Tazkiyatun Nafs, Terjemahan [1]

Tazkiyatun Nafs, Terjemahan [1]

Pembahasan Bagian -1

Ikhlas dan Niat

FORTUNA MEDIA - "Semua amal perbuatan tergantung niatnya dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan…”
(Hasits Riwayat-HR. Bukhari dan Muslim)

Alasan mengapa banyak Ulama yang mengawali berbagai buku dan karangannya dengan hadits ini – di antaranya Imam Bukhari dalam kitab shahihnya dan Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin, Al-Adzkar, dan Al-Arba’in An-Nawawiyah – adalah agar para pembaca menyadari betapa pentingnya niat, sehingga ia akan meluruskan niatnya hanya kerana Allah Ta'ala, baik ketika menuntut ilmu atau melakukan perbuatan baik lainnya.

Agama Islam bertumpu pada dua hal: sisi lahiriyah (perbuatan) dan sisi batiniyah (niat). Dalam ibadah inti, seperti Shalat, Haji, dan Puasa, keberadaan niat merupakan rukun. Sehingga amalan tersebut tidak akan bernilai ibadah jika tidak diiringi dengan niat. Namun kenyataannya niat saja tidak cukup. Semua perbuatan baik dan bermanfaat, jika diiringi niat yang ikhlas dan hanya mencari keredhaan Allah. Jika sudah demikian barulah perbuatan tersebut bernilai ibadah,

Niat adalah ruh amal, inti dan sendinya. Amal mengikuti niat. Amal menjadi benar kerana niat yang benar, dan amal menjadi rusak kerana niat yang rusak. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, telah menyampaikan dua kalimat yang mendalam yang mengandungi ilmu, yaitu, “Sesungguhnya amal-amal itu hanya bergantung pada niat-niat, dan seseorang hanya memperoleh menurut apa yang diniatkan.”

Dalam kalimat pertama beliau Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,  menjelaskan bahwa amal tidak ada artinya tanpa niat. Maka dari itu tidak disebut sebagai amal jika tanpa niat. Dalam kalimat kedua beliau menjelaskan, bahwa orang yang melakukan suatu amal tidak memperoleh apa-apa kecuali menurut niatnya. Hal ini mencakupi berbagai ibadah, muamalah, iman, nadzar, perjanjian, dan tindakan apa pun.

Keberadaan niat harus disertai pembebasan dari segala keburukan, nafsu dan keduniaan, harus ikhlas kerana Allah Ta'ala, dalam setiap amal-amal akhirat, agar amal itu diterima di sisi Allah Ta'ala. Namun mewujudkan ikhlas bukanlah perkara yang mudah. Jangan mengira bahwa ikhlas itu boleh diperoleh setiap tangan yang menghendakinya, dan bahwa ikhlas itu boleh diperoleh dengan usaha yang sederhana tanpa harus bersusah payah. Ini jauh sama sekali dari hakikat. Yang pasti, mewujudkan ikhlas itu bukan pekerjaan yang mudah seperti anggapan orang-orang yang biasa bertindak hanya berdasarkan kepada permukaan yang tampak, tidak dengan kandungan, atau bertindak dengan bungkus/kulit dan bukan dengan arti.

Orang-orang arif yang meniti jalan kepada Allah Azza Wajalla, telah menegaskan sulitnya ikhlas dan beratnya mewujudkan ikhlas itu di dalam jiwa, kecuali orang yang memang dimudahkan Allah. Membersihkan jiwa dari hawa nafsu yang tampak mahupun tersembunyi, membersihkan niat dari berbagai noda, nafsu pribadi dan duniawi, juga tidak mudah. Meredam egoisme, kecintaan kepada diri sendiri, cinta dunia dan keinginan untuk mendapatkan tujuan secara langsung, adalah pekerjaan yang amat besar.

Oleh kerana itu perlu usaha maksimal, selalu memperhatikan pintu-pintu masuk bagi syaitan ke dalam jiwa, membersihkan jiwa dari unsur-unsur riya’, kesombongan, gila kedudukan, suka berpenampilan dan pamer. Sebab unsur-unsur seperti ini lebih banyak menguasai jiwa manusia.

Maka dari itu seorang Rabbani pernah ditanya, dia adalah Sahl bin Abdullah At-Tustary, “Apakah sesuatu yang paling berat bagi jiwa?”
Maka beliau menjawab, “Ikhlas. Sebab ia tidak mendapatkan bagian apa-apa.”

Yang lain juga berkata, “Memurnikan niat jauh lebih sulit bagi para ahli ibadah daripada segala amal.”

Yusuf bin Al-Husain Ar-Razy berkata, “Sesuatu yang paling mulia di dunia adalah ikhlas. Berapa banyak ikhlas menggugurkan riya’ dari hati. Seakan-akan ia menumbuhkan warna lain di dalamnya.”

Yahya bin Abu Katsir berkata, “Belajarlah niat, kerana niat itu lebih penting daripada amal.”

Sufyan Ats-Tsaury berkata, “Tidak ada yang lebih sulit kutuntaskan pada diriku selain niat. Sebab niat itu bisa berubah menjadi dosa atas diriku.”

Daud Ath-Tha’y berkata, “Saya melihat semua kebaikan bertumpu pada niat yang baik.”

Yusuf bin Asbath berkata, “Membebaskan niat dari kerusakannya lebih sulit bagi orang-orang yang beribadah daripada berjihad dalam jangka waktu yang lama.”

Abdullah bin Al-Mubarak berkata, “Berapa banyak amal yang remeh menjadi besar gara-gara niat, dan berapa banyak amal yang besar menjadi remeh gara-gara niat.”

Ada pula yang berkata, “Ikhlas satu saat merupakan keselamatan sepanjang masa, kerana ikhlas adalah sesuatu yang sangat mulia.”

Mereka semua berkata seperti itu, kerana sulitnya membebaskan diri dari nafsu. Kerana mereka sangat menyadari bahwa Allah Ta'ala tidak akan menerima hati yang dirasuki tujuan lain, tidak menerima amal yang dirasuki tujuan lain, Dia hanya menerima amal yang murni kerana mengharap keredhaan-Nya semata.

Artikel ini mengupas satu cabang fundamental dari berbagai cabang iman yang paling tinggi, tentang salah satu dari berbagai kedudukan agama dan tentang salah satu dari berbagai akhlak para Rabbani, yaitu niat dan keikhlasan. Sekali lagi niat bukanlah perkara sepele dan mewujudkan keikhlasan bukanlah hal yang mudah.

Oleh kerana itu melalui artikel ini, yang tulisan asal pada buku Tazkiyatun Nafs penulisnya (Dr. Yusuf Al-Qaradhawi) mengajak pembaca agar kembali memperhatikan niatnya, kerana niat adalah dasar amal dan kebaikan. (HSZ)

Baca Juga; 10 Kaedah Tazkiyatun Nafs

Adapted from article by islamiques.net

Editor ; Helmy Network

Ilustrasi Image, Doc, Helmy Network

#analysis,  #featured, #books, #downloadthebookoftazkiyatunnafspdf,#reviewbook, 

VIDEO:"Ya, Rabb, Ya, Rabb, Ampunilah kami"