DR.Siti Fadhilah;Saatnya Dunia Berubah! "Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung"

<img src="DR.Siti Fadhilah.jpg" alt="  DR.Siti Fadhilah;Saatnya Dunia Berubah! "Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung ">

DR.Siti Fadhilah Supari, Sp.JP(K). Sejak terbitnya, buku ini menjadi pembicaraan di berbagai media Internasional, kerana buku ini dianggap membongkar konspirasi pihak Barat terhadap sampel virus flu burung.

Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung
merupakan buku yang ditulis oleh Menteri Kesehatan pada Kabinet Indonesia Bersatu, Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K).


Diluncurkan pada Ahad, 6 Januari 2008 di Jakarta, buku ini membuat banyak pihak kebakaran jenggot. Dalam bukunya ini Siti Fadilah membuka kedok World Health Organization (WHO) yang telah lebih dari 50 tahun mewajibkan virus sharing yang ternyata banyak merugikan negara miskin dan berkembang asal virus tersebut.
Buku ini terbit pula dalam bahasa Inggeris dengan judul It's Time for the World to Change.
BACA JUGA Keadilan Begitu Mahal,Buat DR.Dr Siti Fadhila.Sp,JP(K)Pahlawan Tanpa Jasa


Ringkasan Isi buku:

Berikut adalah sebagian kutipan dari apa yang tertulis di buku tersebut.

“Namun ironisnya pembuat vaksin adalah perusahaan yang ada di negara-negara industri, negara maju, negara kaya yang tidak mempunyai kasus flu burung pada manusia. Dan kemudian vaksin itu dijual ke seluruh dunia juga akan dijual ke negara kita. Tetapi tanpa sepengetahuan apalagi kompensasi untuk si pengirim virus, yaitu saudara kita yang ada di Vietnam.
” Mengapa begini? Jiwa kedaulatan saya terusik. Seolah saya melihat ke belakang, ada bayang-bayang penjajah dengan semena-mena merampas padi yang menguning, karena kita hanya bisa menumbuk padi menggunakan lesung, sedangkan sang penjajah punya mesin sleyp padi yang modern. Seolah saya melihat penjajah menyedot minyak bumi di Tanah Air kita seenaknya, karena kita tidak menguasai teknologi dan tidak memiliki uang untuk mengolahnya. Inikah yang disebut neo-kolonialisme yang diramal oleh Bung Karno 50 tahun yang lalu.
Ketidak-berdayaan suatu bangsa menjadi sumber keuntungan bangsa yang lain? Demikian jugakah pengiriman virus influenza di WHO yang sudah berlangsung selama 50 tahun, dengan dalih oleh karena adanya GISN (Global Influenza Surveillance Network). Saya tidak mengerti siapa yang mendirikan GISN yang sangat berkuasa tersebut sehingga negara-negara penderita Flu Burung tampak tidak berdaya menjalani ketentuan yang digariskan oleh WHO melalui GISN dan harus patuh meskipun ada ketidak-adilan
(/id.wikipedia.org)
<img src="DR.Siti Fadhilah.jpg" alt="  DR.Siti Fadhilah;Saatnya Dunia Berubah! "Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung ">

BACA JUGA Dahlan Iskan Divonis 2 Tahun.Dua Tahun Untuk Semua Yang Dilakukannya Bagi Negeri Ini
Senyumnya ramah. Bicaranya lembut. Namun, jangan kaget kalau ia bisa berapi-api ketika berbicara mengenai kesewenang-wenangan dan penindasan negara kaya, lembaga Internasional, serta kapitalis vaksin terhadap negara miskin. Dialah DR.Dr.Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K), Menteri Kesehatan RI, yang pernah menjadi sorotan dunia kerana gebrakannya dalam melawan dominasi WHO (World Health Organization) dan Barat (Amerika Syarikat).

Ceritanya bermula dari paksaan WHO terhadap Indonesia agar mengirimkan Virus Flu Burung H5N1 Strain Indonesia yang pernah melanda negeri ini beberapa tahun lalu ke WHO Collaborating Center (CC) untuk dilakukan 'Risk Assesement', 'Diagnosis', dan kemudian dibuatkan 'Seed Virus'. Entah bagaimana caranya, Virus asal Indonesia itu berpindah tangan ke Medimmune dan diolah menjadi Seed Virus. Hebatnya, seed virus ini diakui sebagai miliknya kerana diolah dengan teknologi yang sudah mereka patenkan. Indonesia, yang memiliki virusnya tidak punya hak apa-apa. Padahal, dengan seed virus inilah perusahaan swasta itu membuat vaksin yang dijual ke seluruh dunia dengan harga mahal.

Bagi Dr.Siti Fadilah, hal ini aneh. Yang memiliki teknologi mendapatkan hak amat banyak. Sebaliknya, yang memiliki virus tidak dapat apa-apa. “Sehebat apapun teknologi Medimmune, jika ditempelkan di jidatnya kan tidak akan menghasilkan seed virus H5N1 strain Indonesia,” kata lulusan kedokteran Universitas Gadjah Mada yang juga lulus program doktor di Universitas Indonesia itu dalam bukunya yang berjudul Saatnya Dunia Berubah – Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung.

Apa yang terjadi di Indonesia ternyata juga dialami negara miskin lain. Negara yang terjangkit penyakit, dipaksa mengirimkan virusnya ke WHO CC melalui skema GISN (Global Influenza Surveilance Network). Namun bukannya dimanfaatkan untuk kesehatan seluruh dunia, virus itu malah disalahgunakan oleh negara kaya untuk membuat komoditi dagang, antara lain dalam bentuk vaksin. Bahkan ada kemungkinan dijadikan senjata biologis.

Celakanya, negara miskin sering kesulitan mendapatkan vaksin tersebut kerana sudah diborong negara lain yang belum terkena virus tersebut untuk pencegahan.


Kalau posisinya seperti itu, Siti Fadilah berpraduga, negara kaya akan berusaha menciptakan virus baru untuk dilemparkan ke negara miskin. Kemudian negara miskin mengirim virus baru tersebut ke WHO. Dan selanjutnya WHO akan mengirim virus ke negara kaya untuk dibuatkan vaksinnya. Dus, negara kaya pun memiliki komoditi dagang virus baru.


“Siklus/
Cycles itu akan berputar seumur hidup,” kata spesialis jantung dan pembuluh darah ini. Negara miskin akan sakit terus, sakit dan sakit. Siklus yang tak berujung ini bak lingkaran setan. Celakanya, ketika negara miskin makin terpuruk gara-gara virus, negara kaya datang bak dewa penolong dengan memberikan sumbangan yang tidak seberapa dibanding keuntungan mereka dari berdagang vaksin.

Dr.Siti Fadilah melihat ketidakadilan itu — yang ternyata sudah berlangsung selama 60 (enam puluh) tahun dilakukan oleh WHO. Tergeraklah nuraninya. Ia sadar, dirinya hanyalah seorang Menteri Kesehatan dari negara bukan super power. Namun, ia berfikir dan bergerak cepat. Nalurinya mengatakan, kalau bahwa pemaksaan pengiriman virus ke WHO adalah salah satu kunci lingkaran setan. Maka kalau ia enggan mengirimkan virus itu, dunia akan bereaksi. Intuisinya benar. Dunia bereaksi. Negara Barat — terutama pemerintah dari negara penghasil vaksin — geger. Mereka takut virus tersebut menyebar ke seluruh dunia dan terjadi pandemi.

Dari sinilah perang Siti Fadilah terhadap penindasan WHO dan negara kaya dimulai. Ia membuka borok WHO dalam mengelola lalu-lintas virus dunia. Perang ini amat menggetarkan, seru dan melelahkan. Maklum, yang dilawan adalah lembaga dunia yang didukung penuh oleh negara kaya dan berkuasa, yang bisa berbuat apa saja.

Pertempuran itu tergambar begitu bagus di bukunya. Saya terpukau membaca halaman per halaman. Saya tak mau berhenti sejenak pun. Terbayang betapa gigihnya Siti Fadilah dan teamnya berjuang di kancah Internasional. Pengagum Bung Karno ini tak mengenal kata mundur. Ia tanpa lelah melobi negara-negara lain untuk mendukungnya. Setiap anak-buahnya mengabarkan bahwa posisinya terjepit di tengah negosiasi dan kemungkinan besar kalah, ia selalu mengatakan: Tidak ada kompromi. Aturan pengiriman virus ke WHO yang tidak transparan harus dihapus.!


Perjuangannya berhasil. Ia mampu memaksa WHO berubah. Ia berhasil menghancurkan lingkaran setan pervaksinan dunia. Kini aturan mainnya lebih adil, transparan dan setara.


Adil
artinya negara miskin yang mendapat penyakit flu burung mendapatkan hak atas virus yang dimilikinya. Jika virus itu dibuat vaksin, maka negara korban akan mendapat haknya atas vaksin sesuai aturan.


Transparan artinya negara yang menderita maupun negara lain mengetahui pasti kemana virus itu perginya, diapakan oleh siapa, dan yakin bahwa virus itu tidak digunakan untuk senjata biologis.

 
Setara artinya antara pengirim virus dan pembuat vaksin setara, selevel.

BACA JUGA Wawasan Nusantara Dibuat Porak-Poranda.Devide Et Impera@Adu Domba Gaya Baru.
Tak terasa, buku setebal 200 halaman yang diluncurkan 6 Januari 2008 lalu itu saya khatamkan dalam tempo empat jam.

Dari sinilah saya mulai bangga memiliki seorang menteri bernama DR,Dr.Siti Fadilah. Ia bukan hanya menteri. Ia juga ilmuwan yang sudah menghasilkan 150-an karya ilmiah dan meraih berbagai penghargaan antara lain: 


Best Young Investigator Award pada Kongres Kardiologi di Manila, Filipina, 1998.
T. Best Young Investigator Award pada Konferensi Ilmiah tentang “Omega 3” di Texas, Amerika Syarikat, 1994.
Serta Antony Mason Award dari University New South Wales, Sidney, Australia
.


Namun, lebih dari itu, dalam kasus melawan WHO dan AS, ia menujukkan diri sebagai seorang negosiator tangguh dan “diplomat” ulung yang mengangkat harkat bangsa Indonesia di kancah dunia.

Jangankan saya, pihak luar pun sangat bangga dengannya. Dengarlah apa kata majalah top dunia seperti The Economist (6 Agustus 2006):

“For the sake of basic human interest, the Indonesian government declares that genomic data on bird flu viruses can be accessed by anyone. With those words, spoken on August 3rd (2006), Siti Fadilah Sapari started a revolution that could yet save the world from the ravages of pandemic disease. That is because Indonesia’s health minister has chosen a weapon that may prove more useful than todays best vaccines in tackling such emerging threats as avian flu: transparency.”

Namun puteri Solo kelahiran 6 November ini sadar, perjuangan belum selesai. “Saya sedang membuat buku kedua,” katanya kepada saya setelah acara talkshow di SmartFM Jakarta Jumat lalu (2 Mei 2008).(Courtesy to Resources)

Notes;

Walaupun Buku Dr.Fadhilah sudah terbit hampir 10 tahun silam dan pernah ditarik dari peredaran oleh pemerintah lampau.Namun bagi saya buku yang dihasilkan tersebut sangat bermanfaat untuk dunia kesehatan dan akan kekal bermanfaat sepanjang zaman.
Namun amat disayangkan negara-bangsa ini tak menghargai jasa hasil karya agung anak-bangsanya.Dan kini tega sekali menghumbankan beliau ke penjara tanpa ehsan manusiawi hingga beliau mendekam di tirani besi untuk menghabiskan hari-hari tuanya.

No comments