Undang-Undang Sekuler Biang Kerok Ketidakadilan, Islam Satu-satunya Pilihan Terbaik
Undang-Undang Sekuler Biang Kerok Ketidakadilan, Islam Satu-satunya Pilihan Terbaik
KUALA LUMPUR -Sungguh miris-pity melihat potret penegakan hukum-undang-undang di Negeri Indonesia ini, semakin ambyar (kacau), dengan warna dan fenomena yang tebang pilih. Seperti kes kerumunan (crowd case) H@bib RS vs kes kerumunan (crowd case) Pilihanraya Ketua Daerah Indonesia (Pilkada) dan para artis, begitu juga kriminalisasi terhadap Ulama kritis. Namun adanya pembiaran terlepas dari sanksi undang-undang bagi para buzzer@cytors bayaran pendukung regime.
Selain dari itu ada pula perbezaan penegakkan hukum/undang-undang terhadap artis wanita pelaku konten a-susila, yang tidak ditahan kerana alasan memiliki anak kecil yang masih berusia empat tahun. Dan masih banyak sederet fakta ketidakadilan dalam penegakkan hukum kes lainnya.
Ironis, selama ini begitu tampak sebuah fakta yang mengesankan Aparat Penegak Hukum (APH) Law Enforcement Officials. di Negeri ini punya hak untuk "to do or not to do". Ada diskresi untuk menegakkan hukum ataukah ada "policy of non enforcement of law". Sehingga aroma ketidakadilan begitu menyengat dan membelalakkan mata.
Padahal, hukum, undang-undang yang dikatakan adil adalah hukum yang memperlakukan sama untuk kes yang sama (sejenis-setaraf). Memperlakukan berbeza untuk kes yang beza. Jadi mesti ada EQUALITY BEFORE THE LAW. Jika tidak maka yang akan terjadi adalah PENEGAKAN HUKUM YANG AMBYAR alias kacau balau.
Sejatinya kondisi buruknya penegakan hukum yang sungguh meleset dari prinsip untuk menegakkan kebenaran dan keadilan yang sedang berlangsung di hadapan kita saat ini, merupakan wujud dari produk hukum yang berasaskan sekularisme, yang bersifat lemah, mudah berubah-ubah sesuai kepentingan sehingga sering kali kontradiksi dan memunculkan ketidakpuasan publik.
Sumber yang digunakan dalam sistem hukum sekuler yakni akal dan hawa nafsu manusia, akal manusia bersifat lemah dan penuh kepentingan ini tidak mampu menentukan apakah sesuatu perbuatan itu terpuji ataukah tercela, termasuk dalam kategori kejahatan atau bukan, berimplikasi pahala ataukah dosa. Maka adalah suatu kelaziman jika produk yang dihasilkan banyak yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sehingga seringkali terdapat penyimpangan di dalam penerapannya, yang pada akhirnya melahirkan banyak kebijakan yang tidak sejalan dengan harapan masyarakat.
Pembuatan hukum-hukum atau undang-undang dalam sistem demokrasi sekuler dibuat secara kolektif oleh Anggota Parlimen, pihak-pihak yang diberikan kewenangan membuat hukum cenderung membuat aturan hukum yang sarat dengan berbagai kepentingan kelompok-parti tertentu. Akibatnya, dalam penerapannya sering kali kita jumpai terjadinya revisi atau perubahan secara terwacana ataupun mendadak dalam tiap pasal-akta atau isi dari Undang-Undang yang telah ditetapkan.
Dalam prinsip hukum sekularisme, hukum agama haruslah dipisahkan dari kehidupan, terutama hukum agama akan dipisahkan dari kehidupan politik dan negara. Oleh kerana itu selalu terjadi penentangan ketika ada gagasan untuk mengambil hukum agama sebagai dasar dalam aturan penegakan hukum yang hendak diterapkan pada suatu perkara. Kerana bagi sistem sekuler, mencegah adanya hukum agama ke dalam penerapan hukum negara adalah suatu keharusan.
Dengan demikian penting sekali bagi Negeri Indonesia ini yang bermajoritikan umat Islam ini untuk menengok bagaimana sistem penegakan hukum dalam pandangan Islam, sistem Khilafah Islam yang pernah tegak dan berjaya selama tiga belas abad lebih lamanya. Sungguh berbeza dengan sistem hukum dalam Sekuler Demokrasi. Legislasi-Legislation/Perundangan dalam sistem Islam mampu menghasilkan produk hukum yang lengkap, kokoh, terpadu, harmonis, dan selalu relevan/tak tergerus oleh zaman. Sistem hukum Islam bersifat kokoh dan baku, bersumber dari wahyu Allah Azza Wa Jalla, yang menjamin kepastian hukum, serta membawa kebaikan serta kebahagiaan hakiki bagi masyarakat.
Sistem penegakan hukum dalam Islam berasaskan Aqidah, yaitu hukum yang bersumber dari Sang Khaliq, Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Yang berasal dari kesadaran bahwa semua datang dari Allah Yang Maha-Sempurna dan Maha Adil dalam mengatur kehidupan, maka dipastikan hukum yang diturunkan pun akan mengandungi kesempurnaan, kebaikan dan keadilan untuk seluruh kehidupan dan umat manusia. Serta merupakan kunci keselamatan dunia dan akhirat.
Sumber-sumber hukum dalam Islam pun sangat jelas, yang telah disepakati para Ulama. Yaitu: Al-Qur'an, As-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas Syar’i. Dengan kejelasan sumber hukumnya seperti ini, maka akan menghindarkan kita dari perselisihan, ataupun segala macam bentuk penyimpangan kerana rujukannya jelas, kokoh dan baku, yakni wahyu Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Legislation-Perundangan atau penerapan hukum Islam tersebut tentunya dengan melewati aktiviti penggalian hukum yang pada akhirnya melahirkan hukum dari sumber-sumber Syar'i oleh para Mujtahid dari kalangan kaum Muslim. Mereka berkewajiban memahami 'Nash Syariah', menggali serta melahirkan hukum-hukum dengan ijtihad dari sumber hukum utama, yakni Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Penerapan hukum di dalam Islam diterapakan melalui sistem sanksi (‘uqubat), yang menjadi tanggung jawab seorang khalifah sebagai pemimpin yang ditunjuk dan diberi amanah dalam menegakkan hukum-hukum Allah Azza Wa Jalla. Adapun bentuk-bentuk dari sistem sanksi tersebut bisa diklasifikasikan menjadi empat macam: Hudud, Jinayat, Ta'zir dan Mukhalafat. Keempat macam sanksi tersebut masing-masing mempunyai kriteria dan fungsinya sendiri tergantung jenis pelanggaran hukum atau kejahatan yang dilakukan.
Karakter sistem sanksi yang jelas dan tegas dalam Islam akan mampu menjadi solusi sekaligus penyelamat bagi kehidupan dunia dan akhirat, yaitu, Pertama, sebagai 'Zawajir' (pencegah kejahatan/maksiat) yaitu mencegah orang lain untuk berbuat kejahatan/maksiat yang serupa.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
وَلَكُمۡ فِي ٱلۡقِصَاصِ حَيَوٰةٞ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
“Dan dalam (hukum) qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai, orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.” (Terjemahan; AlQur'an Surah. Al-Baqarah, Ayat: 179).
Ibnu Abbas radhiallahu 'Anhu menafsirkan Surah al-Baqarah ayat, 179 tersebut bahwa “Dan dalam (hukum) qishash/hukuman mati bagi pembun*h itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, dan sebagai pelajaran bagi orang-orang yang berakal (orang-orang yang menggunakan akalnya), supaya kalian bertaqwa (supaya kalian takut melakukan pembun*han sebagian dari kalian atas sebagian yang lain).” (Ibn Abbas, Tanwir Miqbas I, hlm. 28)
Kedua sekaligus sebagai 'Jawabir' (penebus dosa) yang artinya kerana pelaku kejahatan/maksiat sudah mendapatkan sanksi di dunia, maka Allah Ta'ala akan menghapus dosanya dan meniadakan baginya sanksi di akhirat (siksa Neraka), bahkan mendapat pahala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam saat mengomentari seorang wanita yang direjam hingga mati kerana mengaku berzina :“Sungguh dia telah bertaubat, seandainya dibagi antara 70 penduduk Madinah, sungguh akan mencukupi mereka semuanya.” (Hadist Riwayat. Muslim) (Abdurrahman al Maliki, Sistem Sanksi dalam Islam, Bogor, Pustaka Tariqul Izzah, 2002, hlm. 5)
Itulah keunggulan penegakan Hukum-Undang-Undang Syariah Islam dalam sistem Khilafah Islam, yang sangat berbeza dengan hukum dalam demokrasi sekuler. Dengan penerapan hukum yang bersifat kokoh dan jelas, penegakan hukum Islam tidak boleh dimanipulasi ataupun diintervensi oleh siapa pun dengan kepentingan apa pun di dalamnya. Apalagi oleh berbagai penyelewengan atau penyimpangan melalui kekuasaan mana pun. Sehingga keadilan akan tegak secara nyata tanpa membezakan status antar sesama Warga Negaranya.[hsz]
Author: Liza Burhan dan Pierre Suteki
(Via, tintasiyasi.com)
Rep & Editor ; #Ryan Schneider
Kredit image, tintasiyasi.com
Follow me at;
twitter.com/romy schneider
facebook.com/romy.schneider.
linkedin.com/in/helmy-syamza
pinterest.com/hsyamz
No comments
Post a Comment