Tragis;Ditakdirkan John F. Kennedy dan Soekarno Masih Hidup,Takkan Pernah Wujud Freeport Di Papua
Forbes Wilson tertarik
dan mulai mengadakan survei ke Papua. Dia setengah gila kegirangan
kerana menemukan gunung itu tak hanya berisi tembaga tapi juga emas! Ya,
dia menemukan gunung emas di Papua.
Peristiwa kematian Presiden John F. Kennedy kerana ditembak di Dallas
pada 22 November 1963 langsung mengubah peta politik dunia.Hingga kini
kabut seputar kematian Kennedy masih belum bisa tersingkap.
Presiden Soekarno mengenang sahabatnya itu dalam buku biografinya yang ditulis Cindy Adams. "Kennedy berfikiran progresif. Ketika aku membicarakan masalah bantuan kami, dia mengerti. Dia setuju. Seandainya Presiden Kennedy masih hidup tentu kedua negara tak akan berseberangan sejauh ini,". Bung Karno mengatakan hal tersebut ketika suasana politik saat Cindy Adams mewawancarainya, sedang terjadi ketegangan antara Indonesia dengan Barat.
Banyak pihak menilai pembunuhan Kennedy penuh nuansa politis dan beraroma konspirasi besar seperti halnya peristiwa G30S-Gerakan 30September/PKI. Lalu, apa hubungan Presiden Kennedy dengan penggalian emas PT Freeport?
Dalam artikel berjudul 'JFK, Indonesia,CIA, and Freeport' yang dimuat di majalah Probe tahun 1996, Lisa Pease membeberkan hubungan tersebut secara gamblang.
Perusahaan Freeport memang diketahui sudah lama mengincar Papua. Freeport Sulphur nyaris bangkrap pada tahun 1959 kerana tambang mereka di Cuba dinasionalisasi oleh Fidel Castro. Disebutkan pula dalam artikel tersebut bahwa CEO Freeport Sulphur berkali-kali merencanakan upaya pembunuhan terhadap Castro, namun selalu menemui kegagalan.
Di tengah kondisi perusahaan yang morat-marit pada Ogos 1959, CEO Freeport Sulphur Forbes Wilson menemui Bos East Borneo Company, Jan van Gruisen.
Gruisen bercerita dirinya menemukan laporan penelitian di Gunung Ersberg (Gunung Tembaga) di Irian Barat yang ditulis Jean Jacques Dozy di tahun 1936. Disebutkan tembaga di gunung ini tak perlu susah-susah digali. Tinggal meraup saja kerana tembaga berada di atas tanah.
Forbes Wilson tertarik dan mulai mengadakan survei ke Papua. Dia setengah gila kegirangan kerana menemukan gunung itu tak hanya berisi tembaga tapi juga emas! Ya, dia menemukan gunung emas di Papua.
Pada tahun 1960, suasana politik di Indonesia tegang dan merembet ke Papua. Presiden Soekarno mengobarkan Komando Trikora (Tri Komando Rakyat) untuk merebut Papua ke pangkuan ibu pertiwi dari tangan Belanda. Karuan saja hal ini membuat Freeport yang hendak menjalin kerjasama dengan Belanda lewat East Borneo Company belingsatan(panik giler). Apabila Papua jatuh ke Indonesia, maka nasib mereka akan langsung "habis". Oleh kerana itu, mereka jelas tak mau kehilangan gunung emas itu.
Wilson disebutkan berusaha melobi dan meminta bantuan kepada Presiden John F. Kennedy. Tapi sikap Kennedy malahan mendukung Soekarno, yang notabene adalah sahabat dekatnya. Presiden Kennedy mengirimkan adiknya Bob Kennedy untuk menekan pemerintah Belanda agar menyerahkan Papua ke Indonesia untuk menghindari kembali terjadinya perang.
Presiden Kennedy juga mengancam Belanda akan menghentikan bantuan Marshall Plan jika degil mempertahankan Irian Barat. Belanda yang saat itu memerlukan bantuan dana segar untuk membangun kembali negerinya yang hancur akibat Perang Dunia II, terpaksa menurut.
Untungnya, nampaknya pihak Belanda pun tak tahu bahwa ada gunung emas di Papua sehingga mereka langsung saja menurut diminta mundur dari Papua oleh AS.
Situasi tersebut langsung membuat potensi kontrak Freeport buyar. Terlebih lagi, Presiden Soekarno memang anti barat. Ia selalu menolak perusahaan asing menancapkan kaki mereka di Indonesia, apalagi di Papua. Perkecualian, adalah perusahaan minyak asing yang sudah lebih dulu beroperasi di Riau sejak zaman kolonial.Dari perusahaan minyak ini, Presiden Soekarno meminta jatah 60% untuk rakyat Indonesia.
Kekesalan Freeport makin bertambah,saat mereka mengetahui Presiden Kennedy akan menyiapkan paket bantuan ekonomi kepada Indonesia sebesar US$ 11 juta dengan melibatkan IMF dan Bank Dunia.
Namun semuanya buyar dan berbalik menekan Soekarno saat Kennedy tewas ditembak pemuda Dallas. Kebijakan Presiden Amerika Syarikat yang menggantikan JFK langsung bertolak belakang dengan kebijakan Kennedy. Hal tersebut membuat Indonesia makin jauh dari AS dan semakin dekat dengan Blok Timur (komunis).
Tragedi Gerakan 30 September 1965 (G30S) secara pelan namun pasti, menghancurkan Soekarno. Soekarno yang selalu vokal menolak modal asing, digantikan oleh Soeharto. Lantas apa yang terjadi?
Setelah dilantik menjadi Presiden, Soeharto segera menandatangani pengesahan Undang-undang Penanaman Modal Asing pada 1967.Freepot menjadi perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Soeharto.
Baca juga;
(Perut bumi digali amat dalam oleh Freeport, menyebabkan kerusakan lingkungan di Papua)Presiden Soekarno mengenang sahabatnya itu dalam buku biografinya yang ditulis Cindy Adams. "Kennedy berfikiran progresif. Ketika aku membicarakan masalah bantuan kami, dia mengerti. Dia setuju. Seandainya Presiden Kennedy masih hidup tentu kedua negara tak akan berseberangan sejauh ini,". Bung Karno mengatakan hal tersebut ketika suasana politik saat Cindy Adams mewawancarainya, sedang terjadi ketegangan antara Indonesia dengan Barat.
Banyak pihak menilai pembunuhan Kennedy penuh nuansa politis dan beraroma konspirasi besar seperti halnya peristiwa G30S-Gerakan 30September/PKI. Lalu, apa hubungan Presiden Kennedy dengan penggalian emas PT Freeport?
Dalam artikel berjudul 'JFK, Indonesia,CIA, and Freeport' yang dimuat di majalah Probe tahun 1996, Lisa Pease membeberkan hubungan tersebut secara gamblang.
Perusahaan Freeport memang diketahui sudah lama mengincar Papua. Freeport Sulphur nyaris bangkrap pada tahun 1959 kerana tambang mereka di Cuba dinasionalisasi oleh Fidel Castro. Disebutkan pula dalam artikel tersebut bahwa CEO Freeport Sulphur berkali-kali merencanakan upaya pembunuhan terhadap Castro, namun selalu menemui kegagalan.
Di tengah kondisi perusahaan yang morat-marit pada Ogos 1959, CEO Freeport Sulphur Forbes Wilson menemui Bos East Borneo Company, Jan van Gruisen.
Gruisen bercerita dirinya menemukan laporan penelitian di Gunung Ersberg (Gunung Tembaga) di Irian Barat yang ditulis Jean Jacques Dozy di tahun 1936. Disebutkan tembaga di gunung ini tak perlu susah-susah digali. Tinggal meraup saja kerana tembaga berada di atas tanah.
Forbes Wilson tertarik dan mulai mengadakan survei ke Papua. Dia setengah gila kegirangan kerana menemukan gunung itu tak hanya berisi tembaga tapi juga emas! Ya, dia menemukan gunung emas di Papua.
Pada tahun 1960, suasana politik di Indonesia tegang dan merembet ke Papua. Presiden Soekarno mengobarkan Komando Trikora (Tri Komando Rakyat) untuk merebut Papua ke pangkuan ibu pertiwi dari tangan Belanda. Karuan saja hal ini membuat Freeport yang hendak menjalin kerjasama dengan Belanda lewat East Borneo Company belingsatan(panik giler). Apabila Papua jatuh ke Indonesia, maka nasib mereka akan langsung "habis". Oleh kerana itu, mereka jelas tak mau kehilangan gunung emas itu.
Wilson disebutkan berusaha melobi dan meminta bantuan kepada Presiden John F. Kennedy. Tapi sikap Kennedy malahan mendukung Soekarno, yang notabene adalah sahabat dekatnya. Presiden Kennedy mengirimkan adiknya Bob Kennedy untuk menekan pemerintah Belanda agar menyerahkan Papua ke Indonesia untuk menghindari kembali terjadinya perang.
Presiden Kennedy juga mengancam Belanda akan menghentikan bantuan Marshall Plan jika degil mempertahankan Irian Barat. Belanda yang saat itu memerlukan bantuan dana segar untuk membangun kembali negerinya yang hancur akibat Perang Dunia II, terpaksa menurut.
Untungnya, nampaknya pihak Belanda pun tak tahu bahwa ada gunung emas di Papua sehingga mereka langsung saja menurut diminta mundur dari Papua oleh AS.
Situasi tersebut langsung membuat potensi kontrak Freeport buyar. Terlebih lagi, Presiden Soekarno memang anti barat. Ia selalu menolak perusahaan asing menancapkan kaki mereka di Indonesia, apalagi di Papua. Perkecualian, adalah perusahaan minyak asing yang sudah lebih dulu beroperasi di Riau sejak zaman kolonial.Dari perusahaan minyak ini, Presiden Soekarno meminta jatah 60% untuk rakyat Indonesia.
Kekesalan Freeport makin bertambah,saat mereka mengetahui Presiden Kennedy akan menyiapkan paket bantuan ekonomi kepada Indonesia sebesar US$ 11 juta dengan melibatkan IMF dan Bank Dunia.
Namun semuanya buyar dan berbalik menekan Soekarno saat Kennedy tewas ditembak pemuda Dallas. Kebijakan Presiden Amerika Syarikat yang menggantikan JFK langsung bertolak belakang dengan kebijakan Kennedy. Hal tersebut membuat Indonesia makin jauh dari AS dan semakin dekat dengan Blok Timur (komunis).
Tragedi Gerakan 30 September 1965 (G30S) secara pelan namun pasti, menghancurkan Soekarno. Soekarno yang selalu vokal menolak modal asing, digantikan oleh Soeharto. Lantas apa yang terjadi?
Setelah dilantik menjadi Presiden, Soeharto segera menandatangani pengesahan Undang-undang Penanaman Modal Asing pada 1967.Freepot menjadi perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Soeharto.
Baca juga;
Ironisnya, pemerintah Indonesia hanya dapat jatah 1% saja! Sungguh tak sebanding dengan kerusakan lingkungan dan penderitaan yang dialami rakyat Papua. Kontras sekali dengan apa yang diperjuangkan Bung Karno. Dan hal tersebut, sekali lagi, memunculkan spekulasi adanya konspirasi besar untuk menggulingkan Soekarno lewat G30S. Ada kesepakatan bisnis yang berasaskan balas jasa.
Seandainya saja, ditakdirkan John F. Kennedy dan Soekarno masih ada, tak akan pernah wujud Freeport di Papua.
(Tempo,Life,Memobee.com dan sumber-sumber lain)
No comments
Post a Comment