang yang diubah menjadi nyolong pentol, membuat cerita legenda itu jadi penuh ger-geran dan membumi.
Namanya pentas dari rakyat untuk rakyat, para penonton boleh ngeyel jika tidak setuju pada jalan cerita. Pun boleh request endingnya mau bagaimana. Hancur-hancurit deh... Tapi tetap segar seperti anggur jambu mete, he he he...😂
Yang nonton kerig lampit, dari bayi sampai kyai, dari bocah sampai simbah, dari denok sampai simbok, dari mas sampai miss, semua berangkat. Herannya, khusus malam itu gak ada warga yang takut sama Kyaine. Inilah fenomena mati ketawa ala Dawungan. Mati ditubruk macan gak papa, yang penting ngekek!
Saya yakin Kyaine malam itu boring hebat. Mau keluar cari ternak malas, gara-gara warga sibuk nonton kethoprak dan woles pada rasa takut. Kan gak keren makan kambing di rumah kosong yang gak dijaga. Memangnya macan apaan? He he he..
Satu hal yang patut saya syukuri, kemeriahan pentas itu membuat warga lupa pada judi ceki. Sesuai cita-citaku, perpisahan KKN harus bebas dari judi. Dan sekarang, Dhimpil, Dengkek, Senthun, dkk, ngruntel di laci meja, karena para gambler sedang sibuk di sekitar panggung.
Wajar jika saya berdoa, "Ya Allah.. sukacitakan mereka hingga Subuh, sehingga gak ada waktu lagi untuk menggelar ceki!"
Benar saja, pentas baru berakhir saat mas Ilham mengumandangkan azan Subuh. Kami pun pulang ke Posko dengan perasaan lega luar biasa. Pertama, kerana pentas sukses besar. Kedua, kerana judi batal digelar.
Baru saja merebahkan tubuh untuk menikmati sisa malam, tiba-tiba terdengar suara ribut di halaman. Saat saya intip, Astagaaaa... ternyata puluhan orang sedang menurunkan meja bundar tanpa kaki di halaman!
"Lho.. lho.. lho.. siapa yang nyuruh ngangkut meja bundar ke sini?" tanya Polo.
"Tak ada," kata Mas Slamet, salah satu pengurus Karang Taruna yang ikut manggul meja.
"Kok dibawa ke sini?"
"Lho... ini malam terakhir... malam perpisahan. Tadi kita sudah perpisahan dengan mas-mbak KKN. Sekarang kita akan perpisahan dengan meja ini," terang Mas Slamet.
"Dhiapurmu, Met! Licin bener lidahmu cari alasan!" sungut Polo sambil setengah tertawa, setengah mrengut.
Saya yang merasa terusik langsung bangun dari tempat tidur. Melihat Mas Slamet tetap nekat menggelar tikar dan menata meja bundar, saya geleng-geleng kepala.
"Jadi... tetap mau judi juga?" tanyaku kesal.
Polo cuma angkat bahu.
"Mahu mulai pagi ini juga?" kejarku.
"Ya. Kan sampean jam 08.30 sudah berangkat. Biarlah waktu sebelumnya kami sejenak berkumpul sambil mbanting Dhimpil di sini," kata Polo sambil menunduk.
Jam 05.30, pasukan gambler sudah memenuhi halaman. Langsung saja angrem di seluruh meja. Tak berapa lama, suara ketipak kartu dan denting wang receh beradu dengan meja pun memenuhi suasana.
Hairannya, dalam sekejap makanan dan minuman aneka rupa berdatangan dari empat penjuru arah. Sangat banyak, seperti jamuan lebaran saja.
"Sampean menyuruh warga bawa makanan ke sini?" tanya Ranti.
Polo menggeleng. "Rasa cinta yang mengundang mereka ke mari," ujar Polo masih dengan menunduk. Wooooh...
READ MORE;
Misteri Nusantara
Novel Collection
Novel @Horror, Mystery, Ghost, Fantasy & Romance
Akhirnya kami berkumpul di halaman, menyaksikan pertunjukan yang ganjil itu dengan perasaan campur-aduk...
Jam 08.00, kami dikagetkan derum mesin truk yang ujug-ujug memasuki halaman rumah Polo. Lebih kaget lagi, ternyata kernetnya Sarman, sang pemecah rekod proklamaton.
"Haa.. lewat mana? Kan jembatannya runtuh?" tanyaku.
"He he.. tadi bikin jalan dulu, lewat kebun dan kali!" jawab Sarman.
Ternyata, truk itu memang disiapkan warga untuk menjemput kami! Sungguh kejutan yang luar biasa! Bayarannya.. ternyata pakai uang yang saat itu ada di meja bundar! Semua dikeruk, dimasukkan tas kresek dan diberikan ke sopir tanpa dihitung lagi!
Tanpa banyak bicara, warga langsung menaikkan barang-barang kami ke atas truk. Gak cuma tas dan kardus, berbagai makanan, pisang, nasi, lauk, juga turut dinaikkan.
Kami berusaha mencegah, tapi apa daya tangan tak sampai, karena tubuh kami dipegangi emak-emak. "Sudah, mbak-mas duduk manis saja," kata bu Polo.
Tepat jam 08.30, kami pamitan. Banjir air mata tak tertahankan saat kami salam-salaman. Tak Polo, tak perangkat, ibu-ibu, bapak-bapak, adik-adik, semua mewek(nangis).
"Bajindul tenan kalian, Ndes... Pakku meninggal saja aku tak nangis. Lha ini ditinggal dhiapurmu yang gak jelas anak siapa, kok aku ndrodos ngene..." ujar Polo mingseg-mingseg sambil memelukku.
"Aku juga bajindul, Pak.. ninggalke sampean yang jelek, kecil methisil kok ya nangis.." kataku sambil mengusap mata.
Acara mbrebes mili tetap berlanjut, meski truk(lory) sudah bergerak menuju Kecamatan. Entah kenapa hati ini seperti terpenggal dan serpihannya jatuh di Dawungan.
Saat dari jauh melihat jajaran meja bundar yang segera terisi lagi setelah kami pergi, kami merasa ada tugas yang belum selesai.[hsz]
To be Continued...
Untuk Anda yang belum baca siri cerbung yang sebelumnya,
Anda boleh lihat disini linknya; Misteri Nusantara
Courtesy and Adaptation of Novels by, Nursodik Gunarjo
Editor; Romy Mantovani
Kredit Ilustrasi Image; pinterest.comVIDEO ;
No comments
Post a Comment