Menebar Gelora Kebangkitan,Revolusi Menuju Kepada Dunia Baru


 Hey Dude! Menebar Gelora Kebangkitan,Revolusi Menuju Kepada Dunia Baru.
Revolusi kita bukan sekadar mengusir Pemerintahan Belanda dari Indonesia. Revolusi kita menudju lebih djauh lagi daripada itu. Revolusi Indonesia menudju tiga kerangka jang sudah terkenal . Revolusi Indonesia menudju kepada Sosialisme !

Revolusi Indonesia menudju kepada Dunia Baru tanpa exploitation de l ˜homme par l ˜hommedan exploitation de nation par nation ! Bagaimana Revolusi jang demikian ini mau dimandekkan dengan kata bahwa “revolusi sudah selesai? Bagaiman Revolusi demikian ini dapat didjalankan terus tanpa romantic, tanpa dinamik, tanpa dialektik ?
(Bung Karno, Tahun Vivere Pericoloso, 1964).

Bung Karno Mendobrak PBB,
Percaya diri, satu kata yang tepat untuk kita letakkan di dada Presiden Soekarno. Terlalu banyak catatan kecil dimana Presiden Soekarno mendobrak Protokoler International untuk mengikuti Protokoler ala Soekarno.
Jangankan hanya di Negara kelas ke-3, Amerikapun harus mampu menekan dada atas dobrakan yang dilakukan oleh Presiden Soekarno. Maka tak heran apabila setiap kunjungan kenegaraan keberbagai Negara sosok Presiden Soekarno selalu menjadi Head Line news. Tak terkecuali lembaga besar seperti PBB.


Artikel ini lanjutan dari thread sebelumnya bertajuk :Menebar Gelora Kebangkitan Menuju Kepada Dunia Baru.Walau dengan judul sedikit tambahan kalimat revolusi: Menebar Gelora Kebangkitan,Revolusi Menuju Kepada Dunia Baru..tetapi masih dalam makna sama atasnama matlamat 'kebangkitan percaya diri-cinta negara dan tanah air"

Aspek faktor pertama pendorong (driving force) yang dapat memunculkan baik peradaban maupun moral itu sendiri selaku ukuran atau parameter kejayaan sesebuah negara, individu, kelompok,kumpulan dan sebagainya telah diuraikan pada artikel sebelumnya (Menebar Gelora Kebangkitan Menuju Kepada Dunia Baru).

Dan berikut lanjutannya;
Faktor kedua adalah kebodohan berkala. Tak boleh dielak, faktor ini menjadi subur di Bumi Pertiwi Nusantara akibat modus pencitraan yang menjadi pilar utama model politik pasca reformasi,seperti pencitraan oleh media-media akhbar dan TV-TV pro pemerintah  Hingga sang Petruk-Beruk disulap jadi pemimpin/wakilrakyat, penjahat dirias pun bisa duduk sebagai pegawai.

Akibatnya korupsi marak lalu dipropagandakan oleh media seolah-olah sebagai persoalan utama bangsa ini. Inilah wujud penyesatan, wong korupsi di Indonesia dan diciptakan oleh sistem politik pasca reformasi,sementara di Malaysia memang sudah meng-akarumbi sejak Umno/BN memerintah negara yang hanya seluas "kangkang kera" ini.

Asumsi Global Future Institute (GFI), Jakarta, pimpinan Hendrajit, bahwa model dan sistem politik semacam ini yang berkuasa justru pemilik modal serta para donator kempen pilihanraya yang meremot pagelaran politik di balik layar. Dengan kata lain, bila ‘jago’-nya jadi, mereka akan menyetir kebijakan! Bagaimana si petruk tidak korupsi?

Sumber lain pembodohan berkala ini ialah modus pencitraan sebagaimana diulas sekilas di muka. Betapa kebohongan dianggap nilai yang dimaklumi bersama, sehingga kedustaan menjadi-jadi.

Artinya apa, sekali si sosok pemimpin berbohong kepada publik maka akan disusul oleh kebohongan-kebohongan lain untuk menutupinya. Inilah yang kini tengah berlangsung masif di negara tercinta ini. Sikap plin-plan bahkan munafik justru dipelihara oleh sistem ---- kegilaan, populariti murahan menjadi ‘makanan’ sehari-hari di tengah masyarakat. Dan sudah barang tentu, hampir tidak ada lagi keteladanan para elit dan pimpinan publik untuk rakyatnya.

Untuk mudah difahami kita di Malaysia,ditebarkan hari-hari,siang dan malam berita-berita sensasi kebohongan semasa yang di citrakan melalui media-media mereka misalnya tentang #GST barang dan perkhidmatan awam tertentu tidak akan naik-namun tidak lama kemudian harga barang dan perkhidmatan awam tsb dinaikkan.

Dan satu ketika para politikus borjouis Malaysia juga 'blusukan" (meminjam istilah untuk presiden Jokowi turun padang) mereka turun kepasar-pasar utama dan pasar borong diseluruh negara untuk menggertak para peniaga jangan sesekali menaikkan harga barangan.

Setelah heboh---rakyat terpancing emosi suka---tidak lama kemudian belum pun sempat para peniaga merobah 'tanda tarif harga'nya.tiba-tiba beberapa hari saja mendadak dinaikkan harga minyak petrol dengan alasan mengikut harga kenaikan semasa global.

Rakyat menjerit-membantah keras,hingga Parlimen menjadi panas berbantah-bantah..Namun isu itu hanya 'panas' seketika ,kerana dimunculkan isu baru #Hudud untuk mengalih isue dan senjata politik mereka.


Penggondolan minda rakyat dengan isue-isue kebodohan berkala,
Secara politik, sumber dari segala sumber kebodohan berkala tersebut adalah sistem politik dan ekonomi yang abai terhadap konstitusi dan local wisdom leluhur, kenapa sistemnya malah merujuk model ala Barat, pada ranah politik maupun model ekonomi neolib dalam praktik ekonomi, dan lain-lain. Sedang secara individu, kebodohan berkala bermula dari sikap plin-plan atau munafik.!

Akhirnya dapat diterka, bahwa maraknya fenomena berkala atas pembodohan di tengah-tengah rakyat, kini terjadi kecenderungan bahwa sistem yang digunakan cuma menyenangkan segelintir elit penguasa serta hanya mengenyangkan kelompok kecil. Sadarkah kita?
 
Mungkin ini adalah akumulasi atas kedua faktor di atas, baik rasa tidak percaya diri sebagai diri dan bangsa maupun sikap plin-plan yang overload, seakan-akan menjadi epidemi di negeri ini. Bung Karno menyebut fenomena ini dengan istilah “blandis,” salah satu jenis komprador(
comprador) yang sikap dan perilakunya lebih mempercayai rujukan asing daripada rujukan bangsa sendiri. Inilah golongan pengekor yang kelak dan pasti akan menerkam rakyatnya sendiri dengan berbagai alasan dan justifikasi.

Untuk akhirul kalam dari artikel bertajuk;
Menebar Gelora Kebangkitan,Revolusi Menuju Kepada Dunia Baru ini
Saya mengajak Anda, kita semua rakyat Malaysia,Indonesia --maknanya tak lain ialah “Cermin Diri.” Artinya, agar segenap tumpah darah Indonesia,Malaysia  harus melakukan intropeksi berjama'ah, berkaca secara massal, terutama kaum elit politik dan para perumus kebijakan negeri ini.

Dengan kata lain, betapa bangsa dan segenap pimpinannya kita tempo doeloe di awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bahkan negara tercinta Malaysia ini ,telah mampu menjadi epicentrum dalam menebar sikap anti-imperialisme dan menggerakkan negara-negara berkembang lain untuk bangkit melawan kolonialisme serta mencermati model-model neokolonialisme yang kelak berubah ujud, maka refleksinya kini: “Bagaimana kiprah para elit dan pengambil kebijakan di era sekarang?”

Penjajahan dengan segala macam bentuknya adalah biang kemiskinan siapapun dan sampai bilapun bagi negara manapun di muka bumi, kerana inti kolonialisme adalah mencaplok ekonomi sebuah bangsa.

Ini cuplikan pidato Bung Karno dalam forum Konferensi Asia Afrika di Bandung tempo dulu:

“Saya tegaskan kepada anda semua, kolonialisme belumlah mati. Dan, saya meminta kepada Anda jangan pernah berpikir bahwa kolonialisme hanya seperti bentuk dan caranya yang lama, cara yang kita semua dari Indonesia dan dari kawasan-kawasan lain di Asia dan Afrika telah mengenalinya. Kolonialisme juga telah berganti baju dengan cara yang lebih modern, dalam bentuk kontrol ekonomi, kontrol intelektual, dan kontrol langsung secara fisik melalui segelintir elemen kecil namun terasing dari dalam suatu negeri. Elemen itu jauh lebih licin namun bisa mengubah dirinya ke dalam berbagai bentuk.”

Ya, untuk kontek--hubungan Indonesia dalam perspektif hegemoni superpower terutama di mata Presiden Richard Nixon (1969-1974), Indonesia adalah target kolonialisme Amerika semenjak dulu. Cuplikan tulisan Charlie Illingworth, penulis Amerika, mungkin bisa dijadikan salah satu referensinya:

“Presiden AS Richard Nixon menginginkan kekayaan alam Indonesia diperas sampai kering. Indonesia, ibarat sebuah real estate terbesar di dunia, tak boleh jatuh ke tangan Uni Soviet atau Cina.”

Menurut Bung Karno, cengkeraman struktur ekonomi kolonial dapat disimak berdasarkan tiga ciri:

(1) Indonesia diposisikan sebagai pemasok bahan mentah bagi negara-negara industri maju; (2) Indonesia diposisikan sebagai pasar bagi barang-barang jadi yang dihasilkan oleh negara-negara industri maju; dan (3) Indonesia diposisikan sebagai pasar untuk memutar kelebihan kapital yang diakumulasi oleh negara-negara industri maju tersebut.

Tatkala sekarang Indonesia dan Malaysia tidak ketinggalan :menjumpai keterpurukan dalam hal peradaban dan moral sebagaimana diurai di atas tadi ---akibat dua faktor pendorong (driving force) di atas--- maka pertanyaan yang timbul, “Bukankah hal-hal tersebut adalah bagian dari neokolonialisme dalam bentuk kontrol ekonomi, kontrol intelektual dan kontrol fisik secara langsung oleh asing melalui segelitir elit dan kompradornya, sebagaimana isyarat Bung Karno?”

Sekali lagi, pertanyaan penutup pada catatan ini: “Mengapa semua itu terjadi di Bumi Pertiwi?” Jawabannya simpel, kita tidak mau berkaca pada kejadian yang lalu-lalu maupun masa akan datang, tetapi cenderung mengutamakan kepentingan sejenak (politik praktis)!
Wallahu a'lam.Terimakasih
______________

Catatan; Artikel ini terinspirasi dan sebagian adaptasi dari tulisan asal oleh;
M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)Indonesia.

No comments