MYSTERY CINCIN BERLIAN BERDAR4H

<img src="fazryan87.blogspot.com.jpg" alt="MYSTERY CINCIN BERLIAN BERDAR4H">

MYSTERY CINCIN BERLIAN BERDAR4H 

PART-1

Mentari tersenyum dibalik pepohonan rindang, cahaya keemasannya terasa lembut menyapa. Mak Yah, mulai membuka jendela ruang tamu, pintu utama rumah dinas yang ditempati Dr. Niken. 

Semilir angin sejuk membawa kesegaran udara pagi. Beberapa pot pohon pakis Boston nampak subur menambah keasrian sudut-sudut teras rumah itu. Juga bunga anggrek bulan berbibir merah, nampak anggun tergantung di bawah rindangnya pohon mangga.

Tangan Mak Yah sangat cekatan mengelap, kemudian membereskan meja ruang makan. Tak lupa Mak Yah menyiapkan segelas air putih dan sepiring juadah ketan-pulut, tempe bacem sebagai bekal sarapan dr. Niken. 

Sesosok tubuh tinggi semampai, dengan wajah cantik dalam riasan yang minimalis. Keluar dari dalam kamar.
 

   READ MORE; My Ghost Stories

“ Selamat pagi Mak Yah ” aku menyapa  Mak Yah yang nampak tengah membelakangi. 

Mak Yah ter lonjak kaget, “Pagi Mbak, eh, dok-dokter.”

“Ada apa Mak, kok nampaknya kaget sekali. Seperti mendengar suara hantu.”


Aku  berusaha mencairkan suasana dengan berlagak guyon-gurauan Perempuan itu memang memintaku untuk memanggil nya dengan sebutan Mak Yah, agar bisa lebih akrab. 

“Anu, Non eh, Mbak dokter,  memang agak kaget. Kerana tadi Subuh saya mendengar berita, si Ucup putra Lik Sudi meninggal dunia. Konon ada hal yang tidak wajar, tubuhnya tercabik-cabik, serta ususnya terbuai. Matanya melotot ketakutan.“ 

“Ah Mak Yah pasti mengada-ngada. Tidak mungkin Mak ada kejadian seperti itu. Sudahlah ayo lupakan peristiwa ini. Sayang lho suasana pagi yang indah terpaksa rusak kerana cerita ini.“ 

Aku menepuk lembut bahu Istri PakLik Karto, yang masih nampak tertunduk lesu. 

“Saya pergi dulu Mak. “ 

“Tidak sarapan dulu dok? “


“Nanti saja Mak, saya ingin makan nasi gudeg.”


Segera aku keluar rumah, memanaskan motor dan melaju ketempat tugasku di Puskesmas (PusatKesihatanMasyarakat-Klinik Kerajaan). Aku memang lebih senang memakai motor untuk melakukan tugas dengan jarak yang relatif dekat. Sedangkan untuk jarak jauh, aku lebih memilih menggunakan mobil dinas Puskesmas. 

Suasana masih terasa sepi, ketika aku turun dari motor. Kemudian melangkah ke dalam ruang Puskesmas tempat ku bekerja. Kusapa beberapa pegawai dan staf yang setia membantuku di tempat itu. 

Saat akan masuk ke ruangan kerja yang kutempati, aku merasakan angin dingin yang mendorong dari balik pintu. Hempasan nya terasa cukup keras, aku mundur selangkah, bulu kudukku meremang. 

Sepintas kulihat sebuah tangan diatas meja. Ku kerdipkan kedua bola mataku. Bayangan itu lalu menghilang dari pandangan.

Ku hela nafas panjang, ah, mungkin ini sebuah halusinasi belaka. 

   READ MORE; Meniti Cinta Kalabendu Berakhir Duka

Pasien yang datang ke Puskesmat cukup banyak. Musim hujan membuat sebagian terserang batuk pilek/selsema juga demam.

Hari masih pagi ketika aku mulai sibuk memeriksa tubuh seorang gadis kecil yang terkena demam tinggi. Ketika suster Irna mengetuk pintu ruanganku. 

“Maaf mengganggu dok, Pak Kapolsek ingin bertemu.” 

Aku terkejut mendengar AKP. Alex Danubroto, Kapolsek(KetuaPolisSektor/Balai) Kaliangkrik datang ke kantor ku.
Mas Alex demikian biasa kupanggil, cukup dekat denganku. Dia sering bertemu dan koordinasi untuk berbagai masalah dinas. 


Kuminta suster Irna menunggu sejenak hingga pasien kecilku selesai. 
Segera kupersilakan beliau masuk...“Selamat pagi dr. Niken..” 

“Pagi juga Mas Alex, silahkan duduk.” Aku menyambut hangat kedatangan Alex sambil tersenyum. 

Sosok Alex yang besar tinggi, menjulang dihadapanku. Dia menjabat tanganku dengan erat.

“Maaf kalau kondisi ruangan kantorku serba minimalis. Tidak seperti ruangan kantor Bapak Kapolsek yang mewah dan serba ada.” Aku tersenyum mencairkan suasana. 

“Ah, bisa aja Bu dokter yang cantik. Kalau mau kan bisa saja. dr. Niken punya ruangan yang lebih mewah. Kerana kuliahnya mahal. Kalau saya kan kuliah di Akpol(Akademi Polis) gratisan.” Mas Alex kemudian menyeret kursi dan menyandarkan tubuh gempal nya disana. 

Kami berdua tertawa bersama...Mas Alex mulai serius cerita padaku, baru tadi pagi mereka mendapat laporan. Ucup putra PakLik Sudi meninggal dunia. Kondisinya seperti yang kudengar lewat Mak Yah tadi pagi. Ada hal -hal yang tidak dianggap wajar. Mas Alex meminta bantuan ku untuk mengecek jenazah Ucup dan membuat kan surat keterangan kematian. 

Aku terdiam sejenak, kulihat Mas Alex bercerita dengan runtut hal tragis yang mengakhiri nyawa  Si Ucup. Akhirnya aku sepakat menerima ajakannya, naik  kendaraan dinasnya menuju lokasi kediaman rumah PakLik Sudi. 

Tiba di rumah PakLik Sudi, kulihat banyak orang berkumpul. Sebagian besar dari  mereka hanya tertarik dengan cerita pembunuhan tragis itu. 

Mas Alex turun dari mobil, menghampiri beberapa anggota yang sudah berjaga di rumah itu. Seorang lelaki muda mempersilahkan kami  berdua masuk ke dalam rumah. Untuk bertemu dengan PakLik Sudi dan Istrinya. Wajah mereka terlihat sangat berduka, ketika kujabat tangan PakLik Sudi juga Istrinya, aku merasakan rasa takut yang luar biasa. 

Mas Alex mengajakku melihat kondisi jenazah Ucup. Kain batik penutup jenazah di buka pada bagian wajahnya. Sebagai seorang dokter aku terbiasa melihat kondisi jenazah yang sudah rusak bahkan tidak utuh lagi. 

Namun aku sedikit terkesiap, wajah Ucup terlihat dalam ekspresi sangat ketakutan, matanya sebagian terbuka. Kondisi wajahnya sebagian hancur hingga keatas kepala, semua nampak seperti bekas cakaran haiwan buas. Aku  bisa memastikan bahwa Ucup memang meninggal tidak wajar. 

Kupakai sarung tangan untuk memeriksa jenazah Ucup dengan seksama. Bersama Mas Alex, aku membuat beberapa catatan. Hingga akhirnya kusarankan pada Mas Alex untuk membuat Autopsi ke RS. (RumahSakit-Hospital) Magelang agar bisa diperoleh kepastian penyebab kematian Ucup.

Namun ketika saran dariku untuk melakukan Autopsi pada jenazah Ucup, kedua orang tua Ucup, PakLik Sudi dan Istrinya. Serta keluarga besar mereka menolak. 

Mereka bahkan ingin segera memandikan kemudian memakamkan Ucup di kuburan yang terletak di Ujung Desa. 

Bersama dengan  penduduk kampung. Kami turut mengantarkan Ucup ke peristirahatan terakhirnya. PakLik Sudi ku lihat sangat tegar, namun tidak pada Istrinya. Yang tak mampu berdiri di depan liang lahat, hingga berkali-kali pingsan. 

Langit kelabu, awan hitam menghembuskan angin dingin dari lereng Gunung Sumbing. Hujan rintik-rintik mulai turun, usai pemakaman yang sepertinya dilaksanakan secara tergesa-gesa. Para keluarga, tamu-tamu, serta penduduk Desa itu mulai berhamburan meninggalkan pusara.

Aku kembali diajak oleh Mas Alex, menuju mobil dinasnya yang terletak di dekat sebuah pohon beringin. Dibawah payung golf yang besar, kami berdua berjalan beriringan. 

Kurasakan tiba-tiba angin berhembus sangat kencang. Harum bunga kantil singgah di Indra penciumanku, langkahku terhenti.

Mata elang lelaki itu menatap kedua mataku, pandangan nya penuh tanya...Aku menggeleng kepala, sambil mengangkat bahu.

Tiba-tiba dari balik pohon beringin tua itu. Kulihat bayangan seorang perempuan cantik, perempuan yang seolah pernah kukenal. Hanya sekejap, kemudian perempuan tadi menghilang bersama kabut di kaki Gunung Sumbing. 

Kami berdua terpana, diam seribu bahasa...Mas Alex kemudian berkata, “Niken, ayo kita kembali. Kuantar kau ke rumahmu. Mungkin ada baiknya kau istirahat dulu hari ini. Kukira sudah cukup letih tubuh dan fikiranmu.”

Aku mengangguk kemudian duduk di kursi depan, disamping mas Alex. Mobil mulai berjalan perlahan. Kabut yang turun di lereng Gunung Sumbing makin tebal. Mas Alex tenggelam dalam fikirannya, demikian juga aku. 

Tiba-tiba kulihat mas Alex menginjak rem-brek mobilnya. Sehingga aku menjerit. “Aaaauuu”, terus terang aku terkejut bukan hanya kerana rem yang diinjak mas Alex. 

“Maaf Niken, sudah mengagetkan mu.” 

Kami berdua kembali berpandangan. Mas Alex juga aku, sama-sama melihat perempuan itu. Perempuan laksana kabut yang berwajah sedih...Sebelah tangannya hilang [hsz]...To be Continued..

Courtesy and Adaptation Novel by Rini Indardini
Editor ; Romy Mantovani
Ilustrasi Image by 
media.tumblr.com

No comments