MY HUSBAND IS PARLIN [ Part 23 ]
MY HUSBAND IS PARLIN [ Part 23 ]
- SUAMIKU JADUL
- Part 23
- Isteri Juragan Sawit
" Biar Suami Jadul, Yang Penting Duit Ngumpul "
FORTUNA MEDIA - SUNGGUH tak Kuduga, yang kupercaya mengurus sapi itu benar-benar hilang, tak ada jejak sama sekali. Akan tetapi ternyata Bang Parlin diam-diam mencari juga. Aku tahu kerana datang Rapi beserta dua orang lelaki separuh baya.
"Ini orang tua kedua pemuda itu, Niyet," Kata Rapi sambil menunjuk kedua orang tersebut.
"Kami akan melapor ke polisi di Mandailing sana, jadi selamanya anak bapak akan jadi buronan, sebaiknya hubungi saja, biar kita selesaikan secara kekeluargaan," kata Bang Parlin.
"Betul, Aku juga jadi ikut merasa bersalah, kerana aku yang rekomendasikan, niatku hanya membantu, malahan jadi begini," Sambung Rapi.
"Mahu bagaimana lagi, Pak, mereka memang tak bisa dihubungi, entah sudah berada di mana mereka," Kata salah satu bapak tersebut.
"Kalau tak ada penyelesaian dari kalian, akan kusebarkan di Facebook dan Twitter," Ancamku kemudian.
"Baik, akan terus kami coba hubungi, tapi kami tak bisa janji," Kata bapak itu lagi.
"Mereka sudah dewasa, perbuatan mereka tanggung jawab mereka," Kata bapak yang satu lagi.
"Iya, Betul, Pak, hanya memberitahukan kepada bapak, kalau mereka tertangkap nanti jangan salahkan kami," Kata Suami.
"Ikhlaskan saja kenapa, Pak?" Kata salah satu di antara bapak itu.
"Tidak bisa, Pak," Kataku. Tentu saja berat untuk mengikhlaskan wang sebanyak itu. Ini usaha pertamaku.
"Kami akan dapat mereka, kalau polisi tak bisa mencari mereka, kusuruh Dukun," Kata Bang Parlin, kedua Bapak itu tampak terkejut, Aku juga ikut terkejut.
"Sampai main Dukun, Bang?" Tanyaku setelah ketiga tamu kami pulang.
"Hanya gertakan, Dek, tak mungkin mereka tak hubungi keluarganya," Kata Suami.
RELATED POST
Misteri Nusantara
KISAH SUFI, SANG KYAI
Suamiku ini ternyata bisa menggertak juga, diam-diam dia tetap berusaha mendapatkan kembali wang kami. Sepertinya kedua bapak tadi ketakutan ketika Suami bilang akan ke Dukun.
Benar saja, keesokan harinya mereka datang lagi, kali ini datang lengkap dengan kedua orang tuanya.
"Kami datang untuk meminta maaf, kalau bisa janganlah sampai lanjut masalah ini, akan kami cicil kerugian kalian," Kata salah satu di antara mereka.
"Sudah, Pak, bilang saja mereka untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, mereka sudah dewasa," Jawab Bang Parlin.
"Janganlah sampai main Dukun, Pak," Kata seorang Ibu.
"Iya, Pak, mereka masih pemuda, masa depannya masih jauh, tolonglah, berapa kerugian kalian, biar kami ganti," Sambung seorang Ibu lagi.
"Tiga ratus juta," Kataku kemudian.
"Haaaa, tiga ratus juta?"😵
"Iya, segitulah, ganti setengah saja duluan," Kataku lagi.
"Maaf, kami fikir hanya sepuluh jutaan,"
Mereka pulang lagi tanpa ada solusi. Kata Bang Parlin, dia sudah ikhlas, akan tetapi hukum harus tetap dijalankan, sebagai efek jera pada yang lain. Laporan ke polisi ternyata tak main-main, sampai masuk berita online, Ayah mertua melaporkan ke Polsek (Polis Setor/Balai Polis) setempat.
Kami USG lagi, kandunganku sudah tujuh bulan, ternyata anakku laki-laki. Bang Parlin tampak gembira sekali, Aku juga ikut senang, setidaknya terhindar dari nama Rara si mantan.
"Nama anak kita nanti Parmonangan saja, artinya kemenangan," Kata Suami.
"Ish, Abang, tak adakah kalian tahu nama selain par-par?"
"Untuk menjaga silsilah keluarga, Dek,"
"Silsilah apaan, kan sudah ada Siregar di belakang nama," Kataku lagi. Sungguh Aku tak ingin nama anakku seperti itu.
"Kalau tak Lindung Cafri saja, kayak nama anak si Rara,"
"Ah, Rara lagi, Rara lagi,"
"Oh, gini aja, Ahcin Pani," Kata suami.
"Ahcin Pani? nama apaan tu?"
"Buah cinta Parlindungan dan Nia,"
"Oh, cocok, Bang, cocok,"😄
Siang itu Aku terkejut kerana Bang Parlin ajak Aku ke showroom mobil. Dia juga membawa wang tunai yang cukup banyak, tempatnya tetap di kresek hitam (kantong plastik)
"Kita mahu beli mobil, Bang?" Tanyaku ketika kami telah sampai di depan showroom.
"Iya, Dek," Jawab Suami singkat seraya menggandeng tanganku masuk showroom.
"Ingat keperluan sama keinginan, Bang," Bisikku kemudian.
"Ini keperluan, Dek, bukan keinginan," Jawab Suami seraya melihat-lihat mobil.
"Untuk apa? Apa kita perlu mobil, Bang?" Tanyaku lagi, sungguh Aku takut Suamiku ini kehilangan prinsipnya.
"Begini, Dek, kita perlu mobil untuk bawa Adek ke rumah sakit, nanti tengah malam Adek mahu melahirkan bagaimana? kan tentu harus ada mobil," Kata Suami.
Aku jadi terharu juga, sampai untuk bawa ke rumah sakit pun Suami sudah memikirkan. Akan tetapi siapa yang bawa? Ataukah kami menggaji supir?
"Aku tak pandai bawah mobil, Bang," Kataku seraya melihat-lihat mobil.
"Abang pandai."
"Naik motor saja Abang tak pandai,"
"Pande, Dek, hanya perlu penyesuaian saja, Abang biasa bawa mobil di perkebunan, kini Abang akan belajar bawa mobil di kota,"
"Oh,"
Sudah lama kami melihat-lihat, belum ada juga karyawan showroom ini mendekat dan bertanya. Mereka justru melayani seorang lelaki berdasi (ber-tai).
"Yang ini berapaan, Bu?" Tanya Suami akhirnya, seraya menunjuk toyota Hilux bekas.
"Mahal itu, Pak," Katanya tanpa senyum sama sekali.
Oh, Aku baru sadar penampilan Suami tidak seperti orang yang mahu beli mobil, di tangan Suami ada HP Nokia jadul, dan dia menjinjing tas kresek, seperti orang mahu beli sayur saja.
"Yang ini, Bu?" Tanya Suami lagi seraya menunjuk mobil Mitsubishi Strada.
"Itu lebih mahal lagi," Kata pegawai showroom tersebut tetap tak menyebutkan harga.
"Sudah, Bang, Aku tak mahu yang bekas, beli yang baru aja," Kataku dengan suara agak keras. Sengaja biar pegawai itu mendengar. Kulihat dia mencibir.
Jalan Nibung Raya tempat penjualan mobil bekas, di sinilah kami cari mobil. Sepertinya Suami suka yang doble kabin, mungkin supaya bisa bawa barang juga. Yang Aku heran, kenapa harus bekas? Kami punya banyak wang, lebih dari cukup untuk beli yang baru.
"Yang bekas saja, Dek, pokoknya bagus mesinnya," Kata Suami.
Kami akhirnya pergi dari toko itu kerana tak kunjung juga dilayani, kami pergi ke sebelahnya. Di situ ada Strada bekas warna putih yang masih mulus, akan tetapi Suami tidak mahu.
"Kenapa, Bang, kan bagus itu?"
"Abang benci warna putih, Dek,"
"Hmmm, kenapa, kenapa, ada hubungannya dengan Rara lagi ya?" Tanyaku dengan sedikit cemberut.
"Adek masih souzon terus?"
"Iya, memang kenapa warna putih?" Aku baru ingat, memang Bang Parlin tak punya pakaian putih satu pun, semua bajunya, kalau tak coklat, ya, hitam.
"Mudah kotor, Dek, pekerjaan Abang kan di kebun, susah pakai putih."
"Oh, begituuuu,"
Ketika kami keluar dari toko itu, karyawan yang mengacuhkan kami memanggil, entah kenapa dia berubah ramah.
"Sini, Pak, Bu, dilihat dulu, ini ada hilux warna hitam," Katanya dengan senyuman mengembang.
Kuajak Suami untuk melihat, seorang lelaki bermata sipit mendekati kami, mungkin ini bosnya.
"Maafkan atas ketidaknyamanan tadi, Pak," Kata lelaki tersebut. Mungkin dia sudah memarahi pegawainya, sehingga berubah ramah begini.
"Tak jadi, Ah," Kataku setelah pegawai itu bicara banyak menerangkan tentang mobilnya. Aku mengajak Suami ke tempat lain saja sepanjang jalan itu memang banyak penjualan mobil bekas.
"Akhirnya kami dapat sesuai yang diinginkan Suami, Strada warna gelap. Pihak showroom mahu mengurus balik namanya, kami terima beres
Keesokan harinya Suami langsung belajar mengemudi mobil sekalian urus SIM, dua minggu kemudian sudah beres. Mobil Mitsubishi Strada sudah terparkir di depan rumah.
Ada tamu datang, ternyata mantan tetangga kami dulu, saat itu Aku dan Suami lagi duduk-duduk di teras.
"Mbak Nia, Aku datang mahu nawarin pekerjaan untuk Suaminya, katanya hari itu nganggur," Kata mantan tetangga ini.
Aku dan Bang Parlin berpandangan. Akan tetapi tetap kutanya pekerjaan apa?
"Itu, Mbak Nia, kerja bangunan, Suamiku dapat projek, lumayan loh gajinya, kasihan Mba Nia, sampai harus numpang di rumah orang tua gara-gara Suami pengangguran," Katanya lagi.
Kulihat Suami, minta dia yang menjelaskan pada tetangganya ini, kalau kubilang nanti, kami pindah ke rumah orang tua kerana kami beli rumah ini, Aku takut dia shok.
"Kalau mahu kerja, Ya, kalau nggak mahu kerja, ya, mana bisa dipaksa, kalau kita mahu kerja, tak ada istilah pengangguran," Kata tamu itu lagi.
"Jelaskan itu, Bang," Kataku pada Suami.
Suami tampak berfikir, Aku tahu dia selalu dapat solusi. Lalu ...
"Pertama terima kasih tawaran pekerjaannya, Bu, tapi Aku sudah kerja, nyupir,-memandu, bawa-bawa Istri juragan sawit," Kata Suami seraya menunjuk mobil kami.
"Oh, nyupir, lebih lumayan gajinya kerja projek loh, Pak," Katanya lagi.
"Terima kasih, ini saja, Bu, soalnya Istri juragan itu cantik, enak bawa keliling kota," Kata Bang Parlin.
"Oh, tapi ini projek besar lo, Pak, gajinya di atas UMR." Ibu itu tetap berusaha menawarkan.
"Ini juga juragan besar, Bu, Istrinya cantik, siang dia naik mobil, malam dia yang kunaiki," Kata Suami lagi.
"Iihh, otak mesum," Kata Ibu tersebut seraya pergi.
Kami tertawa cekikikan.😁😁 [hsz]
To be Continued...
Untuk Anda yang belum baca siri cerbung yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini ; Novel Collection
Ilustrasi Image; Doc, Romy Mantovani
#indonesia, #Novel, #NovelKomedi, #CeritaBersambung, #Cerbung, #SuamikuJadul,
VIDEO :
No comments
Post a Comment