KISAH SUFI, SANG KYAI [27]

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="KISAH SUFI, SANG KYAI [27]">

KISAH SUFI, SANG KYAI [27]

  • Pada siri ke-26 dalam pengembaraan "me-raga sukma" Sang Kyai telah dibawa oleh Dewi Lanjar, Penguasa Laut Utara Pulau Jawa ke Istana Kerajaan Lautnya.

  • Dan Akupun diantar, sampai pintu gerbang, dan ternyata kerajaan itu telah tak nampak, Aku telah ada di jembatan besi, di bagian arah Utara kota Pekalongan, Aku segera melesat pulang. Aku merasa pengalamanku itu suatu proses, dalam fikiran dan penilaianku. Jika kita mahu menguasai atau menjadi suatu penguasa suatu Daerah, dalam artian menaklukkan zahirnya. Maka taklukkan dulu batinnya. Dan Aku sangat berterima kasih dengan Kyaiku, yang telah membekaliku dengan ilmu raga sukma, yang ku rasakan amat banyak manfaat yang dapat ku ambil.

  FORTUNA MEDIA -  Malam mendekati pagi, baru saja Aku masuk lagi ke tubuhku, setelah me-raga sukma, ada mobil travel berhenti di depan rumah, sedang menurunkan penumpang. Ternyata adalah kakak perempuan Husna, Istriku. Dia baru sampai pulang dari Arab Saudi, bekerja sebagai TKW (Tenaga Kerja Wanita), namanya Asrifah. Aku tak begitu perduli, rumah Asrifah tepat di samping rumah yang ku tinggali. Sebelumnya jelas Aku tak kenal ada kakak perempuan Husna, yang bekerja di Saudi. Setelah ku tahu ternyata Mbak Asrifah telah berkali-kali menikah dan cerai. Entah sudah berapa kali. Selalu tak cocok dengan Suaminya, yang jelas saat itu sedang menjanda. Aku bukan orang yang perduli dengan urusan orang lain, sekalipun itu adalah saudara Istriku. Dan juga urusan Mbak Asrifah, Aku juga tak perduli.

Sampai suatu hari ku lihat, kok sering ada lelaki yang keluar masuk rumahnya, Padahal dia hidup 
sendiri. Maka, Aku pun mulai risih. Lalu Aku datang ke rumahnya ketika ada lelaki di rumahnya. Ku peringatkan agar jangan membuat aib keluarga, dan jika saling suka supaya cepat menikah. Jangan sampai digrebek orang kampung. Aku tak perduli lelakinya marah, atau Mbak Asrifah tersinggung. Jangan sampai sesuatu sudah terlambat. Sementara Aku diam saja.

 “Mbak, janganlah sampean sampai membuat hal yang memalukan keluarga. Jika memang niat nikah. Menikahlah dengan baik-baik. Niatkan mengikuti sunnah Nabi, dan mencari redha Allah..”  kataku setelah yang lelaki pulang.

 “Ah, itu urusanku…, kau ini kan adikku, tak sopan menasehati aku sebagai kakakmu.” 
katanya sinis.

“Ya, tidak apa-apa sampean tak mahu ku peringatkan, Aku kan cuma menyampaikan, ingat segala sesuatu yang menyalahi aturan itu pasti akan membuat diri susah.”  kataku mencoba sabar dan sehalus mungkin.

“Sudah kamu urusi keluargamu, jangan mengurusi diriku, jangan sok pinter, aku ini lebih 
tua, lebih mengerti hidup, daripada kamu yang anak kemaren sore.”  katanya masih sinis.

Ternyata walau sudah ku peringatkan tapi Mbak Asrifah tetap dengan lelaki itu tapi tidak bersama di rumah, seringnya janjian/dating di luar rumah, dengan meminjam motorku, tapi dengan alasan lain. Hari itu seperti biasa, meminjam motor, lalu pergi, Tetapi baru setengah jam pergi, dia sudah kembali, dalam keadaan motor dan orangnya diangkut becak. Kerana kecelakaan, kakinya keseleo dan luka-luka. Tetapi ada baiknya juga akhirnya dia tak pergi-pergi lagi.


Sampai pada suatu malam, tiba-tiba Mbak Asrifah menjerit-jerit kesakitan, jeritannya sampai keras sekali, kira-kira jam 3 dini hari, semua tetangga kaget, termasuk Aku yang dekat dengan rumahnya. 
“Haduuuh..! haduuh..! aku ini kenapa!? aku ini kenapa? aduuh..!”  begitu berulang-ulang. Aku yang sedang zikir, tenang-tenang saja, Husna dan saudara yang lain menengok, sebentar kemudian Husna memanggilku,

“Mas.., itu mbak Asrifah dilihat kenapa..!”  katanya kelihatan panik.

 “Lha kenapa?”

 “Tidak tahu…”


 “Ya sudah, disuruh diam saja, jangan teriak-teriak, besok dibawa ke  hospital, wong besok hospitalnya juga belum pindah.”  kataku, yang memang agak dongkol kerana tingkah lakunya.

Aku tak menengok, sampai besoknya dibawa ke hospital, Aku juga malas menjenguk. Apalagi Aku ini lelaki dan Mbak Asrifah itu perempuan, cukup Husna yang menengok, dan menunggui di hospital.

“Mas.. kok dirontgen/x-ray tidak ada penyakitnya?”  kata Husna waktu pulang dari hospital.

“Ya, mungkin hospitalmua kurang canggih..”   jawabku sekenanya.

 “Iya memang ini juga disuruh ke Semarang…”  jelas Husna.

 “Ya, sudah dibawa saja…” kataku,

Akhirnya mbak Asrifah dirujuk ke Hospital Semarang, di Semarang katanya penyakitnya tumor kelenjar, dan harus disinar-X agar tumornya hilang. Dan saran doktor pun dijalankan. Tetapi ternyata setelah melewati tahapan itu tetap saja Mbak Asrifah tidak sembuh. Dua minggu di hosoital, lalu pulang tetap saja kesakitan mengaduh-aduh. Membuat tetangga pada mengeluh kerana kerasnya suara mengaduhnya. Kerana tidak bisa diobati di hospital dan keadaannya makin mengaduh-aduh. 

 Maka keluarga pun mengusahakan lewat penyembuhan alternatif. Sementara Aku hanya melihat saja. Didatangkan berbagai paranormal, dengan berbagai cara menyembuhkan. Ada seorang wanita tua, yang menyembuhkannya dengan menggigit punggung dan bagian yang sakit. Disaksikan banyak orang, perempuan tua itu membuka mulutnya, sebelum mengobati.

“Kalian lihat semua, lihat mulutku ini, tak ada apa-apanya,”  kata perempuan tua itu, sambil membuka lebar-lebar mulutnya. Setelah dia rasa semua orang melihat, dia lalu menggigit tubuh Mbak Asrifah, dan dia membuka 
mulutnya. Maka dari mulutnya perempuan tua itu keluar kerikil sebesar kelereng. Begitu berulang-ulang, gigit sana-gigit sini, dan ada sekitar 6 batu kerikil dikeluarkan. Aku ndak mengerti pengobatan seaneh itu, Ya, Aku diam saja. Tetapi Mbak Asrifah setelah diobati tetap saja masih menjerit-jerit kesakitan. Semua orang jadi bingung.

Tiap hari selalu datang orang yang mengobati Asrifah, tapi semua tak ada yang membuahkan hasil, tetap saja Asrifah menjerit-jerit kesakitan, memang ku lihat juga kenyataannya amat kesakitan, sampai rambutnya pada rontok. Jika sakit sampai seperti itu tentu amat sakit sekali. Didatangkan lagi seorang paranormal tua, dari Jogja, mengakunya dia masih anak angkat Nyai Roro Kidul. Orangnya tinggi, umurnya mungkin 80an tahun, ketika mengobati Aku disuruh menemani.

  “Bagaimana penyakitnya mbah?”  tanyaku.

 “Ini memang disantet orang,”  kata lelaki tua itu,

Aku yang saat itu sama sekali awam dengan ilmu santet. Hanya berharap Asrifah bisa sembuh. Lalu lelaki itu mengeluarkan cambuk dari emas. Sepanjang setengah meter, tubuh mbak Asrifah dicambuki. Setelah itu tangannya disuruh mengulurkan, dan dari setiap jari mbak Asrifah dikeluarkan paku, juga jari kaki dikeluarkan paku. Aku tak kaget, juga tidak hairan. Cuma ku lihat saja paku dikeluarkan, lalu paku diberikan padaku

“Ini nanti ditanam di pekuburan.”  katanya memerintahku.

“Baik nanti ku tanam.” 
jawabku. Lalu pengobatan pun selesai, dia mengatakan besok akan mengambil Jin-Jin yang dikirim seseorang. Aku hanya mangiyakan, dan mengucapkan terima kasih.

Besoknya, kakek yang kemarin mengobati datang lagi, kali ini datangnya malam hari, dia membawa kendil, Aku merasa aneh juga. Anehnya waktu sebelum kakek itu datang, aura di rumah Asrifah pekat sekali, bahkan lampu rumah kelihatan dilapisi kabut hitam, sehingga cahayanya gelap. S
eperti kalau waktu siang, mendung di langit amat pekat. Tapi Aku tak memperdulikan itu, sepertinya ada serombongan Jin yang mendatangi rumah Asrifah, yang Aku tak tahu ini Jin dari mana?

Kakek itu telah memulai pengobatan, dia membakar kemenyan, bau kemenyan membumbung memenuhi udara, lalu dia membaca mantra minta Jin supaya masuk ke kendil dan seketika warna gelap seperti menyatu membentuk asap, lalu meluncur masuk ke dalam kendil, dan kendil pun ditutup. Dan pengobatan selesai, kemudian kendil dibawa untuk dibuang ke laut.

Berbagai macam keanehan dalam mengobati. Tapi Asrifah tak ada perubahan sama sekali, atau sebentar kelihatan tenang tak mengaduh-aduh. Tetapi sebentar kemudian sudah mengaduh-aduh lagi. Aku memutuskan menghadap Kyaiku, di Banten. Tetapi Aku bukan mahu meminta obat, sebab Aku sendiri tak ingin membebani Kyai, kerana apapun yang terjadi dan ku alami, Aku berusaha mencari,

solusi pada apapun yang ku hadapi. Aku menghadap Kyai.

 “Kyai… bagaimana cara mengobati orang yang terkena santet?”  tanyaku.

“Nanti kalau sudah saatnya bisa, kamu akan bisa sendiri.”  jawab Kyai, dan Aku mengiyakan.

Aku pulang lagi, dan beberapa hari kemudian Aku berangkat ke Jawa Timur, di Desaku ada orang yang biasa mengobati sakit kena santet, dengan metode dipindah penyakitnya ke kambing. Kebetulan yang mengobati itu Ayahnya temanku waktu di pesantren Sarang Rembang. Aku pun kesana. Walau dulu Mbak Asrifah tak baik denganku, menolong orang kalau bisa melepaskan diri dari ego pribadi yang pernah kecewa, Aku yakin setiap amal perbuatan walau sebesar biji sawi, akan diberi balasan sebesar keikhlasan orang yang melakukan amaliyah. Semakin seorang itu ikhlas, akan makin tak terbatas balasan pahala yang diterima.

 Sampai di tempat yang ku tuju, yang menemui temanku yang di pesantren itu

“Bagaimana khabarmu Yan..? Ku dengar-dengar kamu sekarang di Pekalongan.” tanya temanku itu. Setelah dia mempersilahkanku duduk.

 “Alhamdulillah baik Lil…, iya Aku mukim di Pekalongan.” 
kataku kepada temanku yang bernama Khalilullah.

“Ada apa Yan.. kok tak biasanya kamu main ke rumahku.”  tanya Khalil.

 “Maaf Aku merepotkan.”  kataku

“Ah, kamu ini tak biasa-biasanya basa-basi, ada apa?”

 “Anu Lil, Aku mahu minta obat kepada Ayahmu untuk Kakak Istriku yang sakit.” jelasku.

 “Sakitnya apa Yan?”

“Tidak tahu juga Lil, kata doktor sih sakit tumor kelenjar,  kata dukun sakit kena santet, jadi tidak tahu mana yang benar.” 
jelasku.

 “Tunggu aku panggilkan ayah..”  
kata Khalilullah masuk ke dalam.

 Ayahnya kemudian keluar, bernama pak Mahrus, perawakannya pendek kecil, Pak Mahrus, 
termasuk idolaku. Waktu kecil jika Aku menelusuri kisah pak Mahrus sangat memotifasiku dalam menjalankan suatu amaliyah. Dulu pak Mahrus ini orang teramat miskin, bisa dikatakan untuk makan sehari-hari pun sangat kekurangan. Padahal saudara-saudaranya adalah orang kaya, pernah kerana sudah dua hari tak makan, Istrinya Pak Mahrus, yang bernama Ibu Zulaikhah pergi ke rumah saudaranya untuk meminjam beras. Tetapi oleh saudaranya tak diberi hutang. Malah diberi beras segenggam yang di taburkan ke lantai.

“Itu beras ambil di lantai, itu ku berikan cuma-cuma, jika ku hutangkan maka kau pasti tak akan sanggup membayar, jadi ku berikan cuma-cuma, maka usaha dikumpulkan, orang ingin enak makan itu harus usaha, jangan asal minta-minta.”  kata saudaranya.

 Ibu Zulaikhah pun pulang dengan beras segenggam yang dia terima, dan menangis di depan Pak Mahrus, dan menceritakan yang dialami,

“Sabar… Sabar, dalam sabar itu ada pahalanya..”  kata pak Mahrus menghibur Istrinya.

Salah satu amalan Pak Mahrus adalah membaca sholawat pada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam sebanyak sepuluh ribu. Entah bagaimana awalnya, Allah Subhanahu Wa Ta'ala selalu memberi anugerah pada hamba yang disayanginya. Dan pak Mahrus mempunyai kelebihan bisa mengobati orang dengan memindah penyakit ke kambing. Perlahan tapi pasti Pak Mahrus makin terkenal. Dan pasiennya dari segala penjuru, sampai jalan jarak satu kilo meter macet jika hari minggu, kerana banyaknya orang yang datang berobat, dan cepat sekali pak Mahrus menjadi kaya raya, rumahnya yang kecil pun dibangun seperti hotel, tamu-tamu yang menginap pun bisa mendapatkan kamar yang nyaman. Dan dia tak pernah memakai tarif dalam mengobati pasiennya, berapa pun dia diberi maka akan diterima. Jika seseorang berpenyakit parah, dan orangnya kaya, lalu sembuh, tak jarang yang diberikan adalah mobil mewah sebagai rasa terima kasih.

Aku segera menceritakan tentang keadaan Asrifah, Pak Mahrus pun memberikan air dan kalung dari bundelan rajah,

“Dik… nanti kamu beli kambing di rumah, kalung ini kalungkan ke kambing, dan nanti setelah 3 hari dikalungi, kambingnya kamu potong, dan kamu kuliti dan kamu lihat apa saja di dalamnya itu ada luka atau hal aneh apa, Nanti kamu datang kesini lagi, guna melaporkan.”  jelas Pak Mahrus.

 “Lalu air ini untuk apa Pak?” 
tanyaku menunjukkan air yang di jerigen lima liter.

 “Itu untuk minum dan mandi si sakit.”  jelas pak Mahrus.

“Oh ya Pak, terima kasih.”  kataku sambil memberikan amplop berisi wang. Dan aku pamit pulang, sampai di Pekalongan Akupun segera membeli kambing, dan mengalungkan rajah ke kambing itu. Sehari tak apa-apa, wajar wajar saja kambing itu keadaannya. Tapi saat malamnya, kambing menjerit-jerit, sampai suaranya serak, ku lihat tak ada apa-apa, tapi kambing terus mbak-mbek tak henti-henti dan tak jemu-jemu, "hehehe,😄 jadi kayak irama lagu"

Esoknya ku lihat bulu-bulu kambing pada rontok, di saat tertentu juga begitu kambing menjerit-jerit. Jika dia dapat bicara mungkin masalahnya akan lebih mudah, dan kambing bisa ditanya, apa masalahnya. Sampai ia menjerit-jerit, tapi kambing ya tetap kambing, tetap tak bisa bicara. Aku sebenarnya kasihan juga sama kambingnya, sampai bulunya semua rontok, itu menunjukkan kalau sakitnya tidak main-main, masak kambing pura-pura sakit juga tidak mungkin. Tetapi pesan Pak Mahrus kambing harus dipotong setelah tiga hari memakai kalung. Jadi Aku tetap menunggu sampai hari ketiga. Sampai Aku sering mendekati kambing dan ku elus kepalanya, ku bilang agar sabar, sebentar lagi kalau nyampai tiga hari akan ku potong dan dia bisa bernafas lega, kerana pasti tak akan merasakan sakit lagi.

Anehnya Asrifah sudah tidak menjerit-jerit lagi, hanya kambing yang menjerit dengan suara itu-itu saja sampai suaranya serak. Sampai hari ke tiga, pagi-pagi sekali cepat-cepat kambing ku potong, dan ku kuliti. Dan sungguh 
mencengangkan, perut kambing telah bocor, ada lubang sebesar jari di segala tempat, sehingga isi perut keluar dari penampungannya. Dan di dalam perut kambing berisi gedebong/tandan pisang yang dicacah. Aneh kayaknya kambing tak makan gedebong pisang. Juga ada rambut manusia. Ada taring sebesar jempol tangan orang dewasa. Ada irisan ban mobil dan ada banyak kerikil sebesar telur puyuh, kayaknya barang-barang itu tak mungkin ada di dalam perutnya kambing, pantas saja kalau kambingnya kesakitan.

Barang-barang itu ku masukkan plastik, rencananya ku bawa ke rumah Pak Mahrus. Kalau organ, paru-paru dan hati kambing telah membusuk, bahkan telah berbau tak sedap. Aku hanya geleng-geleng kepala, merasa amat aneh. Dan barang yang ada di dalam tubuh kambing itu ku bawa ke rumah pak Mahrus, dan Aku kembali diberi air untuk diberikan pada Asrifah.

Aku bersyukur Asrifah sudah tidak mengaduh-aduh lagi. Tetapi rasa senangku dan anggapanku akan kesembuhan Asrifah hanya tinggal harapan, hanya seminggu Asrifah tenang, dan setelah itu 
menjerit-jerit kesakitan lagi.
Ah, Aku sudah kehabisan akal, mahu bagaimana lagi, terpaksa akhirnya ku diamkan. Sebulan – setahun sudah, pas genap Mbak Asrifah sakit, dia pun meninggal dunia.

Awalnya ketika akan meninggal susah sekali. Maka Aku mengambil Al-Qur’an dan ku bacakan surah Yasin, belum sampai surah Yasin selesai Mbak Asrifah telah pulang ke rahmatullah. Rasanya seperti melepas beban di pundak. Mungkin meninggal lebih baik daripada berlarut-larut merasakan sakit yang tidak berkesudahan.

Semoga kisahnya bisa menjadi orang yang membaca menjadi sadar, dan seseorang hati-hati dalam bertindak. Sebab tak ada manusia itu tidak sakit. Tidak ada manusia itu tidak mati. Sekalipun saat sehat bisa membanggakan diri dan merasa punya wang kemudian merasa bisa melakukan apa saja. Jika diberi sakit sama sekali tak berdaya. Tak ada manusia hebat, selama masih sebagai manusia, kecuali dia telah menjadi Tuhan, yang tak pernah sakit, tak lemah, tak menyandarkan pada sesuatu selain pada dirinya. 

Jika manusia itu sudah tidak perlu lagi makan, tak perlu lagi minum, tak perlu udara untuk bernafas. Dimana mana tempat ruang dan waktu tak menghalangi gerak geriknya. Dimana keterbatasan-keterbatasan itu tak membatasinya. Selalu kekal dan abadi. Maka manusia telah pantas untuk membanggakan diri. Tetapi nyatanya manusia tak ada yang seperti itu. Maka jelas manusia tak ada yang pantas untuk membanggakan diri.

 Seminggu telah berlalu. setelah pemakaman Mbak Asrifah, Aku sendiri telah beraktiviti seperti biasa. Dan malam ku isi dengan zikir. Saat itu jam dua dini hari, Aku masih duduk memutar tasbih malam terasa amat sepi. Sekali waktu terdengar gerimis, dalam suasana yang sepi, lamat-lamat/perlahan ku dengar suara memanggil.

“Maaak…!, Maak..!” 
begitu suara itu. Tetapi suaranya seperti suara Mbak Asrifah. Apa Aku yang salah dengar. Dan suara itu berulang-ulang. Tetapi, Aku masih merasa seperti mendengar itu dari halusinasiku sendiri. Tetapi Aku bukan berhalusinasi. Memang mata rasanya me
ngantuk. Jadi sampai berulang kali Aku tidur sambil duduk. [HSZ] 

To be Continued.....

#indonesia#misteri#KisahKyaiLentik  #KyaiLentik, #KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai, 

   READ MORE

Misteri Nusantara
Novel Collection
The Story of The Prophet Muhammad SAW

No comments