Keadilan Begitu Mahal,Buat DR.Dr Siti Fadhila.Sp,JP(K)Pahlawan Tanpa Jasa
DR,Dr Siti Fadhila,Sp,JP(K) mantan Menteri Kesehatan Indonesia,pernah menolak tawaran sampai trilyunan rupiah(bilion dolar US) dan menolak tawaran untuk dijadikan Presiden Indonesia priode tahun 2009-2014.
Dan Tawaran untuk dibuatkan Hospital di Geneva,Switzerland.
Bandingkan dengan tuduhan wang yang beliau selewengkan !!!
Keadilan Begitu Mahal, Buat Siti Fadilah, Pahlawan Tanpa Jasa.
BACA JUGA Dahlan Iskan Divonis 2 Tahun.Dua Tahun Untuk Semua Yang Dilakukannya Bagi Negeri Ini
KETIKA vonis 12 tahun penjara dijatuhkan oleh Hakim KPK(Komisi Pemberantas Korupsi) bagi Angelina Sondakh, keputusan beberapa tahun silam itu, tidak membuat saya tertarik apalagi bereaksi.
Namun ketika Rabu kemarin, vonis 6 tahun penjara dijatuhkan kepada Dr.Siti Fadilah, saya bukan hanya tertarik. Tetapi sangat sedih dan super kecewa.
Ini bukan soal perbedaan status. Angelina Sondakh politisi Partai Demokrat hanya berstatus (mantan) anggota DPR-RI, sementara Dr.Siti Fadilah seorang intelektual yang menjabat Menteri Kesehatan RI periode 2004-2009.
Saya bukan ahli hukum, tetapi barometer yang saya gunakan hal-hal yang normatif plus data instink tentang mereka yang menjadi pasien KPK.
Semua itu memberi bahan untuk menyimpulkan, keadilan bagi Bu Dr.Siti Fadilah, sudah dirobek-robek. Hakim yang memvonis Siti Fadilah, dalam pertimbanganya lebih menyebut hal yang memberatkan.
Tanpa tahu, bahwa jasa Siti Fadilah kepada negara dan bangsa ini, tidak bisa dinilai dengan wang.
BACA JUGA HABIB RIZIEQ SYIHAB MAHU DIHABISI KERANA SIMBOL PERJUANGAN ISLAM DI INDONESIA & DI DUNIA[3Akhir]
Secara pribadi saya lebih dekat dengan Angelina, ketimbang Dr.Siti Fadilah.
Angelina dan saya sama-sama berasal dari Manado. Ayahnya Profesor Lucky Sondakh, mantan Rektor Unsrat, teman saya bermain golf.
Selepas menjalani kewajibannya sebagai Putri Indonesia, Angie sempat saya tawari menjadi host di RCTI, ketika saya menjabat Pemimpin Redaksi di TV milik Hary Tanoe tersebut.
Di tahun 2004, Angie masih sempat meminta pendapat saya, mana yang lebih baik yang harus dia pilih - masuk calon anggota DPR-RI mewakili Partai Demokrat atau mencalonkan diri sebagai non-partisan untuk keanggotaan DPD-RI periode 2004-2009, mewakili Provinsi Sulawesi Utara.
Sebelum itu, di tahun 2001, saya mewawancarainya untuk program "Impact", di Quick Channel, televisi berbasis pelanggan milik Peter F. Gontha. Angie, cukup tersanjung dengan wawacara dalam bahasa Inggeris itu - hingga dia menuliskan soal saya di blog pribadinya.
Itu semua sekedar menunjukkan, kemistri antara saya dan Angelina lebih lengket ketimbang dengan Dr.Siti Fadilah.
Namun saya kemudian tidak punya empati kepada Angelina, sebab dia pernah menjadi bintang iklan pemberantasan korupsi.
"Katakan tidak pada korupsi", katanya sebagai bintang sekaligus politisi Partai Demokrat, bersama Andi Mallarangeng.
Tapi lakonnya di luar iklan, berbeda 180 derajat. Angie dan Andi Mallarangeng pun masuk penjara kerana korupsi.
Sementara dengan Dr.Siti Fadilah, janda berusia 60-an tahun, saya baru mengenalnya tiga tahun lalu. Dan saya lah yang berinisiatif mengenalkan diri. Tidak mudah meyakinkannya. Walaupun saya mempromosikan diri, mungkin terlampau berlebihan.
Namun saya ngotot mengenalnya lebih dekat,sebab media internasional demikian elegant menokohkannya, sementara media di dalam negeri, seperti mengabaikannya. Wanita paruh baya asal Solo ini di mata saya sangat spesial.
Berat memang. Sekalipun Ibu Siti, sudah tidak menjabat sebagai Menteri, ketika di tahun 2014 itu, saya berusaha masuk ke fikiran dia, tidak mudah meyakinkannya.
Sikapnya baru mencair, sewaktu saya tunjukkan dua artikel tulisan saya di INILAH DOTKOM, dimana saat itu saya hanya menggunakan materi dari media-media asing.
Media-media asing menyebutnya sebagai seorang intelektual dan pejuang Indonesia, yang dibperlukan dunia.Terutama menghadapi dominasi negara-negara industri dalam bisnis farmasi.
Yang saya kagumi, antara lain keberanian dia menolak semua tawaran dari berbagai pihak negara Asing. Tawaran yang bernilai triliunan rupiah.
Mulai dari tawaran mahu dibuatkan Hospital Khusus di Geneva,Switzerland (Swiss). Bahkan didukung untuk menjadi Presiden RI periode 2009-2014.
Syaratnya, Ibu Siti tidak mengorek-ngorek perdagangan Virus yang diselewengkan oleh pejabat Amerika di WHO (World Heath Organization) ke perusahaan-perusahaan industri farmasi di negeri Uncle Sam itu.
Sehingga inilah yang membuat hatiku berjerit. Bahwasanya kalau Bu Siti memang memiliki karakter mata duitan, dia sudah pasti lebih memilih tawaran asing di atas.
Bandingkan wang yang disebut-sebut disalahgunakan atau dikorupsi oleh Bu Siti dalam penyediaan Alat Kesehatan, nominalnya relative sangat kecil. Apabila dibandingkan dengan tawaran pihak Asing.
Kalau mahu disederhanakan,Dr.Siti Fadilah sebagai Menteri Kesehatan RI, mampu mencegah pemanfaatan virus asal Indonesia, yang nantinya digunakan untuk "mematikan" Indonesia.
Dr.Siti Fadilah, merupakan pejabat tinggi negara RI yang berhasil mencegah beroperasinya berbagai projek kesehatan di Indonesia, yang sebetulnya untuk menghancurkan Indonesia.
Banyak yang tidak faham, menghancurkan Indonesia, tidak melalui jalur kesehatan. Ancaman Indonesia selalu dianggap datangnya pasti dari bidang keamanan dan ekonomi.
Dr.Siti Fadilah-lah yang berhasil membaca manuver negara Asing - menghancurkan Indonesia melalui penyebaran penyakit menular yang sulit diobati.
Di tangannya pula, sebuah proyek penelitian asing yang memiliki anggaran Rp. 2 triliun per tahun dihentikan. ProJek tersebut terkenal dengan sebutan NAMRU.
( linknya http://forum.detik.com/keberadaan-namru-2-di-indonesia-ada).
Banyak yang tidak sadar, bahwa penyakit flu burung yang pernah berjangkit di Indonesia, sebetulnya sebuah rekayasa. Dengan tujuan membuat penyakit itu menular ke seluruh Indonesia.
Dan untuk memberantas atau mengobati pasien flu burung, Indonesia harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
Pada saatnya, APBN Indonesia(Budget Negara) akan digerogoti oleh anggaran untuk membeli obat penyembuh flu burung. Pada saat itu akan datang tawaran dari Bank Dunia agar Indonesia meminjam dana dari lembaga keuangan tersebut. Tentu saja ada hitung-hitungan bunganya.
Sehingga dana yang diperlukan Indonesia untuk kesehatan, bisa melebihi anggaran untuk pembelian senjata (Alutsista).
Inilah yang berhasil dicegah Dr.Siti Fadilah. Dalam sudut ini, saya menilai Bu Siti, seorang pahlawan bangsa yang tak dikenal. Sehingga diapun dianggap tidak berjasa.
Naluri kewartawanan saya berkata, diadilinya Siti Fadilah sebagai tersangka koruptor, tidak sesederhana seperti yang dituduhkan kepadanya. Apalagi melihat proses menjadikannya sebagai tersangka.Semoga kecurigaan ini, menjadi bahan pertimbangan bagi para penegak hukum yang menangani perkara nenek berusia 66 tahun tersebut.
Boleh jadi ia menjadi korban dari sebuah konspirasi, yang sulit dibuktikan secara hukum. Kerana Siti Fadilah sejak masih menjabat sebagai Menteri Kesehatan sudah menjadi target yang harus dieleminir.
BACA JUGA Wawasan Nusantara Dibuat Porak-Poranda.Devide Et Impera@Adu Domba Gaya BaruSelain itu para penegak hukum bisa menggunakan naluri kemanusiaan mereka. Dengan satu pertanyaan, akan berbahagiakah anda-anda memenjarakan Dr. Siti Fadilah selama 6 tahun di Rutan (Rumah Tahanan/Penjara) Pondok Bambu selain mewajibkan dia membayar denda Rp. 1,5 miliar?
Bagaimana cara Bu Siti mencari wang Rp. 1,5 miliar? Sementara peluangnya untuk bekerja, sudah tidak ada.
Saya yang tidak punya hubungan darah dengan keluarga Bu Siti, membaca berita tentang hukuman itu sudah jadi "pusing kepala berbi". Terlalu. [***]Courtesy to Original Author : DEREK MANANGKA (Senior Journalist.
No comments
Post a Comment