MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 3 Part 39]
MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 3 Part 39]
Cerbung (Cerita Bersambung) Horor, Humor, Komedi, Lucu, untuk hiburan para SahabatWAITING FOR GAMA
LANJUTAN CERBUNG KUNCEN
MISUH IK..
FORTUNA MEDIA - Lulus kuliah jadi pengangguran, ah, itu sih mitos. Tapi khusus untuk saya lho ya, he he..😂 Saya memang sempat nganggur, tapi cuma 8.640 menit! Tanggal 1/10/93 saya wisuda (graduet), 4/10 saya sudah kerja. Uniknya, tak pakai melamar.
Ceritanya, dua hari setelah wisuda saya tetirah ke Surabaya. Niatnya cuma pengin tahu seperti apa rasanya "terbang" numpak-(naik) Sumber Kencono yang legend itu, sambil ngiras-ngirus menyampaikan bukti skripsi ke majalah PS yang menjadi objek penelitianku. Eh, kebalik ya...
Tidak tahunya, Pak Mohammad Ali, pemimpin umum PS (Majalah Panyebar Semangat), saat menerima skripsi bilang begini, "Mas, gak usah balik Jawa tengah. Mulai besok kerja di sini saja. Mau kan?"
Mosok takjawab "kan", ya tak mu'in lah, Ndes! Jawabannya tentu "mau". Fresh graduated kok ditawari kerja, ya rindhik asu digitik alias semrinthil mawon.. Maka per 4/10/93, resmilah saya diangkat sebagai redaktur PS.
Sebenarnya dibilang ajaib ya gak juga, kerana sejak kuliah saya memang sudah aktif menulis di PS. Ibaratnya, honor dari PS-lah yang membuat urusan saya dengan Maido bisa diselesaikan secara tunai. Cuma gak nyangka kalau sekarang honornya akan dibuat ajeg bulanan oleh PS.
Meski seperti dapat durian runtuh, namun dalam batin saya masih ragu kerana terngiang-ngiang ucapan Mbah Kung Sastroredjo, bapaknya-bapak. Saat itu tahun 1981--saya masih SMP--Mbah Kung yang sedang saya pijiti bilang, "Gun, kamu besok kerjanya di Mbah Imam Supardi".
Lha... kok ini malah dapatnya di PS?
Embuh lah (Entahlah).. mosok kualat sih jika tidak memenuhi ujaran Mbah Kung? Lagian saya yakin, Mbah Kung Sastroredjo saat itu asal ngendika saja. Memangnya Mbah tahu dari mana? Trus siapa pula Imam Supardi itu?
READ MORE;
Misteri Nusantara
Novel @Horror, Mystery, Ghost, Fantasy & Romance
The Story of The Prophet Muhammad SAW
Tapi di hari pertama kerja, saya dibuat ke-tenggengan di depan tangga Mushola PS. Di situ ada dua foto setengah badan berukuran jumbo. Yang satu, saya tahu betul, itu Dr Soetomo, pendiri PS yang juga pendiri Boedi Oetomo. Dan di sebelahnya, foto lelaki berkacamata yang sedang tersenyum.
"Nuwun sewu, Pak Ali, yang di sebelah Pak Tom itu foto siapa, nggih?"
"Oh, itu pimpinan redaksi PS pertama, Pak Imam Supardi!"
Mendengar jawaban Pak Ali, tiba-tiba wuuung..😇 kepalaku serasa membesar. Bulu kudukku meremang. Mulutku ternganga. Untung tidak kelebon laler!
"Ada apa kok kaget begitu?" tanya Pak Ali.
Saya cuma menggelengkan kepala, mencoba tersenyum, sambil menata detak jantung agar kembali ritmik.
Wooh... Jadi ini orang yang disebut Mbah Kung 12 tahun lalu! Terbukti sudah, bahwa Mbah tidak ngasal (asal sembarangan). Cuma heran saja, bagaimana beliau bisa tahu kalau cucunya mau kerja di kantor Mbah Imam?
Gedung PS adalah gedung kuno peninggalan Belanda. Termasuk cagar budaya yang gak boleh diubah. Namanya bangunan Belanda, temboknya tebalnya sak waladzolin dan amat kukuh. Pokoknya, paku pasti nyembah-nyembah minta ampun kalau disuruh nembus tembok ini.
Ada dua gedung yang dimiliki PS. Gedung Utara untuk ruang redaksi, artistik dan tata letak. Sedangkan gedung Selatan untuk percetakan dan TU. Jangan pikir di dalamnya penuh alat canggih. Selain mesin cetak rotasi Goss Community bikinan tahun 1950 dan mesin cetak dua warna Heidelberg keluaran 1973, semua peralatan masih manual belaka.
Saya sendiri mendapat fasilitas mestik(mesin ketik-typewriter)manual Olympia buatan tahun 1941! Tak pelak, kalau mau ngetik saya harus membungkuk hormat lebih dulu, kerana beliau jauh lebih tua dari saya! Hehehe.. jadi mengingatkan waktu ngetik skripsi dengan gondeser di Tegalkuniran...
Gaji saya Rp6.500 per hari. So sebulan dengan 5 hari kerja, pendapatan total Rp162.500. Itu bersih, gak perlu dicuci. Yen dicuci duite teles, ndesss! Eh, maksudnya sudah termasuk kos.
"Disediakan mess di kampung Ketandan Punden, satu kilometer dari sini. Saya juga tinggal di sana," kata redpel (redaksi pelaksana) Pak Basuki.
Terkejut dua kali saya. Pertama, kerana dapat mess. Kedua, kerana ada kata-kata Punden! Lhaah.. Punden kan artinya dekat-dekat dengan kuburan! Mosok saya mau tinggal di dekat kuburan lagi? Bosan ah!
Faktanya, Ketandan Punden memang bersebelahan dengan Ketandan Bong. Artinya, ya kuburan itulah! Disebut Punden kerana di kampung ini ada makam pepunden Ki Buyut Tondo, tokoh masyarakat yang sangat dihormati pada zamannya.
Duuhh.. apes tenan, apa malah beja tenan iki jenenge? Mosok tiga periode nggondes kok selalu ditakdirkan di dekat atau bahkan di atas makam! Moga-moga saja suasananya tidak seseram Kuncen atau Tegalkunir xan.
Yang jelas, Surabaya hawanya sepanas jet kolet. Orang Inggris bilang, 'the hot is not public', panase ora umum! Atau, 'the hot is potato-potato', panase kenthang-kenthang! Tapi arek Surabaya bilang, hot is no what-what, panas gak pa-pa! Kerana konon panas itu memang disengaja oleh Tuhan agar penjajah tak betah.
"Coba kalau Surabaya adem, Belanda dan Inggris pasti masih pada angrem di sini!" ujar Cak Bambang, kawan satu mess. He he.. ada-ada saja. Baru tahu bahwa ternyata penjajah pergi dari Surabaya itu kerana.. sumuk!
Satu lagi yang khas, Surabaya langsung pesan bakmi Cak Sarkawi beberapa porsi untuk nraktir warga PS. Eh, adalah 'the most cursing town in the world' alias kota termisuh nomor satu di dunia! Saya yang sudah di-diklat dan di-bimtek misuh selama empat tahun di Maido saja masih ternganga-nganga kalau dengar arek Surabaya ngomong.
"Nglethak suruh sak gagange. Tuku gula diwadhahi pincuk. Gak misuh ya gak rame. Dudu Surabaya iku cuk!" kata Cak Ikin, penghuni lainnya, dengan kidungan, parikan khas Surabaya.
Wooh.. ngono ya?
Tentu saya harus membiasakan 'telinga Jateng' saya dengan bunyi-bunyian rascal itu. Juga dengan bahasa thok-leh yang kadang membuat sakit hati. Maklum, arek Surabaya itu kalau ngomong tunjek poin, gak pakai muter-muter kayak wong Solo. Tapi adaptasi kuping itu sulit juga ternyata!
Contohnya saat Cak Fadil lay-out tiba-tiba bilang, "Gun, koen arek anyar, teka langsung mak bedunduk kerja! Gak sopan iku! Mangan-mangan dhisik apa-a. Gak duwe dhuwik tah koen iku!"
Wuaah.. mendengar kalimat itu, mak prepet.. telinga saya langsung mengangah seperti kepiting rebus! Tak pelak, sorenya saya, melihat pesanan mie datang, kawan-kawan malah terheran-heran...
"Lhaah.. kok ditraktir temenan iki, rek.. yak apa critane?" ujar Fadil kaget.[hsz]
To be Continued...
Untuk Anda yang belum baca siri cerbung yang sebelumnya,
Anda boleh lihat disini linknya; Misteri Nusantara
Courtesy and Adaptation of Novels by, Nursodik Gunarjo
Editor; Romy Mantovani
Kredit Ilustrasi Image; Doc,Romy Mantovani
No comments
Post a Comment