MISTERI KUNCEN, Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter I Part 4]



<img src="fazryan87.blogspot.com.jpg" alt="MISTERI KUNCEN, Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter I Part 4]">

MISTERI KUNCEN, Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter I Part 4]

Cerita Bersambung Horor, Humor, Komedi, untuk Hiburan Para Sahabat.

Sampai siang menjelang  sore, saya masih menjadi pendekar mata satu.
Baca soalan exam ya, dengan satu mata.


Baru kali ini saya bisa merasa arogan maksimal. Bagaimana tidak? Soal-soal exam yang kondang sulitnya sak alaihim pun hanya saya pandang sebelah mata! Hehehe .. 


Jam 19.00 gerombolan si Berat datang dari kampung. Saya sudah pasang mimik muka njenggureng (mimik monyok/mimic sigh). Amunisi damprat sudah saya siapkan. Pokoknya kalau mereka muncul di hadapan saya, tinggal tret! tret! tret!  Mampus semua nanti... 


Eh, tiba-tiba Aris nongol. Tanpa ngomong sepatah kata pun dia meletakkan se-plastik tempe kemul di depan saya. Menyembah, lalu pergi.Tak lama Unang muncul. Meletakkan geblek (makanan khas Wonosobo). Menyembah, lalu pergi. Terakhir, Tarso masuk. Meletakkan empat lonjor arem-arem besar dan se-plastik tahu asin. Saat dia menyembah, tawa saya tiba-tiba meledak tak tertahankan.


"Wasyeeeeeemm!! Kalian benar-benar lelaki penuh tipu dayaaa!!" teriak saya sambil nggablogi/mengejutkan Tarso. Aris dan Unang yang ikut nyusul bergabung tak luput pula dari gabloganku. Kami tertawa ngakak sampai lemas. 


"Kita kan temannya friend, jangan njegadhul begitu. Mari kita selamatkan generasi penerus dengan makan bersama. Ayo diganyang, mumpung belum basi!" tutur Aris


Kami pun asyik berkecap ria. Sengaja saya kerasin kecapnya. Sttt... Biar penghuni cagak dan kamar sebelah pada mati mupeng!


"Eh, pren...tahu tak. Gara-gara kalian tinggal, aku tadi malam ditampar Den  Mase (kami memang gak berani sebut nama)," sambil ngemplok tahu saya cerita.


"Hah, lalu?" 

"Mataku buta sebelah. Yang  kiri." 
'Hah, lalu?!!" 
"Ya, lalu kalian datang membawa makanan ini, sehingga saya lupa kalau saya  sekarang setengah tunanetra." Set. Langsung mereka semua berhenti  mengunyah. 

"Sudah diobati belum? Bawa ke Hospital Sardjito wae. Atau bawa ke dhukun wae!"  saling bersahutan kayak burung, teman saya memberi usulan. Saya hanya menggeleng.

"Ini urusannya nonteknis. Moga-moga setelah makan nanti bisa  sembuh," potong saya sambil memberi isyarat untuk terus makan.


Tapi teman-teman saya rupanya hilang selera kerana prihatin melihat kondisi saya. Mereka pun serempak menghentikan makan sambil memandang saya.


Saya tak peduli, terus menyuap, mumpung gratis,  Ndess! 


Hingga sehari sebelum Sipenmaru, mata saya tak juga pulih. Duh..gawat betul ini. Dalam batin saya bertanya-tanya, kok doa-doa yang saya hafal tak mempan ya, kenapa?


Mungkinkah Lelembutnya tergolong kebal doa, atau saya yang kurang khusuk membacanya? Saat sedang bingung, tiba-tiba saya teringat sesuatu. Dulu, kalau ada orang kesurupan, Mbah saya menyembuhkannya dengan melangkahi orang  tersebut. Uniknya, sebelum  melangkahi, simbah terlebih dahulu melepas celdamnya! Hanya pakai tarik saja.(celdam-celana dalam)


Konyol, tapi sangat efektif. 90 persen setannya langsung ngabur.
Masalahnya siapa yang bisa saya minta tolong melangkahi aku sekarang? 


ALLAH TA'ALA YANG MENYEMBUHKAN


Saat the probability-(kebarangkalian) untuk sembuh dengan metode melangkahi dan segala atribut syarat rukunnya saya sampaikan ke teman-teman, semua saling pandang.

"Begini, Ndes, bukan maksud hati emoh menolong, tapi mbok aturannya di-revisi sik!"  komentar Unang. 


"Ho-oh, Kan, berasa selesa memakai pakaian pelindung bagai!
Masalahnya sakit pada matamu. Lha, bila saya langkahi sama saja dengan pameran alutsista jarak dekat," protes Aris. (
alutsista-peralatan pertahanan)

"Sekiranya jelas, laut, tidak apa-apa. Lha, nantik gemetaran pesawat melintas, malah gangguanya berbalik mengenai pesawat, nantik bisa marah gagal take off," ujar Tarso sambil merenges.


"Tapi jika pakaian lengkap, aku mahu nyoba," kata Unang.


Eureka! Kenapa tidak dicoba saja. Meski ragu tapi saya setuju dan langsung berbaring di tikar. Unang pun segera berdiri lalu melangkah tepat di atas kepala saya, tiga kali bolak-balik. 

"Gimana Nda, udah sehat?" tanya  Unang harap-harap cemas.

Saya duduk. Mengejap-ngejapkan mata.
Lalu saya jawab keras,"Blaass! Sudah buang masa saja
l!" 

"Wah, sekiranya ini mesti berlaku ya, Mbahmu wae jemput kesini!" 

"Biar jika Mbahmu wae, Nda!" kata saya  jengkel.
Semua tersenyum kecut, sekecut-kecutnya! 

Pagi itu, tepat sehari menjelang Sipenmaru. Kami berempat pergi ke UGM (University Gadjah Mada) check ruang ujian. Alhamdulillah semua dapat lokasi yang sama yaitu Gedung Administrasi Sekip (Sekarang gedung MAP) tingkat II.  


Saya masih ingat, nombor tes saya dapat nombor cantik, 0287-45-05550.
Yang bikin saya sedih, di saat yang kritis dan sepenting itu gangguan mata kiri saya belum teratasi. Masih surem-surem diwangkara kingkin sehingga sulit sekali dipakai membaca. Maka rencananya, setelah check ruangan (terpaksa) akan saya lanjutkan dengan check mata ke poly-klinik Hospital Sardjito.  


Tak nyambung ya ben, toh sama-sama check. Entah nanti hasilnya gimana, yang penting esok Sipenmaru bisa lancar.


Saat sedang melihat-lihat ruangan, seorang bapak tiba-tiba memanggil saya. "Mas... Masnya, njenengan baik-baik saja?"

"Memang kenapa, Pak?" saya pura-pura bloon. Ia tersenyum. 

Kemudian memperkenalkan diri. Namanya Abdul Kadir. Asli dari Dolopo Madiun. Ia mengaku sedang mendelokkan (weh, apa ya, bahasa Indonesiane) lokasi test anaknya yang mabuk perjalanan berat setelah diontang-antingkan Bus Sumber Kencono Madiun-Yogya. 


"Maaf ya Nak, apa sampeyan merasa ada gangguan yang nggak biasa?" tanyanya serius. 


Weh, kok tahu ya?  Akhirnya saya jawab apa adanya. Saya ceritakan peristiwa yang menimpa saya sampai terjadinya gangguan "buta" sebelah yang saya alami.


"Maaf ya, Nak..ada yang ngikut sampeyan sekarang. Menutupi  mata  sampeyan. Yuk, kita ke tempat yang  sepi,” kata si Bapak sambil  menggamit lengan saya.


Sampai di bawah pohon beringin belakang kampus, ia memegang kepala saya.


Tangan kanannya ditempelkan ke mata saya sambil meminta agar saya baca surah Al-Falaq dan An-Naas. Dia sendiri merem-(tutup mata) sambil komat-kamit baca doa entah apa. 


Lima setengah menit kemudian, ia membuka telapak tangannya. 

"Coba, Mas buka matanya!" Byar!  Alhamdulillaaahh...ternyata penglihatan mata kiri saya sudah pulih kembali.  

Saking leganya saya langsung sujud syukur. Tak peduli Mbak, Mas, calon mahasiswa yang ada di situ pada memandang sinis.


Mungkin mereka berfikir, wuiihh..kemaki..Belum lulus wae sudah mbungahi! 

Hambok ben! Aku bisa ngambah-jejak UGM wae wis senang, Ndess! 

"Wah, saya sudah sembuh Pak! Saya sangat berterima kasih. Semua  berkat  Bapak!" 


"Bukan Mas. Allah yang menyembuhkan," tukasnya. Sebelum sempat menanyakan alamat lengkap, si Bapak sudah pamit pulang.Terburu-buru  katanya. (Dari lubuk hati yang terdalam, melalui status ini saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Abdul Kadir. Jika ada putra atau putrinya yang kebetulan menjadi anggota Kagama, sudilah kiranya hubungi saya untuk bersilaturahmi). 


Tekan yang mana ini tadi..malah pidato..Oh, ya...pulangnya, kawan-kawan saya ajak mampir ke Gudeg Jl. C. Simanjuntak (aku lupa  nama warungnya). Ya, harap-harap syukuran lah. Soal poket tipis memang saya akui. Tapi belanja makan enak sekali-sekali kan boleh.


Apalagi momennya tepat: persiapan daya tahan tubuh untuk menyongsong Sipenmaru. Tentu saja Unang, Aris, dan Tarso girang bukan kepalang.


Tak seperti biasanya yang lauknya cuma 3T (tahu, tempe, telur) sekarang  berani ambil paha dan dada. Nasinya full munjung kayak gunung Sindoro.  


Biyuuh! rampung/selesai makan saya menghampiri kasir-juruwang sambil rogoh-rogoh saku. 


Matik aku! Kok kosong!  Padahal perasaan tadi ada duit Rp10.000 gambar  Kartini? Hadeuuuh!! Tak pelak, muka saya pun kontan mbleret seperti matahari gerhana. 


"Ada masalah?" tanya Aris. "Eh, ee, anu..duitku tertinggal dirumah ki, Nda,"  jawab saya sambil garuk-garuk kepala.


"Yasalaaaam!!" kontan koor kecewa berluncuran dari mulut-mulut kekenyangan  itu. 


"Maaf, Ndes. Kongsi-kongsi dulu, ya„"  pinta saya dengan wajah nyremimih, "Kowe cah telu dhuwite, aku patunge." 

"Kamu memang lelaki penuh tipu dayaa!!" ujar Tarso sambil nggablog saya.

Sabar, disambung lagi besok ya di nombor 5
To be Continued..
Courtesy to (Karya; Nursodik Gunarjo)
Adaptasi dari judul asal '
KUNCEN Kisah Perjalanan Menembus Gadjah Mada'  

Editor; HSZ/FortunaNetworks.Com
Kredit Ilustrasi Image; 
pinterest.com/pin/
Follow me at;
 
twitter.com/helmysyamza

No comments