20130805

Apa Erti "Minal Aidin wal Faizin" Sebenarnya?

Idul-Fitri

Ja alanallahu wa iyyakum minal aidzin wal faidzin” dan  “afwan zahin wal bathin”. dari saya kepada pembaca blog ini,!
By
Editor by Wilhelmina



SANGAT umum terjadi bagi banyak orang Melayu /Muslim Nusantara, mulai dari para pemimpin  dan cerdik pandai di diperingkat negara sampai dengan tokoh masyarakat dan orang-orang terpelajar di perkampungan /desa setiap kali lebaran tiba, menguncapkan “Minal aidin wal faizin”. Kalimat ini seakan-akan jika dialihbahasakan ke dalam Bahasa Melayu menjadi ”mohon maaf zahir batin”.




Bilakah kebiasaan tersebut dimulai di negeri ini? Wallahu alam bishawab. Mungkin saja sudah puluhan, atau bahkan ratusan tahun, ungkapan dan ucapan seperti itu menjadi tradisi turun temurun dalam kehidupan.


Ungkapan ini telah menjadi samacam tradisi tanpa kritik atau bahkan menjadi adat tanpa ada debat. Hal ini terjadi kerana Bahasa Arab belum menjadi bahasa kedua di negeri ini. Paling tidak untuk pemeluk Islam. Pemahaman kita terhadap Bahasa Arab adalah pemahaman taklid atau meniru buta, tanpa pemahaman yang rasional. Bukankah pendekatan agama kita konon berawal dari percaya terlebih dahulu, bukan dari ketidakpercayaan sebagaimana pendekatan ilmu pengetahuan.


Minal aidin wal faizin


Ungkapan ini sebenarnya hanya berupa sebuah frasa atau bagian dari sebuah kalimat yang lebih panjang. Jadi, bukan kalimat yang lengkap SPO-nya atau subjek/predikat/objeknya.
Secara lengkap, kalimatnya adalah Ja alanallahu wa iyyakum minal aidzin wal faidzin yang artinya “semoga Allah menjadikan kami dan anda sebagai orang-orang yang kembali dan beruntung”. Jadi, minal aidin wal faizin sendiri berarti dari orang-orang yang kembali dan beruntung.


Dengan demikian, frasa itu minal aidin wal faizin tidak memiliki makna sama sekali dengan ungkapan permintaan maaf atau pun bermaaf-maafan. Bahkan dalam Bahasa Melayu  ungkapan “bermaaf-maafan” malah dinilai terlalu berlebih-lebihan atau mubazir, karena ungkapan “bermaafan” sudah cukup, kerana ungakapan bermaafan sudah memiliki makna saling meminta maaf.


Dalam Bahasa Arab, ungkapan permintaan maaf biasanya dinyatakan dengan pernyataan “afwan” yang artinya permintaan maaf yang tulus dan ikhlas. Kalau kurang puas dengan kata “afwan” yang dinilai kurang panjang, maka bolehlah ditambah dengan  “afwan zahin wal bathin”.

Dalam hal maaf ini, perlu kita sadari bahwa ternyata memberi maaf mempunyai nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan meminta maaf itu sendiri.


Ketika Nabi SAW  sedang berdakwah, ada seseorang yang datang terlambat dalam acara dakwah itu. Pada saat itu, Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa seorang yang datang terlambat itu dinyatakan justru sebagai penghuni surga. Kontan saja, banyak sahabat dan hadirin yang telah lebih dahulu datang bertanya-tanyalah di dalam hati yang paling dalam tentang amalan apakah yang telah dilakukan orang tersebut sehingga dinyatakan sebagai penghuni surga.

Setelah dakwah selesai, bahkan ada beberapa orang yang kemudian mencoba mencari tahu atau melakukan semacam “investigasi” dengan menginap di rumah orang tersebut.
Singkat kata, beberapa orang yang menginap di rumah calon penghuni syorga tersebut ternyata tidak dapat menemukan amalan yang dinilai patut menjadi indikator bahwa orang itu memang calon penghuni syurga. Misalnya, orang itu ternyata tidak melakukan amalan shalat malam, tidak pula menjadi dermawan yang memberikan hartanya untuk menyantuni fakir miskin dan anak-anak yatim.


Pendek cerita, setelah tidak menemukan satupun indikator sebagai penghuni syurga, akhirnya setelah sekian hari melakukan pengamatan terhadap amalan sang penghuni surga tersebut, maka salah seorang pengamat terpaksa mengajukan pertanyaan tentang amalan apa yang selama ini telah menjadi amalan harian sang penghuni syurga.


Dari dialog dengan calon penghuni syurga itu, amalan yang secara istiqamah beliau lakukan adalah “memberikan maaf yang selalu beliau ucapkan menjelang tidur”. Kisah ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa ternyata memberi maaf merupakan prestasi seseorang yang akan menjadi bekal utama sebagai penghuni syurga. Bukan hanya meminta maaf kepada sesamanya. Allahu alam.

No comments:

Post a Comment