#The Ladies of War;Keumala Hayati Panglima Muslimah Aceh Yang Bikin Gerun Ratu Elizabeth


Enam abad silam, perempuan yang juga disebut dengan nama Malahayati ini memimpin seribu lebih perempuan. Mereka para janda prajurit Kerajaan Aceh yang gugur dalam pertempuran melawan Portugis di Teluk Haru-Selat Melaka


 <img src="Keumala Hayati.jpg" alt=" #The Ladies of War;Keumala Hayati Panglima Muslimah Aceh Yang Bikin Gerun Ratu Elizabeth ">

#The Ladies of War;Keumala Hayati Panglima Muslimah Aceh Yang Bikin Gerun Ratu Elizabeth

Assalamualaikum wm,wb,
Indonesia setiap tanggal 21 April, akan ‘merayakan’ Hari Kartini. Hari lahir perempuan pahlawan Raden Ajeng Kartini yang diperingati sebagai tonggak kebangkitan perempuan Indonesia pada kesadaran akan kesamaan Hak dan kesetaraan gender dengan kaum lelaki.

Hari Kartini diperingati sebagai "Hari Emansipasi Wanita", minimal secara tempatan/lokal di Indonesia.

Hari Kartini ditetapkan pada tanggal 2 Mei 1964 via Keppres(Keputusan Presiden) RI No 108/1964 yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno.

Raden Ajeng Kartini,lahir pada April 21, 1879, di Jepara, Jawa Tengah.Indonesia.Dan Raden Adjeng Kartini,dilahirkan dan berasal dari kalangan @priyayi atau kelas bangsawan Jawa.

Kisah Ushairim Pejuang Islam,Dijamin Masuk Syurga.

Lasykar Yanissari@Utsmaniyah“Pasukan Paling Ditakuti Di Dunia”.

Tetapi sejak beberapa tahun kebelakangan ini,terutama selepas kejatuhan era pemerintahan Presiden Suharto-secara tepatnya pada era gelombang reformasi.Sebahagian masyarakat dan para cendekiawan Indonesia mula bersuara dan mengeluarkan argumen bahwasanya "Perayaan Hari Kartini Adalah Pembohongan Sejarah Kepada Generasi Muda Hari Ini",demikian headline media online eramuslim.com.

Kemudian, opini masayarakat sederhana aja: Kenapa harus Kartini? Apa pahlawan emansipasi Indonesia cuma Kartini? Atau Kartini dianggap paling besar pengorbanannya dibanding wanita pahlawan lain?

Tidak seperti dengan Cut Nya’ Dhien, Christina Martha Tiahahu,Keumala Hayati(Malahayati). Sosok Kartini tidak berhadapan langsung dengan penjajah, bahkan Kartini hidup dalam kemewahan lingkungan pemerintahan penjajah Belanda dan bangsawan Jawa pada waktu itu. Kartini tidak mengorbankan nyawa seperti Cut Nya’ Dhien atau Martha Tiahahu, Keumala Hayati(Malahayati) menghadapi penjajah.

Prof. Dr. Harsja W. Bachtiar, di artikel “Kartini dan Peranan Wanita dalam Masyarakat Kita” dalam buku Satu Abad Kartini (1879-1979), mengatakan bahwa kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi wanita di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak mencipta sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang sejatinya mengembangkannya lebih lanjut.
(Padahal negeri ini mempunyai ramai tokoh pejuang wanita
dengan kegagahan dan keperkasaan mereka masing-masing,yang tidak kurang hebatnya dari RA.Kartini)[1]

<img src="Keumala Hayati.jpg" alt=" #The Ladies of War;Keumala Hayati Panglima Muslimah Aceh Yang Bikin Gerun Ratu Elizabeth ">



Sekelumit Kisah Pejuang-Pejuang Wanita Tangguh Yang Dimiliki Ibu Pertiwi.

Dalam konteks menghadapi polemik yang cukup heboh dan sensasi itu.kerana ianya melibatkan fakta sejarah yang akan diwariskan untuk generasi mendatang.Maka saya coba membawa atau melakarkan kisah sejarah pejuang yang dilupakan khasnya pejuang wanita
diantara salah seorang tokoh pejuang wanita paling berani yang dimiliki oleh negeri ini
.
Seorang Pejuang wanita yang tidak pernah mahu tunduk kepada Belanda yang sepanjang hidupnya tidak pernah menyerah dan berhenti menentang penjajahan Belanda atas negeri ini.
Dalam konteks perjuangan beliau adalah mengusir Belanda dari Bumi Pertiwi.Justru  Kartini berjuang untuk membebaskan perempuan dari diskriminasi dan perlakuan tidak adil dari masyarakatnya( baca; kalangan priyayi bangsawan jawa).  

Beliau yang saya maksud adalah 
Malahayati, panglima muslimah Aceh yang bikin gerun Ratu Elizabeth.Perempuan yang berteriak lantang dari atas kapal. Suaranya beradu nyaring dengan gelegar meriam. Tegas. Memberi komando kepada pasukan perempuan di palagan perang (Theater of War)[2]

Secuplik kisah tentang Keumala Hayati. Panglima perang Kerajaan Aceh. Beliau adalah muslimah pertama di Nusantara dan bahkan dunia yang menjadi laksamana di zaman pelayaran moden. Saat sebagian besar rakyat negeri ini belum memikirkan emansipasi, beliau sudah mendobrak batas-batas gender yang baru dibincangkan kemudian.

Enam abad silam, perempuan yang juga disebut dengan nama Malahayati ini memimpin seribu lebih perempuan. Mereka para janda prajurit Kerajaan Aceh yang gugur dalam pertempuran melawan Portugis di Teluk Haru alias Selat Melaka.

Di dalam tubuh Malahayati memang mengalir darah kesatria. Bapaknya adalah Laksamana Mahmud Syah, panglima Kerajaan Aceh. Kakeknya(datuknya), Muhammad Said Syah, juga seorang laksamana terkemuka.

Kakek buyutnya @moyangnya,Sultan Salahuddin Syah, memimpin Aceh pada tahun 1530-1539. Sultan Salahuddin merupakan putra Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah, pendiri kerajaan Aceh Darussalam.

Malahayati memasuki pendidikan militer selepas dari pesantren. Dia masuk jurusan angkatan laut akademi militer Kerajaan Aceh, Ma'had Baitul Makdis. Akademi Militer kenamaan Kerajaan Aceh yang dibangun atas dukungan Sultan Selim II, penguasa Turki Utsmaniyah waktu itu.

Di akademi militer itu, Malahayati tumbuh sebagai sosok brilian. Di situ pula beliau bertemu dengan abangseangkatan yang kemudian menjadi suaminya. Lulus dari akademi, Malahayati diangkat menjadi Komandan Protokol Istana Darud-Dunia Kerajaan Aceh Darussalam. Sang suami menjadi laksamana.

Namun sayang, suaminya gugur di palagan Selat Melaka ketika melawan Portugis. Setelah suaminya gugur, Malahayati memohon kepada Sultan al-Mukammil, raja Aceh yang berkuasa dari 1596-1604, untuk membentuk armada perang. Prajuritnya adalah para janda pejuang Aceh yang gugur dalam pertempuran di Selat Melaka itu.

Gayung bersambut. Saat itu Kerajaan Aceh memang tengah meningkatkan keamanan kerana gangguan Portugis. Usul membentuk armada dikabulkan, Malahayati diangkat jadi Panglima Armada Inong Balee atau Armada Perempuan Janda.

Pasukan itu bermarkas di Teluk Lamreh Kraung Raya. Benteng Kuto Inong Balee dengan tinggi sekitar tiga meter dibangun. Lengkap dengan meriam. Sisa-sisa benteng/kubu itu kini masih bisa dilihat di Aceh.

Tak hanya menyusun pertahanan di darat. Pasukan Inong Balee dilengkapi seratus lebih kapal perang. Pasukan yang semula hanya seribu, lama-lama bertambah hingga mencapai dua ribu orang. Armada asing yang melintas di Selat Melaka pun menjadi gentar.

Pada 21 Juni 1599, pasukan ekspedisi dari Belanda yang baru selesai berperang dengan Kesultanan Banten tiba di Aceh. Rombongan yang dipimpin Cornelis dan Frederick de Houtman itu disambut baik. Namun armada asing itu malah menyerbu pelabuhan Aceh.

Kerajaan Aceh melawan. Lasykar Inong Balee pimpinan Malahayati jadi tembok terdepan. Pasukan janda itu sangatlah tangguh. Armada Belanda dilibas. Bahkan pada 11 September, de Houtman tewas di tangan Malahayati. Frederick de Houtman ditawan selama dua tahun.

Penjajah Belanda tak serik ,lalu mengirim pasukan pada 21 November 1600. Kali ini di bawah komando Paulus van Caerden. Mereka menjarah dan menenggelamkan kapal-kapal yang penuh rempah-rempah di pantai Aceh.

Pada bulan Jun tahun berikutnya, Malahayati berhasil menangkap Laksamana Belanda, Jacob van Neck, yang tengah berlayar di pantai Aceh. Setelah berbagai insiden, Belanda mengirim surat diplomatik dan memohon maaf kepada Kesultanan Aceh melalui utusan Maurits van Oranjesent.

Tak hanya sebagai laksamana, Malahayati ternyata juga merupakan sosok negosiator ulung. Pada bulan Ogos1601, Malahayati memimpin Aceh untuk berunding dengan dua utusan Maurits van Oranjesent, Laksamana Laurens Bicker dan Gerard de Roy. Mereka sepakat melakukan gencatan senjata. Belanda juga harus membayar 50 ribu gulden sebagai kompensasi penyerbuan yang dilakukan
Paulus van Caerden.

Sepak terjang Malahayati sampai juga ke telinga Ratu Elizabeth, penguasa British. Sehingga negeri raksasa itu memilih cara damai saat hendak melintas Selat Malaka. Pada Jun1602, Ratu Elizabeth memilih mengutus James Lancaster untuk mengirim surat kepada Sultan Aceh untuk membuka jalur pelayaran menuju Jawa.

Malahayati disebut masih memimpin pasukan Aceh menghadapi armada Portugis di bawah Alfonso de Castro yang menyerbu Kreung Raya Aceh pada Juni 1606. Sejumlah sumber sejarah menyebut Malahayati gugur dalam pertempuran melawan Portugis itu.
  Beliau kemudian dimakamkan di lereng Bukit Kota Dalam, sebuah desa nelayan yang berjarak 34 kilometer dari Banda Aceh.

Malahayati sungguh melegenda. Namanya saat ini dipakai untuk nama jalan, hospital, universitas di Pulau Sumatera, hingga kapal perang TNI Angakatan Laut. Namun sayang, sangat sedikit literatur tentang tokoh sebesar Malahayati ini. Sehingga tidak diketahui pasti tarikh tepat tahun lahir dan meninggalnya.

Semoga perjuangan beliau tercatat sebagai para Syuhada dan semangatnya bisa sedikit banyaknya dapat memberikan motivasi kepada anak bangsa.InsyaAllah.
______________________________


Referensi;

@priyayi-Priayi adalah istilah dalam kebudayaan Jawa untuk kelas sosial dalam golongan bangsawan. Suatu golongan tertinggi dalam masyarakat karena memiliki keturunan dari keluarga kerajaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, priayi adalah orang yang termasuk lapisan masyarakat yang kedudukannya dianggap terhormat, misalnya golongan pegawai negeri./id.wikipedia.org/wiki/Kartini

[1]www.eramuslim.com/
(sumber Dream.co.id)

[2]Dream.co.id
Potret Kartini bersama suaminya, R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat (1903) Kredit :id.wikipedia.org/wiki/Kartini

No comments