MY HUSBAND IS PARLIN [Part 56]

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="MY HUSBAND IS PARLIN [Part 56]">

MY HUSBAND IS PARLIN [Part 56]

  • Part 56
  • Bang Parlin masuk hospital

" Biar Suami Jadul, Yang Penting Duit Ngumpul "

FORTUNA MEDIA -  Aku sadar, rumah tanggaku masih seumur jagung, untuk ke depan nanti pasti makin beragam cobaan yang datang menimpa kami. Sampai hari ini masih bisa kami lalui. Aku berdo'a bisa kami hadapi sampai hari yang akan datang, sampai maut memisahkan. 

Bang Parlindungan mulai mengurangi aktivitinya. Dia lebih pokus ke kami Anak -Istrinya. Biarpun sudah punya ART, akan tetapi dia lebih banyak di rumah. Si Ucok memang lagi lasaknya, kini dia sudah empat tahun, si Butet, Adiknya hampir dua tahun. Tak ada tanda-tanda Aku hamil lagi, padahal tak KB (Keluarga Berencana). 

"Bang, Aku kok tidak hamil lagi, ya," Tanyaku pada Bang Parlin di suatu siang. 

"Iya, mungkin cuma dua yang dititipkan Allah Ta'ala untuk kita," kata Bang Parlin. 

"Tapi Abang maunya tujuh,"  Kataku lagi. 

"Iya, Dek, Abang memang maunya tujuh, tapi kemauan kita tak selamanya akan terwujud, kita percaya saja sama Allah, hanya dua yang kita mampu,"  Kata Bang Parlin. 

"Oh, iya, Bang,"

"Iya Dek, begitulah hidup ini, tugas kita hanya berusaha, berapa rezeki yang diberikan Allah Ta'ala, ya, kita syukuri,"  Terang Bang Parlin lagi. 

"Tapi, Bang, kadang ingin juga punya anak banyak." 

   RELATED POST

KISAH SUFI, SANG KYAI
The Story of The Prophet Muhammad SAW


Pembicaraan kami terhenti kerana ada tetamu datang. Seorang lelaki berpeci hitam, Aku kenal dia, dia itu Kepala/Ketua Lingkungan-Kejiranan (Kepling) ini. 

"Assalamu'alaikum, Pak Parlin,"  Sapanya ramah. 

"Wa'alaikumsalam,"  Jawab Bang Parlin seraya menyalami lelaki tersebut. Aku segera ke dapur mengambil minuman. 

"Pak Parlin, tolong dulu aku, Pak, burung murai batuku hilang, ini sudah ke tiga kali,"   Kata Pak Kepling tersebut, ketika Aku meletakkan minum di meja, Aku duduk jadi pendengar yang baik 

"Maaf, Pak, kok ke saya, Saya tidak mengerti burung, Pak,"  Jawab Bang Parlin. 

"Tapi bapak kan punya kesaktian yang bisa kembalikan barang yang dicuri orang, aku tahu itu dari cerita si Bolok,"  Kata Pak Kepling lagi. 

"Wah, maaf, Pak, saya tidak bisa itu,"  Jawab Bang Parlin lagi. 

"Tolonglah, Pak, murai batu itu mahal, minggu kemarin sudah ada yang tawar tiga juta, tidak kukasih, kini hilang, sudah tiga burung muraiku hilang,"  Kata Pak Kepling lagi. Bapak ini memang terkenal hobby pelihara burung. Ada banyak burung di rumahnya. 

"Sekali lagi, maaf, Pak, saya tidak bisa," kata Bang Parlin lagi. 

"Kalau tidak, begini saja, Pak Parlin, ajari dulu aku bagaimana caranya?"   Jata bapak itu lagi. 

"Maaf sekali, Pak, Saya tidak bisa,"  Bang Parlin terus menolak. 

Kerana Pak Kepling terus mendesak,  Aku jadi gerah juga. Bang Parlin tak akan mahu mengajari, sama Istrinya saja dia tidak mahu. 

"Pak, apa sekiranya Bapak sudah siap? Bagaimana kalau yang curi anak Bapak sendiri? Apakah bapak siap anak Bapak perutnya bengkak?"  Kataku akhirnya. 

'Tidak mungkinAanakku mau mencuri punya Ayahnya sendiri," 

"Iya, umpamanya,"

"Oh, iya, terima kasih, ya, aku pulang dulu,"  Kata lelaki itu. Entah apa yang membuatnya tiba-tiba mahu pulang, atau Aku salah bicara?

Malam harinya ada keributan di rumah Kepling, penasaran kuajak Suami untuk melihat. Rumahnya hanya sekitar empat pintu dari rumah kami. 

"Bang, yuk kita lihat mungkin malingnya sudah dapat,"  Kataku pada Suami. 

"Ah, malas, Dek,"  Jawab Suami. 

Aku urungkan niat untuk melihat. Akan tetapi "jiwa kepo" ku makin meronta. Akhirnya Aku keluar, dan kebetulan Bu Ratna datang. 

"Ada apa di rumah Kepling, Bu?"  Tanyaku kemudian. 

"Pak Kepling mengamuk, Istrinya lepaskan burung peliharaan Pak Kepling,"

"Oooo," 

"Abang jadi teringin pelihara burung ini," kata Bang Parlin ketika Aku cerita padanya. 

"Untuk apa,  Bang?"

"Biar ada bahan ribut,"😂  Kata Suami seraya tertawa.

"Hmmm, Abang?" 😏

Akan tetapi perkataan Bang Parlin itu serasa mengusikku. Apa iya, rumah tangga kami terlalu adem/sejuk, tak ada konflik berarti. Apa iya memang harus ribut dulu biar berwarna? Selama lima tahun lebih berumah tangga, kami belum pernah bertengkar. Hanya pertengkaran kecil yang cepat mereda kerana salah satu di antara kami sudah minta Maaf. Biarpun yang minta maaf duluan lebih sering Bang Parlin. 

Adik-Bungsuku datang, dia setor wang kontrakan untuk kami, dia juga bayar peralatan yang kami beli dulu. Adikku ini benar-benar berubah. 

"Aku mahu beli motor ini, Bang?"  Kata Adikku seraya menunjukkan photo motor di handphobe-nya. Aku ikut melihat, penasaran juga motor seperti apapun yang dia mahu. 

Ternyata motor zaman dahulu, bekas motor becak Kota Pematang Siantar. 

"Harganya tiga lima, Bang," kata adikku lagi. 

"Tiga setengah juta?" 

"Bukan, Bang, tiga puluh lima juta,"

"Wah, mahal sekali?" 

"Iya, Bang, itu motor antik, ridak produksi lagi,"

"Apa kelebihannya?"

"Tidak ada, Bang, buat gaya-gaya saja,"

Suami melihatku, Aku tahu dia suruh Aku untuk menasehati Adikku tersebut, akan tetapi Aku angkat bahu, tanda terserah Abang.

"Beli sesuatu itu kerana fungsi, jangan kerana gengsi, belum jera juga kau, ya,"  Kata Bang Parlin. 

"Oh, iya, Bang, Maaf, tapi tidak semua orang sama seperti Abang,"  Jawab Adikku. 

"Ya, sudah terserah,"  Kata Suami akhirnya. 

"Aku beli bukan kerana gengsi, Bang, buat gaya dan tabungan, barang antik makin lama makin mahal harganya,"  Kata Adikku lagi. 

"Ya, sudah, belilah, kalau menurutmu itu tabungan,"

"Tapi, Bang, wangnya sudah kukasih ke Abang, kalau boleh kupakai dulu lah, Bang," 

"Baru saja kamu kasih sudah kau minta lagi,"  Kataku protes. 

"Iya, Kak, sekalian minta izinnya,"   Kata Adikku seraya menunduk. 

Ternyata Suamiku memberikan juga, wang kontrakan dan wang yang dia pakai untuk beli peralatan bengkelnya yang baru setengah jam dia kasih diberikan Bang Parlin lagi. Hairan juga Aku, biasanya Suami anti sama orang yang meminta. Ini langsung dikasih. 

Setelah Adikku pulang, Aku interogasi Suami. 

"Dek, dia sudah jujur kasih hutangnya, padahal dulu kita sudah anggap itu sedekah. Terus Abang merasa tertampar, dia benar, tidak semua orang seperti kita, Abang beli barang sesuai fungsi, tak mungkin kupaksakan begitu juga sama orang lain."   Begitu kata Suami ketika Aku protes.

Benar juga Suamiku ini, kita memang tak bisa paksakan prinsip hidup kita pada orang lain. Akan tetapi bagiku prinsip Bang Parlin sangat cocok. Beli sesuai fungsi, bukan 'gengsi' (sok pamer/gaya-gaya'an). 

Subuh itu Aku terbangun, hairan juga, biasanya Bang Parlin selalu membangunkan Aku, kini kulihat jam sudah pukul lima lewat tiga puluh menit. Kenapa Aku tak dibangunkan? Tak kulihat Suami. Aku berdiri, kedua Anakku masih tidur.

"Bang!"  Panggilan perlahann. 

"Abang di sini, Dek," jawab suami dari dapur, suaranya terdengar lemah. 

Aku segera ke dapur, aku terkejut melihat wajah suami pucat pasi. Dia memegang perutnya. Di depannya ada bawang putih. 

"Kenapa, Bang?"

"Perut Abang sakit kali, Dek,"

"Sini ku urut, Bang,"  Kataku seraya membaringkan tubuh Bang Parlin di lantai. Kuambil minyak goreng, bawang putih dan bawang merah kuiris lalu kubalurkan ke perutnya Suami. 

Bang Parlin meringis kesakitan,  Aku jadi makin khawatir. Wajahnya makin pucat saja. Segera kutelpon Abang yang tertua. "Angin duduk mungkin, urut saja dulu, Aku datang ini,"  Kata Abangku. 

Beberapa saat kemudian, Bu Ratna datang, dia memang datang pagi dan pulang sore. Aku segera menyuruh Bu Ratna menjaga Anak-anakku. 

"Kita ke rumah sakit, Bang,"  Kataku kemudian. 

"Tidak mahu, Dek,"  Jawab Bang Parlin. Rumah sakit memang salah satu tempat yang dia hindari. 

Abangku datang, Abang juga menyarankan dibawa ke rumah sakit saja, akan tetapi Bang Parlin tetap menolak. Aku jadi geram. 

"Hei Bang, tidak selamanya prinsip hidup itu dipegang, kalau dah sakit begini, dibiarkan gitu,"  Kataku dengan suara keras. 

"Tidak mahu, Dek, pakai minyak bawang saja,"  Kata Suami. 

Aku jadi marah, kulemparkan piring tempat minyak bawang tersebut. Kuangkat paksa Bang Parlin. Ternyata bisa juga kuangkat sendiri. Kugendong seperti anak kecil menuju mobil kami. Abangku sudah di belakang kemudi. Kami berangkat menuju rumah sakit. Kedua Anakku tinggal bersama Bu Ratna. 

Di rumah sakit, Bang Parlin langsung masuk ke UGD, tangannya dipasang infus. 

"Sudah empat puluh tahun, Dek, baru kali ini Abang disuntik,"  Kata Bang Parlin ketika perawat mengambil contoh darah Bang Parlin. 

"Iya, Bang, iya, selalu ada untuk pertama kali."

Setelah melakukan serangkaian test, doktor memanggilku. 

"Suami Ibu menderita usus buntu, ini sepertinya sudah lama, harus segera di operasi,"  Kata doktor tersebut. 

"Ya, Allah".😰  [HSZ]

To be Continued...

Untuk Anda yang belum baca siri cerbung yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini ; Novel Collection

Ilustrasi Image; Doc, Romy Mantovani 

#indonesia, #Novel, #NovelKomedi, #CeritaBersambung, #Cerbung,  #SuamikuJadul, 

VIDEO :  

KISAH MISTERI. NENEK SUMIRAH MANTAN DUKUN SANTET DI KUBUR HIDUP-HIDUP SAAT BERZIKIR || PART-1


No comments