My Ghost Stories [08]
My Ghost Stories [08]
[Chapter I Part 08]
Pagi ini begitu membuka mata, Aku bergegas keluar kamar. Desah lega terdengar dari sela bibirku begitu melihat si hantu berbaring nyaman di sofa kesayangannya dengan TV menyala menayangkan kartun favoritnya. Tanpa disadari Aku dilanda rasa takut dia menghilang lagi seperti dulu akibat pertengkaran kecil kami semalam.
Terima kasih...Senyum kecil tersungging di bibirku. Aku tahu dia bisa mendengar apa yang kufikirkan. Seolah membenarkan dugaanku, dia menoleh lalu membalas senyumku.
"Aku tidak akan pergi kemana pun, bahkan meski kau sangat menyebalkan."
Seketika Aku merengut. Tapi itu tak berlangsung lama. Senyumku kembali merekah kerana menyadari yang semalam memang kesalahanku. Aku asal menuduhnya padahal ternyata memang mati lampu. Vivi dan si Ibu berambut ikal datang lagi sekitar dua jam kemudian saat lampu sudah menyala untuk minta maaf. Tapi tentu saja acara makan malam tidak dilanjutkan. Mereka bilang semua makanan itu untukku saja, membuatku bingung bagaimana cara menghabiskannya dan kini hanya tersimpan di almari pendingin.
"Aku akan keluar untuk satu atau dua jam," kataku memberitahu sambil berjalan ke kamar mandi.
"Ke mana?"...."Mengembalikan wadah makanan para ibu yang semalam datang. Lalu ke toko buku. Semalam temanku di grup chat WhatsApp menyarankan sebuah Novel yang berhasil membuatku penasaran. Aku harus segera membelinya."
Dan minum kopi di cafe dekat toko buku sebentar.
"Oh, baiklah. Hati-hati di jalan."... Hanya percakapan sederhana. Sesuatu yang biasa dilakukan teman sekamar. Tapi entah mengapa ini terasa intim bagiku hingga dadaku berdebar. Kami benar-benar terdengar seperti pasangan yang tinggal bersama.
Usai mengembalikan wadah makanan, Aku menuju toko buku. Jaraknya sekitar setengah kilometer dari gedung apartmentku. Cukup jauh. Tapi Aku memilih berjalan kaki untuk melemaskan otot-otot tubuhku yang kaku akibat terlalu banyak duduk diam dalam apartment.
Cuaca lembab dan ada banyak hal yang bisa kupandangi di pinggir jalan membuatku sama sekali tak merasa lelah dan berkeringat. Ada banyak pakaian menarik yang dipajang di etalase toko. Pohon-pohon flamboyan dengan bunga berguguran akibat angin lembut. Dan kesibukan orang-orang yang lalu lalang. Semua itu selalu bisa menjadi hiburan bagiku untuk memancing imajinasi.
Tiba di toko buku yang kutuju, langkahku langsung mengarah pada rak-rak buku. Keadaan di dalam tidak terlalu ramai mengingat ini masih pagi dan merupakan hari kerja. Suasana yang kusuka kerana Aku jadi bebas dan santai memilih buku tanpa perlu berdesakan.
Langkah ringanku terus mengarah ke bagian dalam tempat rak Novel. Seperti biasa, Aku tidak langsung mencari buku yang ingin kubeli. Selalu menyempatkan diri melihat buku-buku lain hingga terkadang pengeluaranku tidak sesuai dengan rencana awal.
Sebuah Novel menarik perhatianku. Aku belum pernah membaca karya pengarang yang satu ini. Tapi blurb, di bagian belakang buku menarik perhatianku. Sepertinya ini sangat menarik. Sebuah Novel cinta yang dibumbui aksi.
Akhirnya kuputuskan membeli Novel itu lalu menoleh ke samping hendak menuju rak lain. Namun langkahku seketika membeku menyadari ada seseorang di sana, berdiri mematung dengan kedua tangan tenggelam di saku jaket sweater biru laut yang dikenakannya, sementara tatapannya tajam mengarah padaku.
"Oh, Astaghfirullah! Kau membuatku kaget!" kataku sambil mengusap dada begitu mengenalinya.
Dia adalah si hantu tampan penghuni apartment yang kutempati. Tapi—kenapa pakaiannya berbeda? Dan Aku merasakan hawa dingin aneh di sekitarku yang membuat merinding hingga Aku refleks mengusap tengkuk.
Jarak kami lumayan jauh. Sekitar empat meter. Aku mendekatinya dan mengabaikan perasaan tak nyaman yang melingkupiku, menuju rak yang ada di dekatnya.
Langkahku mengikis jarak di antara kami. Sikap diamnya dan hawa dingin yang semakin menusuk membuatku ingin bergegas melarikan diri. Tapi kenapa Aku harus melakukannya saat kami bisa duduk begitu dekat di apartment bahkan sampai—ehm, lupakan.
Aku berusaha bersikap tenang dan melanjutkan perburuan. Kini fokusku mencari buku yang menjadi tujuanku datang ke sini. Aku harus segera menemukannya lalu pergi ke cafe dekat sini seperti yang kurencakan untuk menikmati waktu di dunia luar sejenak. Jika tidak, bisa-bisa Aku menghabiskan budget bulan ini sekaligus.
"Aku tidak tahu bahwa kau mengikutiku," kataku kemudian, memecah keheningan tak mengenakkan di antara kami. Bisa kurasakan pandangannya menusuk tubuh bagian sampingku. "Oh, apa selama ini kau selalu melakukannya tapi sengaja tidak menampakkan diri?"
Kali ini Aku memberanikan diri menoleh. Tapi yang kudapatkan hanya mata hitam yang menusuk. Raut wajahnya datar, membuatku tidak bisa membaca suasana hatinya.
Jujur, Aku takut sekarang. Benar-benar takut. Untuk pertama kalinya dia seperti hantu sungguhan.
Mati-matian kutekan rasa takutku lalu menampilkan ekspresi cemberut, pura-pura kesal kerana dia mengabaikanku. Setelah mengambil acak sebuah buku, Aku membalikkan badan membelakanginya untuk membaca blurb buku tersebut.
Begitu berbalik, kupejamkan mata sejenak sambil menahan debar jantungku yang menggila. Bahkan telapak tanganku berkeringat dingin namun bulu kudukku meremang.
Apa dia mendengar yang kufikirkan? Apa dia tahu aku takut padanya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya kerana tahu Aku ketakutan sekarang?
Aku membuka mata kembali. Kali ini Aku bertekad tidak akan terpengaruh sikapnya. Kalau dia mengabaikanku, Aku juga bisa pura-pura tidak melihatnya seperti manusia lain. Tapi tetap saja. Sebelum berbalik kembali, Aku tidak bisa menahan diri menelan ludah dengan perasaan takut dan gelisah yang terasa mencengkeram.
Kutegakkan tubuhku lalu mengangkat dagu dengan sikap angkuh, tak ingin menunjukkan rasa takutku. Aku berbalik kembali dengan sikap senatural mungkin. Tapi yang terjadi kemudian Aku tersentak kaget karena dia menghilang dari sana, membawa hawa dingin tak mengenakkan itu pergi bersamanya.
Kualihkan pandanganku ke sekeliling. Dia tidak ada di manapun. Aku sendirian di lorong yang dibatasi rak-rak itu.
Seketika keinginanku untuk mencari buku yang menjadi tujuanku lenyap. Dengan satu buku di tangan, Aku bergegas menuju cashier. Sesekali Aku melirik sekitar, membayangkan dia mengawasiku dari salah satu sudut dengan sorot tajamnya yang menyeramkan.
***
Aku enggan kembali ke apartment akibat kejadian tadi di toko buku. Tapi Aku tidak bisa terus menghindar selamanya, kan? Barang-barangku juga masih di sana. Akhirnya setelah menghabiskan segelas latte, kuputuskan pulang ke apartment.
Gerakanku ragu di depan pintu apartmet. Masih jelas kurasakan hawa dingin yang menyelubungiku di toko buku tadi, membuat banyak pertanyaan berkeliaran dalam benakku.
Ada apa dengannya? Kenapa dia jadi menyeramkan? Apa sesuatu yang buruk telah terjadi?
Semua pertanyaan ini terasa mengganggu. Tapi jelas Aku tidak akan mendapat jawaban hanya dengan berdiri ketakutan di sini. Aku harus menghadapinya dan menanyakan alasan perubahan sikapnya. Aku berhak tahu kerana seperti yang dia katakan, kami lebih dari teman.
Klek,!...Suara pintu yang terbuka perlahan membuat debar jantungku meningkat. Tapi tidak ada hawa dingin seperti di toko buku tadi meski kini aku dengan jelas melihatnya masih berbaring nyaman di atas sofa seperti saat Aku pergi tadi. Seolah dia tidak pernah beranjak dari sana.
Ini aneh,!.."Apanya yang aneh?" mendadak dia bertanya sambil menoleh menatapku yang masih berdiri di depan pintu yang sudah tertutup.
Keningku berkerut. Tidak ada rasa takut lagi. Dia tampak seperti biasa.
"Takut apa? Kenapa kau diam saja?" kini dia beranjak duduk dengan sorot penuh tanya dalam mata hitamnya.
Aku menghela nafas, berniat menanyakan kejadian di toko buku tadi. Tapi gerakanku yang hendak menghampirinya terhenti mendengar ketukan di pintu.
"Tunggu sebentar," kataku padanya sebelum berbalik menuju pintu.
Seorang lelaki yang terlihat seumuran denganku berdiri di depan pintu apartment. Pakaiannya rapi dan dia tersenyum ramah begitu pintu kubuka.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku, mengeluarkan pertanyaan andalan saat orang asing mengetuk pintu rumah.
"Maaf mengganggu, Nona Fia. Saya pegawai gedung apartment ini. Manajer gedung menyuruh saya meminta Anda menemuinya," katanya dengan nada ramah.
Keningku berkerut. "Apa Aku melakukan kesalahan?"
"Sama sekali tidak. Tapi ada sesuatu yang perlu disampaikan manajer pada Anda. Mengenai apartment yang Anda tempati."
"Apa itu?"..."Saya tidak bisa menjelaskan lebih dari ini. Saya akan mengantar Anda menemui manajer. Dan Anda bisa bertanya pada tetangga yang Anda kenal mengenai saya jika Anda ragu bahwa saya benar-benar pegawai di sini." Lalu dia mengedipkan sebelah mata dengan gaya jenaka. "Saya cukup populer. Semua orang pasti tahu."
Aku tertawa geli. Kelihatannya dia cukup menyenangkan. Dan Aku tidak perlu bertanya pada siapapun kerana lelaki itu bagian penerima tamu. Aku ingat pernah melihatnya beberapa kali."Baiklah, tunggu sebentar." [hsz] To be Continued...
Editor ; Romy Mantovani,
Kredit Ilustrasi image ; pinterest.com
No comments
Post a Comment