Mengenali Etymology-Adat Budaya & Etnik "Urang Awak Minangkabau"[2]
FORTUNA LIFESTYLE.COM | Artikel ini lanjutan dari threads sebelumnya yang berjudul;
Mengenali Etymology-Adat Budaya & Etnik "Urang Awak Minangkabau"[1]
Etimologi & Mitos asal-usul nama Minangkabau
Perkataan Minangkabau merupakan gabungan dua perkataan, iaitu, minang yang bermaksud "menang" dan kabau untuk "kerbau". Menurut lagenda, nama ini diperolehi daripada peristiwa perselisihan di antara kerajaan Minangkabau dengan seorang Putera Mahkota Kerajaan dari Pulau Jawa yang meminta pengakuan kekuasaan di Tanah Melayu- Gugusan Kepulauan Nusantara. Maka untuk mengelakkan diri mereka daripada berperang, rakyat Minangkabau pada ketika itu, mencadangkan diadakan pertandingan adu kerbau di antara kedua pihak.
Sang Putera tersebut setuju dan menonjolkan seekor kerbau yang besar dan ganas. Sementara Rakyat/ Masyarakat setempat pula hanya menonjolkan seekor anak kerbau yang sedang lapar tetapi dengan tanduknya yang telah ditajamkan. Semasa peraduan-pertandingan tersebut, si anak kerbau yang kelaparan dengan tidak sengaja merodok tanduknya di perut kerbau besar itu kerana ingin mencari puting susu untuk menghilangkan kelaparannya. Kerbau yang ganas itu akhirnya mati dan rakyat tempatan berjaya menyelesaikan pergelutan tanah dengan cara yang aman.Kemenangan itu menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama Minangkabau, yang berasal dari ucapan "Manang kabau" (artinya menang kerbau). Kisah tambo ini juga dijumpai dalam Hikayat Raja-Raja Pasai dan juga menyebutkan bahwa kemenangan itu menjadikan negeri yang sebelumnya bernama Pariangan menggunakan nama tersebut.
Selanjutnya penggunaan nama Minangkabau juga digunakan untuk menyebut sebuah Nagari, yaitu Nagari Minangkabau, yang terletak di Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
READ MORE
Mempelajari Dan Motivasi Jati Diri Minangkabau di Nagari Tuo Pariangan,Sumatera Barat
Pariangan Tourism Village; Kenali Dan Pelajari Adat Budaya Minangkabau Di Pariangan,Sumatera Barat
Kenapa Desa Pariangan Dinobatkan Desa Terindah & Termasuk 5 Desa Wisata Terindah di Dunia?
Salah satu Masjid lama yang terdapat di Negeri Tua,Pariangan, Kabupaten Tanah Datar.
Dalam catatan sejarah Kerajaan Majapahit, Nagarakretagama, bertarikh tahun-1365, juga telah menyebutkan nama Minangkabwa sebagai salah satu dari Negeri Melayu yang telah berhasil ditaklukannya. Begitu juga dalam Tawarikh Ming tahun 1405, terdapat nama kerajaan Mi-nang-ge-bu dari enam[6] Kerajaan yang mengirimkan utusan menghadap kepada Kaisar Yongle di Nanjing.
Di sisi lain, nama "Minang" (Kerajaan Minanga) itu sendiri juga telah disebutkan dalam Prasasti Kedukan Bukit tahun 682 dan berbahasa Sanskerta. Dalam prasasti itu dinyatakan bahwa pendiri kerajaan Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang bertolak dari "Minānga" .... Beberapa pakar yang merujuk dari sumber prasasti itu menduga, kata baris ke-4 (...minānga) dan ke-5 (tāmvan....) sebenarnya tergabung, sehingga menjadi mināngatāmvan dan diterjemahkan dengan makna 'Sungai Kembar'. Sungai kembar yang dimaksud diduga menunjuk kepada pertemuan (temu) dua sumber aliran Sungai Kampar, yaitu Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan. Namun pendapat ini dibantah oleh Casparis, yang membuktikan bahwa "tāmvan" tidak ada hubungannya dengan "temu", kerana kata temu dan muara juga dijumpai pada prasasti-prasasti peninggalan zaman Sriwijaya yang lainnya. Oleh kerana itu kata Minanga berdiri sendiri dan identik dengan penyebutan Minang itu sendiri.
Bumbung Rumah Adat Minangkabau yang dipanggil Rumah Gadang, (Rumah Besar) memiliki rupa bentuk yang unik kerana ia menyerupai tanduk kerbau.Terdapat juga prinsip-prinsip tertentu dalam pembinaan rumah adat Minangkabau.
Asal - Usul
Dari RisalahTambo Minangkabau yang diterima secara turun temurun, menceritakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari keturunan Iskandar Zulkarnain. Walau tambo tersebut tidak tersusun secara sistematis dan lebih kepada legenda berbanding fakta serta cenderung kepada sebuah karya sastra yang sudah menjadi milik masyarakat banyak. Namun kisah tambo ini sedikit banyaknya dapat dibandingkan dengan Sulalatus Salatin yang juga menceritakan bagaimana masyarakat Minangkabau mengutus wakilnya untuk meminta Sang Sapurba salah seorang keturunan Iskandar Zulkarnain tersebut untuk menjadi raja mereka.Masyarakat Minang merupakan bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda) yang melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar 2.000–2.500 tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah timur pulau Sumatera, menyusuri aliran Sungai Kampar sampai ke dataran tinggi yang disebut 'darek' dan menjadi kampung halaman orang Minangkabau. Beberapa kawasan darek ini kemudian membentuk semacam konfederasi yang dikenal dengan nama luhak, yang selanjutnya disebut juga dengan nama Luhak Nan Tigo, yang terdiri dari Luhak Limo Puluah, Luhak Agam, dan Luhak Tanah Data. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kawasan luhak tersebut menjadi daerah teritorial pemerintahan yang disebut afdeling, diketuai oleh seorang residen yang oleh masyarakat Minangkabau disebut dengan nama Tuan Luhak.
Sementara seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan penduduk, masyarakat Minangkabau menyebar ke kawasan darek yang lain serta membentuk beberapa kawasan tertentu menjadi kawasan rantau. Konsep rantau bagi masyarakat Minang merupakan suatu kawasan yang menjadi pintu masuk ke alam Minangkabau. Rantau juga berfungsi sebagai tempat mencari kehidupan, kawasan perdagangan. Rantau di Minangkabau dikenal dengan Rantau Nan Duo terbagi atas Rantau di Hilia (kawasan pesisir timur) dan Rantau di Mudiak (kawasan pesisir barat).
Pada awalnya penyebutan orang Minang belum dibedakan dengan orang Melayu, Namun sejak abad ke-19, penyebutan Minang dan Melayu mulai dibedakan melihat budaya matrilineal yang tetap bertahan berbanding patrilineal yang dianut oleh masyarakat Melayu umumnya. Kemudian pengelompokan ini terus berlangsung demi kepentingan sensus penduduk maupun politik
Sebuah masjid di Padang Lua, Banuhampu, Kabupaten Agam sekitar tahun 1900-an dengan arsitektur khas Minangkabau sekitar tahun 1900-an.
Ciri-ciri Islam begitu mendalam dalam Adat Minangkabau sehingga mereka yang tidak mengamalkan Islam dianggap telah terkeluar dari masyarakat Minangkabau.
Matrilineal
Matrilineal merupakan salah satu aspek utama dalam mendefinisikan identiti Masyarakat Minangkabau. Adat dan Budaya mereka menempatkan pihak perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka tuo (pusaka turun temurun) dan kekerabatan. Garis keturunan dirujuk kepada Ibu yang dikenal dengan Sa-mandeh (se-ibu), sedangkan Bapa mereka disebut oleh masyarakat dengan nama Sumando (ipar) dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga.
Kaum perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa sehingga dijuluki dengan Bundo Kanduang, memainkan peranan dalam menentukan
keberhasilan pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kaum lelaki dalam posisi mereka sebagai Mamak (paman atau saudara dari pihak ibu),Dan Penghulu (ketua suku).
Pengaruh yang besar tersebut menjadikan perempuan Minang disimbolkan sebagai Limpapeh Rumah Nan Gadang (pilar utama rumah). Walau kekuasaan sangat dipengaruhi oleh penguasaan terhadap aset ekonomi.Namun kaum lelaki dari keluarga pihak perempuan tersebut masih tetap memegang otoriti atau memiliki legitimasi kekuasaan pada komunitainya.("Aksara" yang pernah diduga sebagai aksara Minangkabau/ Photo by id.wikipedia.org)
Bahasa
Bahasa Minangkabau termasuk salah satu anak cabang rumpun bahasa Austronesia. Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu, ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu, kerana banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya, Sementara yang lain justru beranggapan bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada juga yang menyebut bahasa Minangkabau merupakan bahasa Proto-Melayu.Selain itu dalam masyarakat penutur bahasa Minangkabai itu sendiri juga sudah terdapat berbagai macam dialek bergantung kepada daerahnya masing-masing.Pengaruh bahasa lain yang diserap ke dalam bahasa Minangkabau umumnya dari bahasa Sanskerta [Sunkrit], Arab, Tamil, dan Parsi. Kemudian kosakata Sanskerta dan Tamil yang dijumpai pada beberapa prasasti di Minangkabau telah ditulis menggunakan bermacam aksara di antaranya Dewanagari, Pallawa, dan Kawi. Menguatnya Islam yang diterima secara luas juga mendorong masyarakatnya menggunakan Abjad Jawi (Arab Melayu) dalam penulisan sebelum berganti dengan Alfabet Latin.
Meskipun memiliki bahasa sendiri, orang Minangkabau juga menggunakan bahasa Melayu dan kemudian bahasa Indonesia secara meluas. Historiografi tradisional orang Minang, Tambo Minangkabau, ditulis dalam bahasa Melayu dan merupakan bagian sastra Melayu atau sastra Indonesia lama. Suku Minangkabau menolak penggunaan bahasa Minangkabau untuk keperluan pengajaran di sekolah-sekolah. Bahasa Melayu yang dipengaruhi baik secara tata bahasa maupun kosakata oleh bahasa Arab telah digunakan untuk pengajaran agama Islam. Pidato di sekolah agama juga menggunakan bahasa Melayu. Pada awal abad ke-20 sekolah Melayu yang didirikan pemerintah Hindia Belanda di wilayah Minangkabau mengajarkan ragam bahasa Melayu Riau, yang dianggap sebagai bahasa standar dan juga digunakan di wilayah Johor, Malaysia. Namun kenyataannya bahasa yang digunakan oleh sekolah-sekolah Belanda ini adalah ragam yang terpengaruh oleh bahasa Minangkabau.
Guru-guru dan penulis Minangkabau berperan penting dalam pembinaan bahasa Melayu Tinggi. Banyak guru-guru bahasa Melayu berasal dari Minangkabau, dan sekolah di Bukittinggi ,Sumatera Barat merupakan salah satu pusat pembentukan bahasa Melayu formal. Dalam masa diterimanya bahasa Melayu Balai Pustaka, Orang-orang Minangkabau menjadi percaya bahwa mereka adalah penjaga kemurnian bahasa yang kemudian menjadi bahasa Indonesia itu.
Persukuan - Suku-Suku
Seperti etnik lainnya, dalam etnik/suku Minangkabau terdapat banyak klan yang disebut dengan istilah suku. Menurut Tambo Alam Minangkabau, pada masa awal pembentukan budaya Minangkabau oleh Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang, hanya ada empat suku awal yang dijadikan nama dari dua kelarasan. Suku-suku tersebut adalah;- Suku Koto
- Suku Piliang
- Suku Bodi
- Suku Caniago
Dan jika melihat dari asal kata dari nama-nama suku induk tersebut, dapat dikatakan kata-kata tersebut berasal dari bahasa Sanskerta, sebagai contoh Koto berasal dari kata kotto yang berarti benteng atau kubu, Piliang berasal dari dua kata phi dan hyang yang digabung berarti pilihan tuhan, Bodi berasal dari kata bodhi yang berarti orang yang terbangun, dan Caniago berasal dari dua kata chana dan ago yang berarti sesuatu yang berharga.
Demikian juga untuk suku-suku awal selain suku induk, nama-nama suku tersebut tentu berasal dari bahasa Sanskerta dengan pengaruh agama Hindu dan Buddha yang berkembang disaat itu. Sedangkan perkembangan berikutnya nama-nama suku yang ada berubah pengucapannya karena perkembangan bahasa minang itu sendiri dan pengaruh dari agama Islam dan pendatang-pendatang asing yang tinggal menetap bersama.
Suku-suku dalam Minangkabau pada awalnya kemungkinan ditentukan oleh Raja Pagaruyung, namun sejak berakhirnya Kerajaan Pagaruyung tidak ada lagi muncul Suku-suku baru di Minangkabau.
Sedangkan orang Minang di Negeri Sembilan, Malaysia, membentuk 13 Suku baru yang berbeda dengan suku asalnya di Minangkabau.
Suku dalam tatanan Masyarakat Minangkabau merupakan basis dari organisasi sosial, sekaligus tempat pertarungan kekuasaan yang fundamental. Pengertian awal kata suku dalam Bahasa Minang dapat bermaksud satu perempat, sehingga jika dikaitkan dengan pendirian suatu Nagari di Minangkabau, dapat dikatakan sempurna apabila telah terdiri dari komposisi empat suku yang mendiami kawasan tersebut. Selanjutnya, setiap suku dalam tradisi Minang, diurut dari garis keturunan yang sama dari pihak ibu, dan diyakini berasal dari satu keturunan nenek moyang yang sama.
Selain sebagai basis politik, suku-kesukuan juga merupakan basis dari unit-unit ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga, harta, dan sumber-sumber pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka. Harta pusaka [Pusaka Tinggi-turun temurun] merupakan harta milik bersama dari seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi.
Harta pusaka semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.
Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil atau disebut payuang (payung). Adapun unit yang paling kecil setelah sapayuang disebut saparuik. Sebuah keluarga paruik-saparuik (perut) biasanya tinggal pada sebuah Rumah Gadang secara bersama-sama.
Bersambung...
---------------------------------
Resources;
https://ms.wikipedia.org/wiki/
https://id.wikipedia.org/wiki/
No comments
Post a Comment