MY HUSBAND IS PARLIN [Part 2]

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt=" MY HUSBAND IS PARLIN [Part 2]">

Novel @Cerita Bersambung (Cerbung)
@Komedi & Humor

MY HUSBAND IS PARLIN 

Part 2

Sinopsis
FORTUNA MEDIA - 
Parlin sering dapat hinaan, dia disebut Suami jadul (jaman dulu style). Akan tetapi siapa sangka ternyata dia pemilik sapi-lembu ratusan ekor.

" Biar Suami Jadul, Yang Penting Duit Ngumpul "

JURAGAN SAPI

"Memang Abang mahu jual sapi siapa?" tanyaku seraya menatap matanya penuh selidik. 

"Ya, sapi kita, Dek?"

"Memang Abang punya sapi?"

"Iya, Dek, hanya usaha sampingan."

Sampingan? Wah, usaha sampingan saja sudah bisa memberangkatkan orang tua ke Makkah. Berarti usaha pokoknya lebih lagi. Apakah Suamiku juragan sapi? Ayah dulu bilang, Bang Parlindungan itu petani, waktu itu aku tak tanya lagi petani apa, yang kufikirkan saat itu aku menikah dengan pilihan orang tua, kerana sudah lelah disebut perawan tua. Ditambah lagi wajah Suamiku ini teduh, mirip Rano Karno zaman dahulu. Bila kulihat Suami, aku selalu teringat sinetron kesukaanku waktu kecil dulu. Si Doel Anak Sekolahan. 

"Kenapa Abang gak pernah bilang punya sapi?"

"Lho, adek kan gak pernah tanya."

"Hmmm, masa sama istri sembunyikan usaha."

"Bukan maksud mau sembunyikan, Dek, memang gitu, gak usah pamer ya, Dek, gak usah bilang-bilang," kata suami lagi. 

Suami benar-benar memberikan wang dua puluh dua juta ke Ayahku. Aku melongo melihat wang tersebut dengan mudahnya dia berikan. Sedangkan Abangku saja hanya beri satu juta. 

"Aku tetap yakin kita dikerjai Ayah," kata kakakku yang nomor dua ketika kami kembali berkumpul. 

"Iya, aku juga yakin begitu, fikir pakai logika, mana mungkin orang seperti itu bisa berikan wang dua puluh dua juta sama mertuanya? Gak logik," sambung adikku yang paling bungsu seraya mulutnya menunjuk ke Bang Parlin yang seperti biasa di halaman. 

"Dikerjai bagaimana?" tanyaku. 

"Gini, Nia, kan si Parlin itu pilihan Ayah, Ayah mahu tunjukkan pada kami bahwa pilihannya benar, wang itu Ayah berikan ke Parlin dulu, baru pura-pura Parlin yang kasih," kata Abang yang nombor dua.

   READ MORE
MY HUSBAND IS PARLIN (Part 1)


Ingin rasanya Aku bilang kalau Suamiku juragan sapi, akan tetapi teringat perkataan Suami supaya hidup slow saja, gak usah bilang-bilang. Tak tahan mendengar mereka terus bicarakan Suami, kutemui Suami di halaman. Dia mencabut rumput seperti biasa. 

"Kenapa sih Abang suka cabut rumput?" tanyaku seraya ikut gabung dengannya. 

"Kebiasaan, Dek, aku sudah ambil rumput sejak masih SD, bila melihat rumput begini, rasanya ingin kusabit atau kucabut," jawab Suami. 

Ya, Tuhan, Suami macam apa ini, bila Suami orang hobby main game, hobby main catur, dia justru hobby cabut rumput. 

"Berapa sapi Abang? Kenapa gak pernah Abang ajak aku lihatnya," tanyaku lagi. 

"Cuma sedikit, Dek, sekitar dua ratus lima belas, itu kebanyakan sapi biasa yang harganya balasan juta," jawab suami. 

Dua ratus lima belas? dan dia bilang itu sedikit, aku mulai berhitung, dua ratus kali sepuluh juta saja sudah dua milyar, Dan itu baru usaha sampingan?  Aku istri millioner? 

"Ajak aku ke sana, Bang," kataku lagi. 

"Tak sanggup kau itu, Dek, di sana gak ada signal, memang sanggup Adek gak pegang HP?" jawab suami. 

Tak ada sinyal? Ah, tak terbayangkan hidup di tempat yang gak ada signal, setelah belasan  tahun ketergantungan HP. 

"Terus kenapa kita ngontrak rumah, itu sapi jual sepuluh dulu kenapa?  Biar kita beli rumah?" kataku seraya melirik Suami. 

"Kita gak ngontrak, Dek,"

"Tidak ngontrak kata Abang, itu rumah siapa? Itukan rumah kontrakan?"

"Apa pernah Adek bayar kontrakan?  Atau apa pernah lihat Abang bayar kontrakan?" 

Wah, aku baru ingat, memang tak pernah, ketika kami baru menikah, aku langsung diboyong ke rumah itu. Suami memang tak bilang itu rumah kontrakan, secara kan baru nikah, pasti tinggalnya di rumah kontrakan, rumah kami juga rumah petak, berdampingan dengan lima pintu lainnya. 

"Jadi ...?"

"Ya, itu rumah kita, Dek, enam pintu itu, selama ini dikontakkan, kerana Aku sudah menikah ya, kita tempati satu."

Sudah menikah tiga bulan, baru kali ini aku tahu tentang Suami, ternyata dia banyak menyimpan rahasia. 

"Kenapa sih sama istri sendiri rahasia segala?"

"Tidak ada rahasia, Dek, orang adek tak pernah tanya," 

"Tapi tetangga bilang rumah itu rumah kontrakan, mana mungkin dia tak tahu pemilik rumah yang dia kontrak?" tanyaku lagi bergaya bagai penyidik. 

"Memang dia tak tau, Dek, kerana tak pernah kubilang, Abang tak pernah datang minta wang kontrakan, semua itu diurus Bou,"

"Siapa Bou?" 

"Saudara Ayah, itu yang waktu itu kita ke sana."

Oh, aku memang pernah dibawa ke tempat Bounya, katanya itu satu-satunya saudara dia di kota ini. 

Ternyata pilihan Ayah benar, Suamiku seorang jutawan yang tak kenal HP andorid. Ah, ingin juga rasanya aku pamer, ingin kubungkam mulut Abang dan Ipar-Ipar yang terus merendahkan Suami. 

Suatu hari Abangku yang sulung datang ke rumah. Waktu dia datang, Suami lagi di teras membuat kandang ayam dari bambu. 

"Parlin, ada rumah bagus di sana, rumah subsidi, DP-nya hanya sepuluh juta, bulanannya satu jutaan, kau jual sawah kalian di kampung sana dulu, daripada kalian ngontrak terus," kata abangku. 

"Kami tidak ngontrak," Aku terlanjur keceplosan. 

"Jadi kalian tinggal gratis, dasar mental gratisan," kata Abangku. 

Suami melirikku, lirikannya tajam, aku tahu maksudnya. 

"Tidak berani kami kredit rumah, Bang," jawab Suami. 

"Harus diberanikan, kami dulu juga begitu, aku beranikan diri, kerja yang lebih giat, Alhamdulillah, akhirnya kami bisa kredit rumah, lima tahun lagi sudah lunas," kata Abangku lagi. 

Aku tahu, usaha sampingan Abangku ini memang broker rumah, dia pasti menawarkan pada kami kerana tergiur bonusnya. 

"Tidak, Bang, terima kasih," kata Suami. 

"Itulah fikiran yang tak bisa maju itu, kalau tak dicoba mana tahu kita sanggup atau tak sanggup, pakai ini sikit," kata abangku seraya menunjuk keningnya. 

Andaikan Abangku tahu Suamiku seorang jutawan? Dia mungkin akan malu, akan tetapi entah kenapa Suamiku ini, tak adakah keinginannya untuk sedikit pamer, biar tak direndahkan orang? 

Akhirnya Abangku pulang dengan kecewa, jawaban Suami tetap tak berani. Setelah dia pulang kupasang muka judes pada Suami. 

"Abang kenapa sih, diam saja begitu, bilang aja jujur kenapa, biar kita tidak direndahkan terus, aku capek, Bang," kataku kemudian. 

"Sabar, Dek, tak ada untungnya pamer," kata Suami. 

"Ada, Bang, sama orang sombong kita harus sombong juga, baru kredit rumah sudah sok kaya," kataku makin sewot. 

"Sudah, Dek, sudah, itu Abangmu, lho."

"Tak mau, Bang," kataku seraya masuk kamar. 

Entahlah dengan Suamiku ini, sudahlah pendiam, sabarnya keterlaluan. Ah, aku harus poles Suamiku, cukup sudah kami terus direndahkan. Yang pertama kulakukan akan ku ubah penampilannya. 

"Bang, Pinjam duit," kataku kemudian ketika Suami menyusul ke kamar. 

"Pinjam?" 

"Iya, Bang,"

"Ada-ada aja kau, Dek, masa sama Suami pinjam duit?" 

"Ah, percuma punya Suami juragan sapi?" kataku seraya berpaling. 

"Dek, jangan bilang gitu kenapa, Abang bukan juragan, hanya peternak sapi, kebetulan sekarang sapinya agak banyak, jadi orang yang kerjakan semua, Abang mahu hidup tenang, ingin menikmati hidup bersama Istri yang cantik." kata suami. 

"Istri cantik perlu belanja, Bang di mana-mana yang namanya wanita hobby belanja," kataku lagi. 

"Ya, sudah, ini, pakai," kata Suami seraya menyerahkan kartu ATM. 

Ternyata biar kuno, tak mengenal socmed, Suamiku ini kenal ATM. 

"Ayo, Bang, antar aku," kataku kemudian. 

Yang pertama kukunjungi adalah kedai Salon lelaki, Aku mahu Suami memotong rambut gobelnya. [hsz] 

To be Continued...

Ilustrasi Image; Doc, Romy Mantovani 

#indonesia, #Novel, #NovelKomedi, #CeritaBersambung, #Cerbung,  #SuamikuJadul, 

VIDEO : 

Debat panas Husein Shihab vs Anwar Abbas masalah UAS


No comments