Kisah Jalaluddin Rumi, Khamr, dan Wibawa
Kisah Jalaluddin Rumi, Khamr, dan Wibawa |
Kisah Jalaluddin Rumi, Khamr, dan Wibawa
FORTUNA MEDIA -- "Kisah Kehormatan Yang Semu"ARAK [KHAMR] DAN WIBAWA. Syams Tabrizi kembali melanjutkan, “Padahal, hanya kerana dugaan satu botol minuman saja, semua penghormatan itu sirna dan mereka jadi meludahimu, memukuli kepalamu, dan hampir saja membvnuhmu. Inilah kebanggaan yang selama ini kau perjuangkan dan akhirnya lenyap dalam sesaat. Bersandarlah pada yang tidak tergoyahkan oleh waktu dan tidak terpatahkan oleh perubahan zaman.”
(Kisah ditulis ulang oleh Asnawin Aminuddin. Kisah ini banyak beredar di media massa dan media sosial. Kisah ini ditulis sendiri oleh Jalaluddin Rumi)
Jalaluddin Rumi yang bernama asli Jalāl ad-Dīn Mohammad Rūmī yang hidup pada abad ke-13 (lahir 30 September 1207, dan wafat pada 17 Disember 1273), adalah seorang penyair sufi Parsi, seorang theologi, dan seorang Ulama.
Salah satu guru Jalaluddin Rumi yaitu Syams Tabrizi. Nama aslinya Syamsuddin. Ia berasal dari Tabriz, salah satu kota di Negeri Iran. Kerana itulah ia lebih dikenal dengan nama Syams Tabrizi, artinya Syamsuddin yang berasal dari Kota Tabriz.
Usia Syams Tabrizi dua puluh tahun lebih tua dari Jalaluddin Rumi . Keduanya dikisahkan berkenalan pada tarikh 26 Jumadil Akhir tahun 624 H atau 28 November 1244 M.
Suatu hari, Jalaludin Rumi ketika masih muda, mengundang gurunya, Syams Tabrizi, ke rumahnya. Sang guru pun memenuhi undangan tersebut dan mendatangi kediaman Jalaluddin Rumi. Setelah makanan sudah siap, Syams Tabrizi lalu mengatakan sesuatu pada muridnya itu.
“Apakah engkau bisa menyediakan arak untukku?” kata sang guru.
Jalaluddin Rumi cukup terkejut mendengarnya, “Memangnya Anda juga minum (arak)?”
“Iya”, jawab Syams.
Jalaluddin Rumi masih terkejut, “Maaf, saya tidak mengetahuinya.”
“Sekarang kau sudah tahu. Maka sediakanlah,” kata Syams
Jalaluddin Rumi pun masih bertanya, “Di waktu malam seperti ini, dari mana aku bisa mendapatkan arak?”
“Perintahkan saja salah satu pembantumu untuk membelinya,” sang guru menimpali.
Kerana merasa wibawanya bisa jatuh, Jalaluddin Rumi pun mengelak, “Bagaimana mungkin. Kalau itu saya lakukan, maka kehormatanku di hadapan para pembantuku akan hilang.”
“Kalau begitu, kau sendiri pergilah keluar untuk membeli minuman itu,” kata sang guru.
“Seluruh kota ini mengenalku. Bagaimana bisa aku keluar membeli minuman?” Jalaluddin Rumi masih merasa ragu.
Sampai disini sang guru mulai tegas, “Kalau kau memang muridku, kau harus menyediakan apa yang aku inginkan. Tanpa minum, malam ini aku tidak akan makan, tidak akan berbincang, dan tidak bisa tidur.”
Kerana kecintaannya kepada Syams gurunya, akhirnya Jalaluddin Rumi memakai jubahnya, menyembunyikan botol di balik jubah tersebut. Ia pun lalu berjalan ke arah pemukiman kaum Nasrani.
Sebelum Jalaluddin Rumi masuk ke pemukiman tersebut, tidak ada yang berfikir macam-macam terhadapnya. Namun begitu ia masuk ke pemukiman kaum Nasrani, beberapa orang yang melihat terkejut dan akhirnya menguntitnya (mengikuti secara diam-diam) dari belakang.
Mereka melihat Jalaluddin Rumi masuk ke sebuah kedai arak. Ia terlihat mengisikan botol minuman kemudian ia sembunyikan lagi di balik jubah.
Setelah keluar dari kedai arak itu, ia diikuti terus oleh orang-orang yang jumlahnya semakin banyak. Hingga sampailah Jalaluddin Rumi di depan Masjid tempat dimana ia menjadi imam bagi masyarakat kota.
Tiba-tiba salah seorang yang mengikutinya berteriak sambil menyingkap jubah Jalaluddin Rumi: “Ya, Ayyuhan Naas, Syeikh Jalaluddin Rumi yang setiap hari jadi imam shalat kalian baru saja pergi ke perkampungan Nasrani dan membeli minuman.”
Orang-orang akhirnya melihat botol yang dipegang Jalaluddin Rumi. “Orang yang mengaku ahli zuhud dan kalian menjadi pengikutnya ini membeli arak dan akan dibawa pulang", orang itu kembali menambah perkataannya.
Orang-orang kemudian silih berganti meludahi muka Jalaluddin Rumi dan memukulinya hingga serban yang ada di kepalanya lengser ke leher.
Melihat Jalaluddin Rumi yang hanya diam saja tanpa melakukan pembelaan, orang-orang semakin yakin bahwa selama ini mereka ditipu oleh kebohongan Jalaluddin Rumi dan ajarannya. Mereka benar-benar tanpa belas kasihan terus menghajar Jalaluddin Rumi, bahkan ada yang berniat membunuhnya.
Kemudian, gurunya Jalaluddin Rumi, Syams Tabrizi tiba-tiba datang ke kerumunan itu sambil berkata, “Hai orang-orang yang tak tahu malu. Kalian telah memfitnah seorang 'alim dengan tuduhan minum khamr. Ketahuilah bahwa botol itu hanya berisi cuka untuk memasak.”
Namun beberapa di antara orang-orang itu tetap mengelak. Akhirnya Syams mengambil botol tersebut dan membuka tutupnya. Dia menuangkan isi dari botol itu di tangan orang-orang. Ternyata botol itu memang benar berisi cuka.
Akhirnya mereka sangat menyesal dan mulai memukuli kepala mereka sendiri. Orang-orang bersimpuh di kaki Rumi. Mereka menangis dan saling berdesakan untuk meminta maaf kepada sang 'alim tersebut dan menciumi tangan sang Sufi. Kemudian mereka pun pergi satu per satu.
“Ya Syaikh, malam ini engkau telah menyebabkan aku terjerumus dalam permasalahan yang besar. Kehormatan dan nama baikku menjadi ternoda. Mengapa kau melakukan semua ini?” tanya Jalaluddin Rumi pada gurunya.
“Supaya engkau faham bahwa wibawa itu hanyalah khayalan semata. Selama ini mungkin kau berfikir kalau penghormatan dari orang-orang seperti mereka adalah sesuatu yang abadi. Sekarang bisa kau lihat sendiri bukan?” kata sang guru.
Syams Tabrizi kembali melanjutkan, “Padahal, hanya kerana dugaan satu botol minuman saja, semua penghormatan itu sirna dan mereka jadi meludahimu, memukuli kepalamu, dan hampir saja membvnuhmu. Inilah kebanggaan yang selama ini engkau perjuangkan dan akhirnya lenyap dalam sesaat. Bersandarlah pada yang tidak tergoyahkan oleh waktu dan tidak terpatahkan oleh perubahan zaman.” [HSZ]
Editor ; Helmy Network
Image by www.pedomankarya.co.id/
VIDEO:
No comments
Post a Comment