Mengapa Istilah "Islam Moderat" Itu Membingungkan Kita
“There is no moderate or immoderate Islam. Islam is Islam and that’s it! In fact, there is only One Prophet Muhammad, and there is only One Allah, and there is only One Qur'an, and there is amongst Muslims only One Islam, hence there can be Only One Muslim. A Moderate Muslim is an oxymoron because there is no such thing as a 'Moderate Islam' " (Recep Tayyip Erdogan, Telegraph.co.uk, 22 June 2013)
Akhir-akhir ini kita biasa mendengar istilah 'Islam Moderat' oleh beberapa pemimpin di negara kita Malaysia.Dan pada era sebelum ini kita juga dengar istilah 'Islam Hadhari','Islam Madani'.Sementara di Indonesia kini muncul pula istilah pengkelompokan Islam yang disebut sebagai 'Islam Nusantara'.
Baca juga: Sebuah Kajian Ilmiah ‘Dinamika Tradisi Jawa Zaman Hindu-Budha Sebelum Islam Datang Di Nusantara.
Dari segi terminologi bahasa, istilah 'Islam Moderat','Islam Hadhari','Islam Madani''Islam Nusantara' sebenarnya kurang tepat. Kerana bisa membawa pada pengertian bahwa Islam Moderat dan sebagainya itu ,merupakan bagian dari jenis-jenis Islam yang banyak.
Kita harus menyatakan bahwa Islam itu satu dan tidak plural (banyak). Adapun yang nampak banyak, sebenarnya adalah ‘madzhab’, aliran pemikiran, pemeluk dan lain-lain bukan Islam itu sendiri.
Maka dalam kesempatan ini, artikel ini bertujuan untuk menanggapi tentang penggunaan istilah “Islam moderat” akhir-akhir ini kerap kita jumpai dalam banyak tulisan, baik dari kalangan Muslim sendiri atau yang lain.Yang pada mulanya dipopularkan oleh aktivis liberal Indonesia,Ulil Abshar Abdalla
Apa yang dimaksud dengan “Islam moderat”? Esei pendek ini akan mencoba menjawabnya.
Dalam bahasa Arab moden, padanan untuk kata moderat atau moderasi adalah wasat atau wasatiyya. Istilah “mutawassit” kadang-kadang juga dipakai. Islam moderat, dalam bahasa Arab moden, disebut sebagai al-Islam al-wasat. Moderasi Islam diungkapkan dengan frasa wasatiyyat al-Islam[1]Dan sebagian pemimpin kita di Malaysia menyebut 'Islam Wasatiyah'
Sesungguhnya berbagai istilah yang muncul belakangan ini seperti yang saya ungkap diatas "Islam Liberal' adalah ungkapan serapan dari Barat yang kemudian di sandingan dengan kata Islam. Tentu perkawinan kata tersebut sudah pasti mempunyai misi dan visi yang terselubung dimana jika tidak dilihat dan diteliti secara cermat akan menimbulkan berbagai problem yang mendera kaum muslimin.
Salah satu contoh kongkrit dalam masalah ini adalah,munculnya golongan yang menamakan diri mereka sebagai “Jaringan Islam Liberal”di Indonesia. Di tinjau dari segi terminologi, maka perkawinan kata yang menjadikan satu istilah khusus seperti Islam Liberal ini nampak sekali terlihat konsep dari masing-masing kata yang saling membentur (berlawanan)sehingga menghasilkan sesuatu yang confuse (membingungkan).
Bagaimana mungkin Islam sebagai agama yang sudah mempunyai aturan yang terikat dan jelas harus diliberalkan atau di buat sedemikian bebas sehingga Islam tidak lagi bersifat sebagai agama yang mengikat,namun agama yang bebas yang sesuai dengan kondisi zaman.
Maka istilah “Islam Moderat”.yang sering disematkan kepada orang-orang yang tidak kaku dalam memahami Islam.Misalnya dibenarkan menghadiri perayaan hari raya agama lain, memimpin do’a lintas berbagai agama, dan yang lain sebagainya.
Surat Al-Baqarah ayat 143, menjadi sebuah ayat yang favorit bagi kalangan liberalis tentang legitimasi terhadap istilah “Islam Moderat”, dan istilah ini di pertentangkan(berlawanan) juga dengan istilah lain yaitu “Islam Radikal”. Sehingga pada saat ini, Islam seakan-akan terbagi menjadi dua, antara yang moderat dengan yang radikal[2]
Ulil Abshar Abdalla, salah seorang aktivis liberal,memberikan pengertian Islam Moderat dengan menukil ucapan dari Tawfik Hamid, “Islam yang menolak secara tegas hukum-hukum agama yang membenarkan kekerasan dan diskriminasi. (Baca artikelnya yang berjudul “Don’t Gloss Over The Violent Texts” di Wall Street Journal, 1/9/2010).”
Dalam pandangan Ulil pun, Islam Moderat dalam bahasa Arab di istilahkan dengan “Al-Islam Al-Wasat.” Atau moderasi Islam yang kemudian ia ungkapkan dengan frasa “Wasatiyyat Al-Islam.“
Sehingga, secara eksplisit bisa disimpulkan juga, bahwa pengertian dari “Islam Radikal” yang menjadi lawan dari Islam Moderat adalah “Islam yang mendukung secara tegas hukum-hukum agama yang membenarkan kekerasan dan diskriminasi.
“Istilah ini, sebenarnya secara tidak langsung telah mendiskreditkan kaum muslimin yang memperjuangkan hukum-hukum syari’at agar bisa di tegakkan dalam kehidupan sehari-hari, baik secara pribadi maupun secara umum dalam bingkai yang lebih luas.
Tentu hukum-hukum Islam yang menjadi sorotan kaum Liberal dimana mereka anggap keras dan sarat dengan diskriminasidapat di lihat dari sisi yang pertama, yaitu dari aspek pidana Islam (Hukum Hudud) Seperti hukum potong tangan bagi pencuri yang sudah mencapai nishab, hukum qishash bagi pembunuh, hukum mati terhadap orang Islam yang murtad dan lain sebagainya.
Adapun sisi yang kedua, yaitu dalam aspek hukum perdata( undang-undang sivil)Islam. Seperti wanita muslimah tidak boleh menikah dengan lelaki kafir, dalam pembagian harta waris wanita hanya mendapatkan setengah dari laki-laki, wajibnya berjilbab bagi wanita yang sudah baligh, atau bolehnya poligami bagi laki-laki dan yang lainnya.
Dan yang terakhir, dari sisi yang ketiga adalah masalah hukum jihad fi sabilillah dan hal-hal yang berkaitan dengannya yang sering mereka sebut dengan istilah “perang suci”.
Jika memang yang di maksud dengan hukum yang keras dan diskriminatif adalah seperti yang dicontohkan di atas. Secara tidak langsung, tentu hal tersebut sudah masuk kepada ranah oto-kritik(self-criticism) terhadap syari’at Islam. Sehingga banyak syari’at yang harus di moderatkan, di robah secara total kerana sudah tidak relevan lagi pada zaman moden.
Lalu ujung-ujungnya, maka yang disuarakan kembali adalah meninjau ulang hukum-hukum Qath’iy, baik yang terdapat di dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits, maka semua itu harus di deskonstruksi,dan disesuaikan lagi dengan hukum tersebut bersifat dinamis.
Sebenarnya, kalau memang ingin merujuk secara jujur kepada definisi seperti yang telah diungkapkan oleh Tawfik Hamid di atas, tentu Rasulullah saw pun menjadi sorotan utama sebagi seorang Nabi yang telah mengajarkan kekerasan dan tindak diskriminasi kepada umat Islam. Karena beliau juga telah menerapkan syari’at Islam secara sempurna baik pidana, perdata, jihad atau yang lainnya. Lalu, apakah masuk kepada logika juga, bahwa Tawfiq atau Ulil itu Islam yang moderat, sedangkan Rasulullah dan orang yang mengikutinya adalah Islam yang radikal.
Ataupun, jika mereka mempunyai pendapat bahwa syari’at-syari’at di atas hanya cocok pada zaman Rasulullah saja,bahwa hukum-hukum Islam yang bersifat keras tersebut relevan untuk zaman dahulu dan tidak relevan untuk zaman sekarang, maka akan juga timbul pertanyaan kalau hukum-hukum yang di anggap keras tersebut hanya cocok untuk zaman dahulu saja.Mengapa Rasulullah saw menolak untuk membunuh orang-orang munafik yang terlalu sering memfitnah beliau? Bukankah pertimbangan beliau adalah, tidak menginginkan orang-orang kafir mempunyai keyakinan bahwa Muhammad telah membunuh sahabatnya sendiri?
Tentu keras atau tidaknya syari’at Islam itu tidak bisa di nilai dari perasaan satu atau sekelompok manusia saja, tetapi lebih kepada efektifnya serta maslahat yang terdapat dalam syari’at Islam yang di pandang keras tersebut.
Kesimpulannya:
Maka beberapa pemimpin negara kita Malaysia yang membuat kenyataan mengenai moderasi Islam, 'Islam Moderat' bagi beberapa kalangan cukup membingungkan. Pasalnya, seorang pemimpin negara Islam seperti Presiden Turki Erdogan, pernah secara keras menyatakan bahwa Islam adalah Islam. Erdogan sebagai Perdana Menteri Turki, menegaskan, bahwa istilah 'Islam Moderat' sangatlah buruk dan melukai ummat.
“There is no moderate or immoderate Islam. Islam is Islam and that’s it! In fact, there is only One Prophet Muhammad, and there is only One Allah, and there is only One Qur'an, and there is amongst Muslims only One Islam, hence there can be Only One Muslim. A Moderate Muslim is an oxymoron because there is no such thing as a 'Moderate Islam' " (Recep Tayyip Erdogan, Telegraph.co.uk, 22 June 2013)
Jika seorang pemimpin negara Islam seperti Turki saja bisa dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada Islam Moderat dan tidak moderat, kerana Islam adalah Islam, lalu mengapa ada para pemimpin kita misalnya mendabik dada sebagai 'Pemimpin Islam Moderat' sepertinya sengaja ingin mengkotak-kotakkan Islam di negeri ini!
Wallahua'lam.
Referensi;
[1] islamlib.com/
[2] Zakariya Hidayatullah/arrahmah.com/
No comments
Post a Comment