#SAVEFAHRI HAMZAH,Sang Singa Parlimen Indonesia


"Ia vokal. Bukan vocal group. Ia solo singer, penembang tunggal di ranah politik. 'Berani Kerana Benar', sudah menjadi darah dan daging di tubuhnya. Siapapun diajak berdiskusi, berdebat, seperti karakter demonya pada masa menjelang pelengseran Presiden Soeharto"#SAVEFAHRI HAMZAH,Sang Singa Parlimen Indonesia

<img src="#SAVEFAHRI HAMZAH.jpg" alt="#SAVEFAHRI HAMZAH,Sang Singa Parlimen Indonesia ">
 
Sementara hiruk-pikuk suasana dan suara-suara politikus dan haters dinegara tercinta Malaysia ini semakin memanas dan terkadang sudah hilang arah kepada matlamat untuk menyelamatkan Malaysia dari para politikus busuk yang sudah semakin meng-gila untuk menyiksa rakyat sendiri dengan mempersulit dan menyusahkan kehidupan majoriti rakyat Malaysia.Dan sementara itu mereka-mereka tidak lagi memperdulikan jeitan-jeritan hati nurani rakyat Malaysia mereka terus mengumpulkan kekayaan pribadi,keluarga dan para kroni mereka tanpa lagi menoleh kebawah ataupun kebelakang.

Untuk Anda sebagai pengunjung dan pembaca setia blog ini,spesial kali ini akan saya bawa Anda sebentar ke seberang,kenegeri jiran terdekat kita Indonesia yang mana rakyat marhaen mereka juga mengalami kesusahan dan keperitan hidup dibawah pemerintah politikus borjuis yang berkiblatkan kapitalisme bobrok.Hingga penderitaan rakyat Indonesia sudah tidak tanggung-tanggung lagi peritnya,ibaratkan sudah diujung nyawa.


Dibalik kebobrokan pemerintahan NKRI-Negara Kesatuan Republik Indonesia dibawah Presiden Joko Widodo atau lebih dikenal dengan sebutan JOKOWI (sejatinya orang Indonesia suka sekali guna kalimat singkatan/short form). Ada seorang tokoh,pejuang,politisi Muslim yang sudah lama saya perhatikan gerak-perjuangannya sejak 1998 saat Indonesia digoncang huru-hara demontrasi hebat untuk menjatuhkan Suharto dari singgasana istana kepresidenan.

<img src="#SAVEFAHRI HAMZAH.jpg" alt="#SAVEFAHRI HAMZAH,Sang Singa Parlimen Indonesia ">

Beliau adalah
Fahri Hamzah, lelaki kelahiran Sumbawa,Nusa Tenggara Barat(NTB),Indonesia pada 10 November 1971. Panggilannya singkat saja, Fahri. Mudah diucapkan, senang diingat. Wajahnya lumayan, dengan postur dan warna kulit, pola sisiran rambut, ia bisa disebut ganteng untuk ukuran orang Indonesia. Pasti banyak cewek yang naksir dia. Sampai saat ini, ia masih monogami (non poligamy)


Sejarah politiknya dimulai pada era reformasi 1998. Ia dirikan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) dan menjadi ketua umum. Lantas Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi labuhan hatinya. Di partai ini ia dipercaya menjadi wakil sekretaris jenderal dan menjadi loudspeaker bagi partai berlambang padi – kapas ini.


Ia vokal. Bukan vocal group. Ia solo singer, penembang tunggal di ranah politik. Berani kerana benar, sudah menjadi darah dan daging di tubuhnya. Siapapun diajak berdiskusi, berdebat, seperti karakter demonya pada masa menjelang pelengseran Presiden Soeharto.


Layak ia sandang nama Hamzah, seorang lelaki sejati di tanah Arab pada masa kelam, lelaki kekar yang berjaya pada perang Badar dan meninggal pada perang Uhud. Nabi Muhammad SAW menyebutnya 'Singa Allah', juga menjulukinya 'Pemimpin Syuhada'.

Namun Fahri Hamzah, lelaki kelahiran Sumbawa,ini tentu tidak sama dengan Hamzah bin Abdul Muthalib. Tetapi karakternya searah dengan pilar kekuatan Hamzah, yaitu Berani, Tegas, dan Jujur. Tanpa Topeng, Tanpa Tedeng Aling-Aling.


Ia disegani oleh kawan dan lawan politiknya. Ia menjadi sasaran tembak semua media di ranah liberal. Ia menjadi objek gempuran orang-orang/kaum JIL (Jaringan Islam Liberal) dan orang-orang yang seolah-olah antikorupsi. Ia dijepit dari kanan dan kiri. Bukan Fahri kalau tidak bisa lepas dari kepungan media dan orang-orang sekuler dan liberal.


Ia pernah dibombardir di media massa cetak dan elektronik serta media sosial perihal korupsi lantaran ada inisial FAH. Kata Nazaruddin, itu inisial untuk Fahmi, dan… sekali lagi…. Itu inisial untuk Fahmi, bukan Fahri. Anehnya, di-bullying luar dalam, habis-habisan,lelaki ber-
zodiak kalajengking (Scorpion) ini malah santai-santai saja. Jujur. Ini saja prinsipnya. Ia malah menulis tweet: “goreng terus, sampai gosong… “.(maksudnya goreng sampai hangus,hitam hingga tak bisa lagi untuk dimakan)


Padahal di bawah zodiak Scorpion, bisa saja ia layangkan ekor berbisanya, meracuni para pembencinya. Tapi tidak ia lakukan. Banyak lagi sasaran tembak, bahkan yang dibuat-dibuat untuk meruntuhkan tembok eksistensinya Fahri di dunia politik. Tapi gagal. Pembencinya gigit jari, bahkan gigit dua jari.


Sinar Fahri kian benderang setelah ia dipercaya menjadi Wakil Ketua DPR(Timbalan Ketua Parlimen) oleh Kelompok Koalisi Merah Putih (KMP). Meskipun sifatnya kolektif kolegial, jawatan Wakil Ketua DPR tentu jabatan bergengsi/
prestigious. Tidak banyak orang/politisi yang boleh memperoleh kepercayaan itu. Ia didudukkan oleh KMP di kursi “panas” itu pasti dengan seabrek pertimbangan dan tarik ulur di antara anggota KMP.


Nah,Catatan sejarahnyalah yang menggiring dia boleh ke posisi kursi Wakil Ketua DPR, bukan ambisi jawatan. Kualitinyalah yang menghela dirinya ke kursi itu. Salah satu indikator kualiti adalah kemampuan seseorang dalam menuliskan buah-fikirannya lewat buku dan artikel. Apalagi ia bukan dosen/
pensyarah/lecturer. Tapi ia mampu menulis buku tebal. Judulnya, “Negara, Pasar, dan Rakyat" setebal 626 halaman.


Buku yang lain berkaitan dengan BUMN(Badan Usaha Modal Nasional) berjudul: "Negara, BUMN, dan Kesejahteraan Rakyat.” Ada empat frasa: negara, pasar, rakyat, dan kesejahteraan. Negara, apapun bentuknya, bisa kerajaan, kekhalifahan, kesultanan, keratuan, republik, persemakmuran, federal/persekutuan dan lain-lain, ujungnya adalah rakyat sejahtera.



Fahri Hamzah, Singa DPR. Tak sekadar “omong-kosong”. Tak hanya bacot. Bukan pencitraan. Bandingkan dia dengan politisi “lawan”-nya ketika di acara-acara ILC (Indonesia Lawyers Club) di TVOne. Ia vokal, ia juga menulis. Ia susun narasi politik dalam kesantunan. Luncuran kata-kata negatif, semisal “sinting”atau "gila",sewel" adalah respon yang sudah meluber(
overflow) di kepalanya, sebuah tanggapan atas janji manis lawan politiknya dan pencitraan Jokowi. Faktanya, semua janji itu dilanggar saat ini. Katanya 'kurus', ternyata 'gemuk'. Katanya tidak perlu parti lain, ternyata merayu parti lain agar masuk ke koalisi. Katanya hanya 24 kementerian, ternyata 34, sama dengan masa Presiden SBY. Kini menjadi 33, sekadar beda dengan SBY, tidak ramping signifikan.


Fahri juga mengkritik Jokowi kerana terlalu mengurusi legislatif. Sepatutnya Jokowi berorientasi di eksekutif saja, pilih menteri yang bukan dari parti politik, politik transaksional. Faktanya, ada 15 (sebelumnya 16) yang akan dari parti politik. Ini pun menyalahi janji saat kempen dan debat dulu. Janjinya dilanggar lagi. Janji-janji tinggal janji…, menteri kami, hanya mimpi… (plesetan lirik lagu). Yang seperti itulah yang diungkap Fahri sehingga menuai atau panen kritik pedas cabe rawit atau cabe domba. [Dan yang terbaru adalah upaya membongkar skandal Freeport lewat pansus -ed]



Sebagai penulis, atau “penulis” yang berproses menjadi penulis, saya salut kepada lelaki peraih suara rakyat terbanyak di Dapil NTB (125.083 suara).  [Dan terbanyak dari 40 anggota DPR PKS periode 2014-2019.  Terbanyak kedua Muhammad Yudi Kotouky Dapil Papua 102.536 suara, terbanyak ketiga Hidayat Nur Wahid 119.267 suara Dapil DKI Jakarta II -ed].


Begitu nyata kepercayaan rakyat kepadanya. Ia harus konsisten, ia harus amanah. Tongkat “komando” sebagai jajaran pimpinan DPR(Dewan Perwakilan Rakyat/Parlimen) sudah digenggam. Ia wajib berada di koridor kebenaran. Hukum harus tegak, meskipun besok langit runtuh. Artinya, sebagai legislator dari parti berlabel “keadilan”, Fahri harus tegakkan keadilan. Adil terhadap KMP(Koalisi Merah Putih) dan adil pula terhadap koalisi PDIP, adil terhadap Jokowi-JK. Kalau pemerintahan Jokowi-JK sesuai dengan arah haluan negara RI, maka Fahri dkk harus mendukung 100%. Adil terhadap lawan politik, bahkan wajib adil kepada musuh dalam peperangan.



Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Fahri Hamzah termasuk pemuda Indonesia yang bersinar terang. Ia pemimpin masa depan RI, ketika tantangan internal dan eksternal terhadap NKRI kian kuat dan berat. Ia berlian di antara serakan kulit lokan di pantai. Tapi ingat, Fahri tidak boleh terbuai sanjungan dan penghargaan. Sanjungan adalah musuh nomor wahid bagi politisi dan negarawan. Hiduplah dalam kesederhanaan. Ingatlah Hasan Al Banna, “Apakah kalian siap lapar agar orang lain bisa kenyang, siap berlelah-lelah agar orang lain bisa istirahat?”



Ikutlah ilmu padi, makin merunduk kerana bulirnya makin berisi. Jangan tiru politisi banyak omong, asal “ngecap” dan "asbun"(asal bunyi) dengan mendongakkan kepala, layaknya bulir padi hampa seperti yang sering hadir di ILC TVOne. Kamu (Fahri) bukan mereka, para politisi busuk. Tirulah Hamzah, meskipun perutnya dikoyak, jantung – hatinya dikunyah, ia tetaplah bunga surga.


Ini tweetmu. Setuju, bagus isinya.


    Jangan takut
    Bekerjalah memenuhi janji
    Semua sudah tersedia

    Buka cakrawalamu ya Rais
    Munajatlah agar jiwamu besar

    Kau takkan bisa memerdekakan rakyatmu                        
    Jika jiwamu kerdil dan penuh ketakutan.



Selamat berkerja ikhlas di DPR. Dukunglah Jokowi-JK 100% kalau arahnya untuk sejahterakan rakyat Indonesia. Awasilah, sebab, itulah tugasmu. Pengawas itu mulia, kerana ia seperti pembatu di rumah yang mengawasi kanak-kanak balita, agar balita itu tidak jatuh. Jangan sampai jatuh. Kawal “balita” itu dengan selamat. Biarlah balita itu menjadi besar dan kekar, dan mampu sejahterakan balita lainnya. Ia akan punya nama kerana kawalan dan asuhanmu. Tapi, sesungguhnya, di sisi Tuhanmu, kamulah yang berjasa, kalau balita itu betul-betul besar dan kuat.
(balita;maksudnya kanak2 bawah lima tahun)


Bayangkan, posisi politik berseberangan, tetapi justru mengawal pemerintahan Jokowi-JK agar menapaki rel yang benar. Yang selamat adalah pemerintahan dan pribadi Jokowi-JK dan koalisi PDIP. Mereka yang punya nama di mata rakyat. Kamu pun punya nama, di mata Tuhanmu. Saatnya nanti, kamulah harapan bangsa ini, memimpin negeri luas ini. Kesempatan itu pasti ada, seizin Allah Swt.***
__________________

Adaptasi dari artikel asal 
Oleh Gede H. Cahyana [Repost]
(Courtesy to resouces)

No comments