Wajibkah Umat Islam Menjalani Amalan Thariqat?

Bismillah, Wal Hamdulillah. Mulai beberapa edisi berikut saya akan posting disini beberapa tulisan tausiyah dan tazkirah dari seorang Kyai@Kyai Nur Muhammad (Kyai Muhammad Nor Rozaq) yang tersebar tulisannya di media sosial baik di facebook atau whatsapp yang diposting oleh beliau ataupun oleh murid-murid senior dalam majelis beliau sendiri.
Semoga tulisan ini bermanfaat. Mudah-mudahan pula dapat meluruskan niat kita dalam mengikuti Thareqoh Qadiriyah wa Naqsyabandiah wa Syatariah. Majlis Al-Husaini Sendang Senori Tuban Jawa Timur.Indonesia.
    READ MORE

Cerpen@Hikayat Kyai Lentik Penguasa Gunung Puteri[1]"Didatangi Bayangan Hitam Rambutnya Semua Memutih,Yang Terbang Menggunakan Sajadah"
Cerpen@Hikayat Kyai Lentik Penguasa Gunung Puteri[2]"Kyai Ditantang Duel Oleh Nyai Bundo,Murid Pendekar Sakti@Wong Agung Sahlunto"
<img src="Thariqat.jpg" alt="Wajibkah Umat Islam Menjalani Amalan Thariqat?">

(Bagian Pertama)
Artikel pertama ini tentang Tarekat atau dalam bahasa santrinya Thoriqoh.

Pertanyaan pertama yang paling mendasar adalah , WAJIBKAH SESEORANG BER-THARIQAT ?

Jawabannya adalah WAJIB / FARDHU ‘AIN.

As Syaikh al Kamil As Sayyid Muhammad bin Shiddiq Al Hasaniy menjawab pertanyaan tersebut:
“Apakah pondasi Tarekat itu berdasarkan Wahyu dari langit ?“

Beliau menjawab :
“Ketahuilah bahwa Tarekat itu asasnya dari Wahyu Samawiy , salah satu dari tiga asas-asas Agama yang diturunkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW ini.Tanpa ragu Tarekat adalah maqam IHSAN yang merupakan salah satu dari tiga-tiang agama tersebut".

Baginda Nabi SAW sesudah menyebutkannya satu demi satu (ketiga maqam tersebut, yakni ISLAM, IMAN dan IHSAN ) beliau menjadikan ketiganya sebagai “Agama”.
Beliau berkata kepada para Shahabat :
“هذا جبريل جـاء يعلّمكم دينكم …
"Dia ini adalah Jibril. Dia datang untuk mengajari kalian tentang Agama kalian “

Puncak dari ajaran Tarekat, puncak dari perjalanannya adalah Maqam Ihsan tersebut, sesudah mensahihkan Islam dan Iman, supaya orang-orang yang masuk dan tertarik kedalam Tarekat, mereka dapat meraih ketiga tiang agama yang menyebabkannya mendapat jaminan kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat.Juga mendapatkan jaminan kesempurnaan (dalam beragama).Karena sesungguhnya kesempurnaan Agama itu (maksudnya) adalah ketiga tiang agama tadi sebagaimana dalam Hadits.

"Barangsiapa yang membuang salah satunya yakni al Ihsan dimana ia adalah Tarekat, maka yakin, berkuranglah nilai Agamanya, sebab ia meninggalkan salah satu dari tiga tiangnya"

Dengan alasan ini, Para Muhaqqiqin menyatakan hukum bertarekat dan mengharungi perjalanan spiritual ala Sufiyyah hukumnya WAJIB ‘AIN dengan mendasarkan dalil kewajibannya pada dalil-dalil aqliy serta Naqliynya“

Al Arif billah Al Imam As Sya’raniy berkata :

“ Sungguh telah sepakat para Ulama ahli Thariqah bahwa wajib hukumnya bagi seorang Insan untuk mengambil Syaikh/Guru pembimbing/mursyid yang dapat menuntunnya dalam menghilangkan sifat-sifat tercela yang dapat menghalangi hatinya masuk kedalam Hadhratillah, agar Sah shalatnya.

Sebagaimana kaedah Ushul Fiqh ما لا يتم ّ الواجب الا به فهو واجب " Sesuatu yang kewajiban tidak akan dapat terlaksana tanpanya, maka sesuatu itu hukumnya wajib juga".

Sholat hukumnya wajib, tapi kalau tidak wudhu', Sholat sudah pasti tidak sah, maka hukum wudhu' sebelum sholat ikut menjadi wajib.

Tanpa ragu lagi, sesungguhnya mengobati penyakit-penyakit ruhani seperti ,cinta dunia, takabur, ujub, riya , sum'ah, Ghibah, prasangka buruk, pendendam, pemarah, suka dipuji, suka mengkafirkan, irihati, bakhil ,Ghill serta munafiq hukumnya wajib sebagaimana tertera dalam hadits-hadits yang menerangkan keharaman sifat-sifat tersebut dan adanya ancaman siksa bagi yang melakukan sifat-sifat tercela itu.

Kerananya dapat difahami dan di ketahui bahwa barang siapa yang tidak mengambil seorang Syaikh yang dapat memberinya petunjuk-petunjuk akan hal-hal tersebut maka sungguh ia telah durhaka kepada Allah Ta’ala dan durhaka kepada Rasulullah SAW.

Dia tidak akan mampu mengobati penyakit batinnya tanpa (bimbingan) Syaikh meskipun dia faham seribu kitab – kitab ilmu. Dia laksana seseorang yang menguasai kitab – kitab Obat tetapi tidak memahami cara memberikan obat terhadap penyakitnya.

Setiap orang yang mendengar saat dia menderas kitab Obatnya maka mereka menyangka dia seorang yang pandai dalam ilmu pengobatan. Ia seorang dokter yang hebat.

Tetapi saat mendengar ia ditanya tentang sebuah penyakit, karakternya serta bagaimana cara pengobatannya maka orang-orang akan berkata :
“ia seorang yang bodoh"

Bab 2

Pertanyaan selanjutnya, Jika bertarekat mesti mempunyai Syaikh, lantas Syaikh Tarekat itu yang seperti apa ?

Jawabannya bisa panjang. Tetapi ringkasnya Syaikh adalah sosok yang menunjukkan kepada murid المريد jalan menuju Alllah Ta’ala. Dan beberapa ahli Tarekat mengelompokkannya menjadi tiga macam jenis Syaikh Tarekat.

Pertama : SYAIKH HIRQAH, yaitu Syaikh yang menarik seseorang kedalam Tarekat melalui ilbasul Hirqah الباس الخرقة . Syaikh memakaikan pakaian kepada Murid sebagai tanda bai’at.

Kedua : SYAIKH DZIKR, yaitu Syaikh yang menarik seseorang kedalam Tarekat melalui Talqinud Dzikr تلقين الذكر . Syaikh menuntun sebuah Dzikir sebagai tanda bai’at.

Ketiga : SYAIKH SUHBAH, yaitu Syaikh yang menarik seseorang kedalam Tarekat melalui persahabatan/ pertemanan kemuridan. Syaikh menuntun Murid kedalam Tarekat melalui keadaan spritualnya yang disaksikannya dimana setiap hari Murid bermulazamah dan berinteraksi dengan beliau, beristifadah dari pertemanan dengan beliau.

Syaikh yang pertama dan yang kedua adalah Syaikh Majaziy , karena murid mendapatkan manfaat (مدد /madad ) dari keduanya tidak secara langsung , tetapi melalui perantara.

Yang pertama melalui Pakaian dan yang kedua melalui dzikir. Syaikh Hirqah meletakkan keadaan spritualnya terlebih dahulu di dalam pakaian, kemudian sesudah itu dikenakan pakaian tersebut kepada Murid, barulah Haal حــال/ keadaan spiritual Syaikh diterima Murid.

Syaikh Dzikir pun memberikan keadaan spritualnya kepada murid melalui perantaraan Dzikir yang dituntunkannya, baik secara langsung atau perantara murid atas perintah sang Syaikh, kemudian dari dzikir tersebut Murid mendapatkan Madadnya/manfaatnya . Jadi kedua jenis Syaikh ini biasa disebut sebagai Syaikh Majaziy.

Sedangkan Syaikh yang Haqiqiy (syaikh terbaik) adalah Syaikh Suhbah , karena madad beliau limpahkan langsung kepada Murid melalui keadaan spritualnya, tanpa perantara apapun melainkan langsung dari Kalbu Syaikh menuju Kalbu Muridnya.

Dari sini kemudian dikenal suatu sebutan Syaikhul Iradah شيخ الارادة , ini bisa juga berupa Syaikhul Hirqatil Iradah ataupun Syaikh Suhbatil Iradah.

Prinsipnya dia adalah Syaikh yang diambil oleh seorang murid untuk menuntunnya, mengajarinya sebuah Tarekat dimana kemudian dia bersuluk di dalamnya.

Menurut Maulana Syaikhil Imam Ahmad al Faruqiy berkata (ini hanya pendapat sahaja ya, hanya sebagai wawasan, dan murid TQNS harus BERPEGANG pada pendapat Guru sendiri), bahwa seorang murid dapat mengambil banyak Syaikh sebagai Syaikh / Mursyidnya bahkan saat Syaikhnya yang awal masih hidup. Tetapi dengan syarat tanpa merendahkan dan ingkar terhadap Syaikh nya yang awal tersebut.

Dan juga syaratnya adalah murid tidak diperkenankan mengambil Syaikh dari jenis yang sama dan keadaan yang setara. Seorang murid yang telah berbai’at dengan seorang Syaikhul Hirqatil Iradah misalnya, maka dia tidak diperkenankan berbai’at yang sama dari Syaikh yang lain.

Boleh melakukannya tetapi tidak dengan niatan sebagai Syaikhul Iradah, namun hanya sebagai Syaikhut Tabarruk /ngalap berkah saja.

Maka secara praktek, seorang murid dapat berbai’at Tarekat kepada seorang Syaikh Dzikir, dilain waktu mendapatkan Ilbasul Khirqah dari Syaikh yang lain , dan kemudian mendapatkan Madad dari Suhbahnya dengan Syaikh yang lainnya , sesuai dengan syarat-syarat tersebut diatas.

Dan jika seorang Murid mendapatkan tiga jenis Syaikh tersebut dalam diri satu orang, maka sungguh itu adalah sebuah nikmat yang teramat besar disebabkan tidak ada lagi bayang-bayang Al Iradah ataupun At Tabarruk padanya .

(bersambung)
Kredit Image Photo via FB Kyai Nur Muhammad.

No comments