Pidato Bersejarah Bung Karno pada Konferensi Asia Afrika,Bandung April 1955
Hey Dude!--Pidato Bersejarah Bung Karno pada Konferensi Asia Afrika,Bandung April 1955--Menjelang
diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika (KAA) BANDUNG Ke-60 pada 19
April-24 April 2015 mendatang.
Marilah kita imbas kembali betapa getirnya cabaran,ancaman dan halangan dari kuasa-kuasa Kolonialisme dan Imperialisme barat yang ditempuh oleh para FOUNDING FATHERS -- KAA,Bandung pada 1955 dulu,dalam merealisasikan sebuah cita-cita--impian Bung Karno sehingga terlaksana dengan sukses nya.
“If you are not with us, you are against us!” (“Kalau kalian tidak berpihak pada kami, berarti kalian menentang dan jadi musuh kami”!) Nada ancaman itu keluar dari mulut mantan Menlu AS John Foster Dullers ketika Konferensi Bandung, atau lebih dikenal dengan Konferensi Asia Afrika (KAA) yang berhasil diselenggarakan pada 18 sampai 24 April 1955 di Bandung-Jawa Barat,Indonesia.
Marilah kita imbas kembali betapa getirnya cabaran,ancaman dan halangan dari kuasa-kuasa Kolonialisme dan Imperialisme barat yang ditempuh oleh para FOUNDING FATHERS -- KAA,Bandung pada 1955 dulu,dalam merealisasikan sebuah cita-cita--impian Bung Karno sehingga terlaksana dengan sukses nya.
“If you are not with us, you are against us!” (“Kalau kalian tidak berpihak pada kami, berarti kalian menentang dan jadi musuh kami”!) Nada ancaman itu keluar dari mulut mantan Menlu AS John Foster Dullers ketika Konferensi Bandung, atau lebih dikenal dengan Konferensi Asia Afrika (KAA) yang berhasil diselenggarakan pada 18 sampai 24 April 1955 di Bandung-Jawa Barat,Indonesia.
Baca juga artikel terkait; #Top Issues: SERUAN KEPADA PARA PESERTA KAA BANDUNG KE-60 19 April-24 April 2015.
Dunia tersentak! Apa tidaknya suatu konferensi yang terdiri dari bangsa-bangsa dan negeri-negeri merdeka, seperti Ethiopia,Yugoslavia,Mesir, Thailand, India, Burma( kini Myanmar), Indonesia dan Jepun; yang dalam proses merdeka, seperti Ghana dan Vietnam Selatan mampu diselenggarakan. Bahkan dihadiri oleh negeri-negeri yang terikat dengan pakta-pakta militer Barat SEATO, CENTO dan NATO.
Bagaimana mungkin negeri-negeri yang begitu beraneka ragam politik luar negeri dan aliansi militernya, bisa berkumpul dan mencapai persetujuan bersama?
Apakah mungkin suatu negeri atau kelompok negeri-negeri untuk berdiri sendiri, tidak 'memihak sana' tidak 'memihak sini'?
Coba Anda bayangkan kini, di antara wakil negara yang hadir di Bandung ketika itu ada yang terikat dengan blok Barat, seperi Filipina dan Thailand yang anggota SEATO, yang diketuai oleh AS?
Bahkan Republik Rakyat China-RRC dan Vietnam Utara, adalah bagian dari Blok Timur yang diketuai oleh Soviet Union?
Malah Turki adalah anggota pakatan NATO, dan juga Irak anggota CENTO (Pakta Organisasi Timur Tengah atau METO, juga dikenal seperti Pakta Baghdad), yang diketuai oleh AS?
Selain itu terdapat negeri-negeri yang menempuh politk luar negeri yang 'bebas dan aktif', yang sering dikatakan 'neutral', tidak memihak sana dan tidak memihak sini, seperti India,Aljazair(Algeria) dan Indonesia?
Namun, para wakil-utusan dari negeri-negeri Asia Afrika itu menepis semua keraguan. Mereka bisa berunding, bisa musyawarah dan telah mencapai kata sepakat. Mereka mewakili bangsa-bangsa dan negeri-negeri yang mendambakan kermerdekaan dan kebebasan, kerjasama, kemajuan dan perdamaian dunia. Musuh bersama mereka adalah kolonialisme dalam segala manifestasinya!
Dari KAA tersebut lahirlah sebuah konsensus. Sebuah rumusan yang secara implisit mengecam Soviet Union maupun negara-negara barat kala itu. “Kolonialisme dalam segala pernyataannya (colonialism in all of its manifestations) harus dikutuk..!”.
Memang ketika itu, lahirnya dua blok kekuatan yang bertentangan secara ideologi, dimana Blok Barat yang dikomandoi oleh Amerika Syarikat (kapitalis) dan Blok Timur dibawah pimpinan oleh Soviet Union (komunis), semakin memanaskan situasi dunia. Perang Dingin berkembang menjadi konflik perang terbuka, seperti di semenanjung Korea dan Indo-Cina. Perlombaan pengembangan senjata nuklir meningkat. Hal tersebut menumbuhkan ketakutan dunia akan kembali dimulainya Perang Dunia.
Meskipun pada masa itu telah ada badan internasional yaitu Pertubuhan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berfungsi menangani masalah dunia, namun pada kenyataannya badan ini tidak mampu menyelesaikan persoalan tersebut, sementara akibat yang ditimbulkan oleh masalah-masalah ini sebagian besar diderita oleh bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.
Dikala itu, pada saat lahirnya KAA, Indonesia yang dicerminkan melalui Bung Karno, begitu ‘superior’. Indonesia mampu menunjukkan ketegasan sikapnya atas ketidakpuasannya terhadap keengganan negara-negara barat untuk memandang negara-negara Asia Afrika sebagai mitra berunding, tentang langkah dan kebijakan mereka yang berdampak terhadap bangsa-bangsa yang baru merdeka, dan yang sedang berjuang untuk merdeka di dua benua itu.
Bangsa-bangsa Asia-Afrika yang berkumpul di Bandung selama seminggu itu, menyatakan bahwa mereka berhasrat dan bertekad untuk hadir di dunia ini sebagai kekuatan politik yang berjuang untuk bebas berdiri sendiri, tidak menjadi embel-embel dari blok-blok yang merupakan pihak-pihak terlibat dalam 'Perang Dingin'. Hal mana sesungguhnya merupakan fenomena baru yang muncul di dunia geopolitik internasional.
Dalam kesempatan itu, Presiden Soekarno menyampaikan pidato yang bersejarah dengan judul Let A New Asia And New Africa Be Born (Mari Kita Lahirkan Asia Baru dan Afrika Baru).
Berikut cuplikan pidato Bung Karno:
“Saya tegaskan kepada anda semua, kolonialisme belumlah mati. Dan, saya meminta kepada Anda jangan pernah berpikir bahwa kolonialisme hanya seperti bentuk dan caranya yang lama, cara yang kita semua dari Indonesia dan dari kawasan-kawasan lain di Asia dan Afrika telah mengenalinya. Kolonialisme juga telah berganti baju dengan cara yang lebih modern, dalam bentuk kontrol ekonomi, kontrol intelektual, dan kontrol langsung secara fisik melalui segelintir elemen kecil namun terasing dari dalam suatu negeri. Elemen itu jauh lebih licin namun bisa mengubah dirinya ke dalam berbagai bentuk.”
Jangan lupa baca :Menebar Gelora Kebangkitan,Revolusi Menuju Kepada Dunia Baru.
Referensi:
Courtesy to Ferdiansyah Ali, Peneliti Global Future Institute,Jakarta Indonesia
No comments
Post a Comment