MISTERI KUNCEN, Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 20)


<img src="fazryan87.blogspot.com.jpg" alt=MISTERI KUNCEN, Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 20)">

MISTERI KUNCEN, Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 20)

WAITING FOR GAMA  

Kebetulan kerana PUML-nya 44 (Solo), maka bisa dikumpulkan di UNS (University Negeri Solo). Tesnya besok juga di UNS. Jadi tidak usah keluar ongkos. Siang itu Bu'  Sri memepet saya saat mencuci bersebelahan.

Kali ini wajahnya tampak segelap awan cumulonimbus. Tampaknya petir kata-kata akan segera berkilatan.

"Jadi beli formulir juga, rupanya!"
ujarnya tajam.
"Ya, Bu'  ... dibelikan Tekek."
"Mahu mendaftar di UGM lagi, kan!?"
"Ya, Bu', salah satunya. Teknik Mesin UGM."
 "Pokoknya saya doakan tidak lulus! Awas kalau ke UGM betulan nanti!!"
sambar Bu'  Sri sambil melengos pergi.

Woo ... kok gitu?
Kan aku tidak hutang dirimu, Bu'. Aku juga tidak lagi berminat menyapukan halamanmu. Kok masih marah? Ah, biarlah. Biar kafilah menggonggong, anjing tetap berlalu. The show must go on.

Kali ini Saya akan pakai formula Meyek, "Beli sekali, sesudah itu kapok." Semoga saja saya tidak kecanduan beli formulir seperti Meyek beli CJK!

Sekira jam 15.00 Saya sedang membongkar soal-soal Sipenmaru yang saya pinjam dari kamar si Mitro, ketika sekonyong-konyong Om Taruno Wagiyo datang bertamu sambil menenteng bungkusan martabak.
"Apa itu, Om?"
"Hayaa...ini oleh-oleh owe buat lu olang semua!"
ujarnya dengan wajah bersinar.

Waah, tumben.. Padahal si Om terkenal pelitnya, dari pelit masih ke sana lagi. Ada apa ini?

"Syukuran ya, Om?" Ia cuma mengangguk.
"Dapat nombor?" tebak saya.
Sekali lagi ia mengangguk.

Saat si Om beringsut pergi, sepintas saya lihat sesuatu menyembul di jari manisnya. Setelah saya amati, olala ... ternyata ia memakai cincin perak mengkilat dengan mata batu akik putih bening dengan noktah merah di tengahnya!

Gindul ... ternyata barang yang kemarin saya cari-cari dia kekepi sendiri!

Hampir saja saya rebut barang itu. Tapi ketika ingat betapa ribetnya hidup saya dengan batu akik sialan itu, akhirnya saya ikhlaskan. Biarlah...tampaknya si akik sudah menemukan tuan rumah yang pas sekarang!

Kawan-kawan yang sedang ngethimel tentu tidak faham, apa hubungannya martabak dengan senyum si Om yang baru nembus CJK.

Tapi saya sangat mahfum apa yang sesungguhnya telah terjadi. Dalam batin saya hanya bisa berdoa, semoga besok-besok order las-las-an Om Taruno tidak mangkrak kerana ditinggal molor!

Pagi di bulan July 1988 itu terasa menyengat, saat mata Saya bersirobok dengan pengumuman hasil utul (ujian tulis) Sipenmaru. Ternyata untuk kedua kalinya, Saya ... tidak lolos!

Tekek adalah Gondeser Tegalkuniran yang paling terpukul oleh kenyataan itu, sampai-sampai ia bercucur air mata.

"Sedih aku, Ndes! Tak rewangi golek hutangan nggo nglunasi formulirmu, malah ora katut!"
ucapnya sambil mimblik-mimblik.

Saya pun tak sanggup berkata apa-apa. Toh, manusia hanya bisa berusaha. Allah Ta'ala. yang menentukan hasilnya.

"Kegagalan adalah sukses yang tertunda, Kek!" ujar saya sambil menepuk bahu Tekek.

"Betul, Ndul. Tetapi kegagalanmu adalah makan yang tertunda. Kerana kita berdua sekarang sama sekali gak punya wang!"

"Jindul, ik! Kamu aslinya sedih kerana saya tidak diterima Sipenmaru, atau kaerana tak bisa makan?"


"Dua-duanya," jawab Tekek sambil nyengir. Benar juga, ya. Saat sedang bingung, tiba-tiba muncul Bu'  Sri dengan wajah secerah mentari pagi.

"Tidak diterima di UGM, kan?" tanyanya renyah. Saya menggeleng lemah.

"Jos! Ternyata doa saya diijabah!" Sebelum saya sempat membela diri, Bu' Sri menoleh ke Tekek sambil berkata,

"Mas Teguh, tolong semua kawan dikabari, nanti malam kita kita syukuran dengan makan bersama!" "Siap, Bu!" sambut Tekek dengan wajah banar.

Malam itu kami benar-benar dijamu makmal(makan malam) ala kenduri. Saya sendiri yang disuruh ndo'ani. Kawan-kawan dan Bu'  Sri mengamini.

Duhh ... baru kali ini, kegagalan dirayakan dengan suka hati.
"Tahu begini, sering-sering aja kamu gagal, Ndul!" bisik Mitro sambil nyekikik. Gondes tenan, Owg!!

Baca juga; MISTERI KUNCEN, Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 19)


 KERONCONG ANTI KERONCONGAN

Sipenmaru (Seleksi Ujian masuk University) tidak hanya menguras emosi, tapi juga finansial: Saldo ATM (Anti Tilepan Maling) sor (bawah) bantal saya mendadak minus. Tapi menurut buku primbon karangan Hari Gondes Sumitro, "Ana dina ana upa, ana obah ana gabah" (ada hari ada nasi, ada gerak ada gabah).

Maka Saya sama sekali tidak khuatir soal asupan-suplay) bahan pokok. Sudah ada yang mengatur! Seperti sore itu, ujug-ujug Pak Edy (lulusan Seni Rupa yang dulu tugas akhirnya separoh saya garapkan) mengajak saya main keroncong di Kusuma Sahid Prince Hotel (KSPH), tempatnya bekerja.

"Ini keroncong beneran, bukan keroncongan?" tanya saya.
"Iyalah. Kalau keroncongan kan, perutmu. Eh, kamu bisa pegang gitar, kan?" "
"Bisa!"
"Pegang ukulele?"
"Bisa!"
"Maksudku memainkan ..."
"Oh ... nek iku gak pati enjos (begitu bisa), Pak!"
"Who ... ra kacek! Yen mung nyekel thok, bayi ya isa! Tapi gak papa, ikut saja sambil kenalan dulu,"
ujarnya meyakinkan.

Wis, embuh! Tahu-tahu sore itu saya sudah nggonceng Vespa warna telur bebek Pak Edy sambil membopong gitar menuju hotel.

Weh, setil tenan, kayak seniman!
"Tukang melodinya lagi sakit. Nanti kamu saja yang menggantikan," ujar Pak Ed.
"Waah ... tapi saya kan belum tahu, melodi keroncong itu seperti apa," ujar saya khawatir.
"Pak Ed tahu?"
"Ora!" Week ... bul ra kacek juga!


Sampai di lokasi, ternyata keroncong sudah main, minus melodi. Pak Ed langsung memberi isyarat agar saya join saja. Waduuh ... kalau sekadar genjrengan sih biasa. Lha ini, langsung action di hotel! Ditonton para tamu dan turis asing pula? Gemrobyos, Ndes!

Tenang wae. Londo-Londo (OmPutih) itu juga gak mudeng (tak faham) muzik keroncong. Kita ngawur, sana juga gak tahu, kok!" nasihat pak Ed sambil nggejig (nginjak) sepatu saya.

Saya manggut sambil nyengir kecil. Wis, pokok'e ngetutke wae. C, A minor, D minor, ke G, ke C lagi.

Pokok'e kalau zaman sekarang ya,  kayak klip lagunya Kuburan, lah.Tapi rasanya lagu demi lagu mengalun demikian perlahan, panjaaang ... gak rampung-rampung.

Efek dari grogi saya...Jam 22;00  pas, pertunjukan usai. Saya langsung lari ke toilet. Perut saya mules terdampak stres selama dua jam penuh.

Keringat membasahi kaus Rollingstone saya, sampai bisa diperah.

Wah, jindul ... Aku diplonco pak Ed yen ngene iki!
"Mainmu unik. Juma'at depan ikut lagi, ya!" kata salah seorang pegawai KSPH sambil memasukkan amplop kecil ke saku jeans saya.

Amplop, Ndes! Hambok sumpah, seumur hidup belum pernah sekalipun saya dikasih amplop. Moga-moga isinya signifikan. Aamiin ...

Ngomong-ngomong dia bilang main saya unik, Wong(Orang) Solo itu kalau ngomong memang bahasanya ajib. Saya tahu, sebenarnya dia pengin bilang "hueleek".

Tapi siapa peduli. Yang penting mingdep(minggu depan) Aku diajak lagi! Setelah ngobrol dan kenalan dengan pemain lainnya dan Mbak penyanyinya yang dari cakep masih ke sana lagi, kami dijamu makan malam oleh pihak hotel.

Menunya...Ya, Allah ... dari mewah masih ke sana lagi. Sangat mewah menurut ukuran saya. Tangan saya sampai gemetar, ingin ngambil semuanya, sebanyak- banyaknya.

Untung otak waras Saya masih bekerja, hehehe ... Surprise-nya lagi, saat pulang masing-masing diberi bingkisan yang entah isinya apa.

Wah, jan...uenak tenan(enak betul) kerja beginian. Disuruh seneng-seneng, sangu dapat, makan terjamin, bekal mantap.

Sungguh selaras dengan ideologi The Koster. Sampai di rumah-kos, bingkisan dibuka rame-rame oleh para Gondes. Isinya kue basah dan makanan kecil aneka rupa. Semua tampak senang dan bahagia, bisa menikmati makanan kelas hotel bintang lima.

"Untung kamu tak diterima di UGM, Ndes. Kalau di Jogja, kamu ngamennya di Ambarukmo, snack-nya tak bakal sampai ke sini," ujar Tekek sambil terus mengunyah.

Entah kenapa, mendengar kalimat itu hati saya merasa teriris-iris. Sedih, hiba, dan nelangsa campur aduk menjadi satu.

Duuhh ... Masuk kamar, jantung Saya dag-dig-dug berdebar tak karuan menggagas amplop yang tadi diberikan staf hotel. Berapa ya, isinya? Sedikit  tak apa-apa, yang penting bisa untuk mengisi ATM saya ...

Perlahan amplop putih itu saya buka. Isinya saya tarik pelan-pelan........

Stop isiné opo yo? Jangan-jangan isinya ucapan terima kasih, tunggu ya berapa duwit dalam amplop itu besok di nombor 21 ya. 

Untuk Anda yang belum baca siri cerbung yang sebelumnya, Anda boleh lihat disini linknya; Misteri Nusantara  
[hsz] To be Continued...

Courtesy and Adaptation of articles by Nursodik Gunarjo
Rep, Editor; Romy Mantovani
Kredit Ilustrasi Image; pinterest.com

No comments